PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Rabu, 18 Oktober 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 4 Part 1


PS : All images credit and content copyright : TVN
Ho Rang hanya melamun dalam diam, Soo Ji duduk didepanya terlihat tak ada gairah. Won Seok sedang menjemur pakaian memberitahu kalau Sebentar lagi gosong jadi menyuruhnya agar membalikanya. Ho Rang membalikan Joen untuk teman minum bir,
“Jam berapa busnya pergi?” tanya Ho Rang sedih. Soo Ji melihat jamnya kalau pukul7 malam jadi pasti sudah naik bus itu sekarang.
“Hei... Memangnya si Ji Ho mau berimigrasi ke Eropa ? Kenapa kalian khawatir sekali karena dia cuma pulang kampung? Kita cuma butuh 4 jam ke Namhae, bahkan 3 jam paling cepat.” Komentar Won Seok melihat keduanya terlihat berlebihan.
“Bukan begitu. Ji Ho saja dulu berusahan sangat keras waktu mau pindah ke Seoul.” Kata Si Ho
“Berusaha keras apanya? Dia saja langsung lolos masuk universitas.” Kata Won Seok mendekat Ho Rang
“Hei, walaupun dia lolos masuk Harvard saja, tak ada gunanya kalau orang tuanya tak membolehkannya.” Kata Soo Ji. Won Seok bingung kenapa bisa seperti itu
“Ji Ho tidak diizinkan kuliah ke tempat lain selain Universitas Nasional Namhae. Ayahnya bilang biaya hidup di Seoul mahal.” Cerita Ho Rang
“Begitukah? Terus bagaimana dia akhirnya datang ke Seoul?” kata Won Seok penasaran.
“Masalahnya, Ji Ho itu agak gila.” Ucap Ho Rang. Won Seok merasa kalau Ji Ho malah orang terbaik yang dikenal. Soo Ji pikir kalau Won Seok sepertinya belum kenal betul dirinya.


Flash Back
[10 tahun lalu]
Ruang sekolah SMA, semua melihat hasil rapor mereka ada beberapa yang berkomentar lumayan dan Ji Ho melihat lembaran kertas miliknya seperti tak begitu menyukai pilihanya.
“Ayahnya itu punya prinsip. Jika Ji Ho tidak bisa jadi hakim atau jaksa..., satu-satunya pilihan lain adalah menjadi seorang guru. Tapi nilai akademisnya tidak cukup bagus buat masuk fakultas hukum Universitas Nasional Seoul.”
Ji Ho melihat di layar komputer website Universitas Nasional Seoul, Fakultas Hukum tapi seperti hatinya terus berontak.
“Tapi dari kecil, impiannya Ji Ho itu menjadi penulis. Makanya dia memutuskan mencoba masuk jurusan sastra Korea. Itulah sebabnya dia membicarakan dengan ayahnya saat makan malam.”

Ji Ho duduk bersama ayahnya saat makan dan mengutarakan niatnya, kalau ingin belajar sastra Korea. Tuan Yoon langung membalikan meja. Dua temanya tahu kalau Ayah Ji sangat marah sampai membalikan meja. Won Seok tak percaya dan ingin tahu cara Ji Ho bisa membujuk ayahnya.
“Membujuk apanya? Aku kan sudah bilang, dia itu gila. Tanpa ada orang yang tahu, dia pun mendaftarkan diri. Sehari sebelum hari pertama..., dia minggat saat malam hari.”
Soo Ji duduk sendirian di halte lalu dengan kopernya menaiki bus jurusan Namhae – Seoul. 

Saat itu Tuan Yoon menunggu didepan Universitas Nasional Namhae. Ji Ho baru saja keluar dari kelas, menerima pesan dari ayahnya  [Di mana kau? Ayah di depan gerbang kampusmu. Keluarlah.] Ji Ho kaget ayahnya datang ke kampusnya.
“Sampai semester pertamanya selesai, ayahnya Ji Ho mengira Ji Ho itu kuliah di Universitas Namhae.”
Tuan Yoon terlihat sangat marah memilih untuk memakan roti yang dibawanya. 

Won Seok mengakui kalau Ji Ho memang gila karena mengira kalau Soo Ji yang paling gila. Ho Rang mengatakan kalau Soo Ji ini Cuma kepribadiannya yang jelek. So Ji mengakuinya menurutnya Kalau Yoon Ji Ho selalu mengejutkan pada saat yang paling tak terduga. Mereka seperti sangat mengenal sifat Ji Ho dari SMA. 

Ji Ho tiba-tiba turun dari bus memanggil Se Hee,  membeirtahu kalau Pak supirnya tak mau  menunggu lama karena marah jadi meminta agar Se He menjawab dengan cepat. Se Hee mengangguk mengerti.
“Maukah kau... menikah denganku? Ayo.... Cepat. Dia tak mau menunggu.” Kata Ji Ho. Se Hee langsung menjawab Ya
“Kalau begitu, sekarang aku  mau ambil koperku. Ahjussi pasti kesal sekali sekarang.” Kata Ji Ho segera berlari ke bus.
“Tapi Ada yang harus kutanyakan sebelumnya. Apa kebetulan, kau... menyukaiku?” tanya Se Hee dengan menaruh tanganya di kedua mulutnya agar nyaring.  Ji Ho dengan mudah langsung menjawab Tidak.
“Bawa barangmu dan Kutunggu kau di dalam.” Kata Se Hee. Ji Ho mengangguk mengerti. 


Keduanya berdiri di dalam kereta tak banyak bicara, seperti masih merasakan ketegangan. Se Hee lalu membahas kalau Ji Ho  mencuci mangkuk ramyeon setelah memakanya. Ji Ho  mengaku kalau itu sudah bisa dilakukanya. Se Hee berkomentar kalau Kebiasaannya sangat bagus sekali.
“Sayang, ada tempat duduk... Kau, duduklah.” Ucap salah seorang pria menyuruh pacarnya. Sang wanita menolak dan mereka saling menyuruh siapa yang harus duduk.
Ji Ho melihat dari kejauhan si wanita akhirnya duduk dengan senyuman memuji sang pria, seperti ada rasa iri dengan pasangan yang tak malu meluapkan rasa cintanya.
Bangku didepan Ji Ho akhirnya kosong, Se Hee menyuruh Ji Ho duduk. Tapi Ji Ho menolak menyuruh Se Hee saja yang duduk lebih dulu. Dan akhirnya Ji Ho pun duduk lalu melihat Se Hee dengan wajah datarnya melihat tempat duduk kosong dan berjalan menjauh.
“Aku kini... akan menikah dengan pemilik rumah.” Gumam Ji Ho melihat Se Hee sedang memaikan ponselnya. 


Se Hee memberitahu kalau syaratnya masih belum berubah dan bertanya apakah Ji Ho ada yang keberatan. Ji Ho mengatakan kalau syarat tak ada tapi ingin ada yang ditambahkan,dengan membahas kalau ia sekarang sudah berhenti bekerja.
“Jadi sebelum aku dapat pekerjaan baru..., maka aku butuh penyesuaian dengan uang sewanya. Bisa tidak uang sewanya diturunkan sedikit?” kata Ji Ho ragu. Se Hee ingin tahu berapa banyak.
“Sekitar 50 ribu. Kalau kau bisa menurunkannya, maka aku takkan terlalu berat membayarnya.” Kata Ji Ho. Se Hee langsung menyetujuinya.
“Kalau begitu, kontrak kita adalah 250 ribu sebulan.” Ucap Se Hee. Ji Ho pun mengucapkan terimakasih.
“Apa Kau yakin bisa mengatasinya? Maksudku, pernikahan. Di situasi seperti ini, mungkin lebih ekonomis jika pulang ke rumah.” Kata Se Hee. 

Ji Ho pikir tidak masalah karena Kalaupun pulang ke kampung halamanya masih harus cari pekerjaan dan nanti bakal bertengkar sama Ayah. Jadi menurutnya Satu-satunya perbedaan antara pulang dan tinggal di rumah Se Hee adalah cuma uang sewa, bahkan Tidak akan ada tempat yang lebih baik dari Seoul karena Di Namhae pun, susah cari kerja.
“Sepertinya tingkat stres di luar biaya sewa. Walau begitu, aku tadi agak kaget. Kukira kau menganggap pernikahan itu didasarkan pada cinta. Waktu kau memilih pernikahan berdasarkan persewaan, aku sangat kaget.” Ucap Se Hee.
“Yahh.. Itu Hanya saja... Sama seperti katamu..., cinta dan kasih sayang bukan hal yang kubutuhkan sekarang ini. Yang kubutuhkan sekarang adalah kamar itu.” Kata Ji Ho
“Aku, hari ini, memutuskan akan menikahi penyewaku dan Aku sadar.Ini bukan keputusan biasa yang dilakukan orang kebanyakan.” Gumam Se Hee.
“Sebenarnya..., aku juga sangat ingin mencobanya sekali... Pernikahan.” Ungkap Ji Ho.
“Aku akhirnya menemukan... seorang wanita yang sangattak biasa sebagai istriku.” Gumam Se Hee. Ji Ho pun menanyakan apakah Se Hee sudah memilih sampahnya minggu ini. 


[Episode 3: Karena ini Pernikahan Pertamaku]

Ji Ho tertidur dikamarnya yang nyaman, ketika bangun pun merasa tidurnya sangat nyenyak, wajahnya pun berseri. Ia membuat bimbibap untuk sarapan, senyuman bahagia sangat terlihat diwajahnya. Se He keluar adri kamar, Ji Ho langsung berdiri menyapanya.
“Apa Kau mau? Aku tadi kebanyakan membuat sarapannya.” Ucap Ji Ho menawarkan bibimbap buatanya.
“Tak perlu. Secangkir americano sudah cukup baik buat sarapan pagiku.” Kata Se Hee sedikit melirik tapi memilih untuk minum kopi dan duduk disof bersama Kitty. 

“Enaknya, Makanan dan malamku juga. Aku sudah lama tak mengalami pagi seindah ini. Sama seperti kata pepatah. Aku tidak bisa menopang diriku sendiri. Di keadaan seperti ini, mana bisa aku berkencan dan mencintai? Uang 5 juta buat sewaan saja, aku tak punya. Namun berkat pernikahan ini, aku dapat diskon 50 ribu Dalam dua tahun, berapa totalnya itu? Kau membuatnya Keputusan tepat, Yoon Ji Ho.” Gumam Ji Ho bahagia makan sarapan di meja makan.
“Ini sangat Nyaman...  Kitty dan aku... Aku sudah lama tak mengalami akhir pekan yang tenang Aku tidak harus menderita ikut kencan buta lagi dan tertekan soal penyortiran barang-barang. Dengan memberikan diskon 50 ribu, aku menjadi tenang.” Gumam Se Hee sambil tersenyum. 

Ji Ho mencuci piring memberitahu kalau tadi memakai telur dan akan mengantinya. Se Hee menganguk mengerti. Ji Ho melihat tempat makan kucing yang kosong dan langsung mengisinya satu cangkir. Se Hee melihat dengan senyuman.
“Sudah kuduga. Menikah dengan penyewaku memang solusinya.” Gumam Se Hee
Ji Ho berdiri menerima telp dari seseorang, dibuat kaget kalau hari ini dan berkata kalau akan datang malam ini dan berharap Semoga selamat sampai tujuan. Se Hee berpikir kalau itu telp Dari orang tuanya. Ji Ho membenarkan.
“Ya. Ada acara pernikahan, jadi mereka datang ke Seoul. Kurasa aku harus pergi ke rumah adikku malam ini.” Jelas Ji Ho
“Kalau begitu, apa aku harus ikut denganmu?” kata Se Hee. Ji Ho melotot kaget ingin tahu alasan Se Hee harus ikut.
“Kalau kita akan menikah, aku harusnya berkenalan dengan orang tuamu.” Jelas Se Hee. Ji  Ho pikir benar juga.
“Kita harus seperti itu jika kita mau menikah.” Kata Ji Ho bisa mengerti. 
“Ya. Sebenarnya aku sudah mengatur alur prosesnya semalam.” Ungkap Se Hee. 


Ji Ho melihat bagan dilayar TV [Alur perkawinan sewa dua tahun] mulai dari Proses pernikahan, menemui  orang tua, aula pernikahan, baju, pemotretan, bulan madu dst. Ji Ho tak percaya kalau mereka akan melakukan semua itu.
“Apa yang kau lihat sekarang ini alur pernikahan biasa. Jika itu pernikahan berdasarkan cinta..., maka inilah prosedur yang harus dilakukan Namun untuk pernikahan kita, kita bisa melewatkan proses ini Kita hanya perlu fokus pada hal itu dan Hanya itu yang perlu kita lakukan.” Kata Se Hee
“Ya. Jadi apa kau mau datang hari ini?” tanya Ji Ho ragu. Se Hee pikir itu akan efisien.
“Tapi jika ini terlalu mendadak...Ahh.. Tidak, kita pergi saja hari ini.” Kata Ji Ho memutuskanya. Se Hee pun mengangguk setuju. 

Ho Rang menyapa semua tamu yang meninggalkan restoran, lalu memanggil Seul Gi membahask tadi salah ambil pesanan untuk meja 13, Seul Gi terlihat gugup membenarkan dan meminta maaf  dengan berjanji takkan mengulanginya lagi. Ho Rang pikir tak mungkin bisa begitu. Seul Gi mulai ketakutan.
“Tentu saja,  kau akan membuat kesalahan saat kau latihan. Kalau kau buat kesalahan,  maka kau harusnya bilang saja, jadi aku bisa mengatasinya.”kata Ho Rang. Seul Gi tersenyum dan mengangguk mengerti.
“Ada reservasi di meja tiga, jadi rapikan mejanya.” Kata Ho Rang lalu melonggo kaget melihat Ji Ho masuk restoran melambaikan tanganya. 


Keduanya duduk didepan pertokoan, Ho Rang kesal  Ji Ho tidak memberitahunya dan benar-benar sangat marah, karena Gara-gara Ji Ho mereka minum 5 botol Soju semalam. Ji Ho pikir itu alasanya langsung datang menemui temanya.
“Jadi Apa Kau sudah pindah lagi ke tempat pemilik baru itu?” ucap  Ho Rang
“Ya, kami sudah seperti teman serumah, tapi... Ceritanya panjang. Jadi Kita bertiga harus bertemu.” Kata Ji Ho. Ho Rang bertanya apakah sudah memberitahu Soo Ji dan ingin tahu tanggapan temanya.
“Aku sudah telepon dia. Dia bilang sebaiknya kita minum saja.” Kata Ji Ho
“Apa Dia bisa minum lebih banyak setelah itu? Apa dia itu kelinci? Dia pasti punya paru-paru cadangan.” Keluh Ho Rang lalu melihat tas yang dibawa Ji Ho berpikir kalau isinya Daging sapi.
Ji Ho mengaku kalau harus pergi ke suatu tempat. Ho Rang melihat kalau penampilan Ji Ho sangat berbeda hari ini bahkan Tas juga baru, menduga sepertinya mau menemui orang yang penting. Ji Ho mulai gugup,  Ho Rang  menebak kalau JiHo mau bertemu dengan penulis baru, Ji Ho langsung membenarkan.
“Baguslah... Ada banyak penulis di dunia ini... Sayang sekali  kalau kau berhenti karena mereka.” Ungkap Soo Ji
“Ho Rang. Ada yang mau kutanyakan. Saat seorang pria bertemu dengan orang tua si wanita, apa yang harus disampaikan pria itu agar orang tua si wanita terkesan? Jadi... Si pria ini mau coba minta izin buat menikah.” Kata Ji Ho sedikit gugup
“Kenapa kau tanya itu???.... Ahhh pasti itu untuk dialog drama, kan? Apa penulis barumu mengetesmu? Aku ahli dalam hal-hal seperti ini.” Kata Ho Rang bangga. 



Ji Ho sudah duduk di halte bus, tatapanya langsung berubah melihat sosok Se Hee berjalan dengan setelan jas dan terlihat sangat gagah. Se Hee melihat Ji Ho yang datang lebih cepat. Ji Ho hanya diam saja. Se Hee yang memiliki perasaan datar melihat Bus sudah datang lalu mengajak untuk segera naik.
 “Selain ketiga hal ini apa masih ada yang harus kuperhatikan?” ucap Se Hee duduk dicafe sebelum bertemu calon ayah mertuanya.
“Ada satu lagi... Adikku kadang bisa agak lepas kendali.” Cerita Ji Ho. Se Hee binggung apa maksudnya lepas kendali.
“Tapi Sudahlah. Aku saja yang urus itu, jadi jangan khawatir. Kau hanya perlu berhati-hati bicara dengan ayahku.” Kata Ji Ho. Se Hee mengerti dan akan mengingatnya dengan baik-baik.
“Semisal...semua tiga cara itu tidak berhasil..., maka kau harus menggunakan cara lain” jelas Ji Ho. Se Hee ingin tahu apa caranya. Ji Ho merasa Se Hee mungkin tidak suka ide ini.
“Begini, aku tadi dapat saran dari temanku karena dia ahlinya dalam pernikahan.” Kata Ji Ho memberitahu tentang pesan yang dikirimkan Ho Rang 



Inilah hal penting untuk mengambil hati ayah mertuamu. Yang pertama, "Aku tidak akan membiarkan putri Bapak kesusahan bekerja
."
Yang kedua, "Akan kuperlakukan putri Bapak sebagai ratu."
Yang ketiga, "Aku akan melayani putri Bapak seperti seorang putri seumur hidupku."
Yang keempat, "Aku akan mencintai putri Bapak hingga tutup umurku."

Se Hee yang mendengarnya seperti mulai ciut dengan semua tips yang diberikan Ho Rang, memastikan apakah akan berhasil dengan melakukan itu. Ji Ho pikir itu mungkin saja.  Se Hee pikir akan berusaha sebaik mungkin.


Ji Ho berjalan bersama Se Hee menuju rumahnya, Ji Seok melihat kakaknya langsung memeluknya dari belakang, dengan memuji kalau Setelah pindah, makin keren saja, bahkan Bajunya juga baru begitu juga tasnya. Ji Ho mengelak dengan mendorong adiknya agar menjauh.
“Ini Pacar baru juga.” Kata Ji Seok melihat Se Hee. Ji Ho membenarkan dengan meminta agar adiknya menyapa calon kakak iparnya.
“Senang bertemu denganmu. Namaku Nam Se Hee.” Kata Se Hee. Ji Seok pun memberitahu dengan saling berjabat tangan.
“Ayah Ibu ada di rumah, 'kan?”kata Ji Ho. Ji Seok membenarkan dan tahu kalau keduanya pasti belum makan malam dan menyuruhnya untuk segera masuk saja.
“Ini lumayan juga... Adikmu sepertinya tidak....” komentar Se Hee melihat adik Ji Ho yang masuk rumah tapi saat itu juga terdengar teriakan  Ji Seok memberitahu orang tuanya kalau kakaknya membawa pacar. 

Semua makan malam dengan suasana hening, Ayah Ji Ho seperti macan yang siap mengaung dan Se Hee seperti anak anjing yang ketakutan. Se Hee menaruh sendoknya. Tuan Yoo bertanya apakah Se Hee tidak suka sup kepiting doenjang, memberitahu kalau Supnya itu mengunaan kepiting besar da Di Seoul, tak ada ada makanan seperti itu. Se Hee binggung.
“Maksudnya, kau harus makan yang banyak.” Bisik Ji Ho mencoba menjelaskan ucapan Ayahnya yang mengunakan bahasa daerah.
“Ya. Terima kasih atas makanannya.” Kata Se Hee ingin mencicipi dengan sendok, tapi saat itu Tuan Yoon meminta agar bisa menuangkan soju. Se Hee binggung tangan kanan sedang memegang sendok dan gelas ditangan kiri.
Akhirnya Ia memilih untuk memegang gelas dengan kedua tanganya, Ia mengingat ucapan Ji Ho sebelum datang ke rumah “Keluargaku sangat mengutamakan laki-laki. Yang perlu kaulakukan adalah menuruti kata ayahku. Tiga hal saja yang kau ingat. Pertama, minum tuangan pertama langsung sekaligus.”
Se Hee langsung menghabiskan minumanya, Tuan Yoon meminta agar bisa dituangkan. Se Hee pun melakukanya. Tuan Yoon mulai menanyakan apa perkerjaan Se Hee sekarang. Se Hee memberitah sedang  bekerja sebagai desainer dan CTO di perusahaan start up yang mengembangkan layanan jejaring sosial.
“Kedua, jawabanmu harus singkat, padat, dan jelas. Maka Jika lebih dari dua kalimat, dia tak mau dengar.” Pesan Ji Ho pada Se Hee untuk menghadapi ayahnya. 


“Aku kerja di sebuah perusahaan IT.”kata Se Hee singkat. Tuan Yoon tak mengerti IT itu apa. Se Hee menjelaskan Tentang pengembangan aplikasi ponsel.
“Apa itu perusahaan penyalur?” tanya Tuan Yoon terlihat belum bisa mengerti.
“Terakhir, jika dia menuntut semacam penjelasan, maka kau sebutkan contoh yang sangat terkenal.” Jelas Ji Ho sebelumnya.
“Jadi kami mengembangkan sesuatu seperti messenger yang banyak digunakan orang untuk mengobrol.” Kata Se Hee.
Tuan Yoon ingin tahu Dimana perusahaannya. Se Hee menjawab ada di Co-working Space yaitu Perusahaan start-up. Ji Ho mulai panik.Se Hee dengan cepat mengatakan Letaknya di antara gedung kantor Samsung dan LG. Tuan Yoon bangga karena tempat itu sangat elit. 
“Jadi Dia rupanya bekerja di perusahaan bagus. Semua konglomerat itu kurang berpengaruh. Mengembangkan messenger seluler dan media sosia itulah namanya bisnis sungguhan, akhir-akhir ini.” Ungkap Tuan Yoon terlihat sangat bangga dan penuh semangat
“Jika dia bersemangat dan terus berbicara..., artinya kau telah hampir menyelesaikan misi tersebut.” Kata Ji Ho sebelumnya. 
Se Hee melihat Tuan Yoon yang membahas kalau ada Mobil yang  menyetir sendiri. Ibu Ji Ho melihat anaknya menyuruh suaminya agar menghentikan ucapanya dan makan saja. Tuan Yoon mulai mengeluh istrinya yang terlalu banyak memasukan ikan ke dalam sup.
“Ayah... Jadi... Kami....ingin menikah.” Kata Ji Ho. Ayah, ibu, Adik dan adik iparnya hanya bisa melonggo tak percaya mendengarnya.
“Aku tahu ini sangat mendadak tapi kami berdua sudah memasuki umur matang buat menikah. Kami pikir lebih cepat lebih baik.” Jelas Ji Ho
“Noona, kau sedang hamil, kan?” ucap Ji Seok dengan bahasa daerah. Ji Ho menegaskan tidak Se Hee binggung maksudnya berpikir kalau Ji Seok  malah membahas Shinzo Abe
“Jadi dia ini bertanya..., Apakah aku mengandung bayi darimu?” bisik Ji Ho menjelaskan. Se Hee pun melotot kaget.
“Tidak, itu tidak pernah terjadi... Tentu saja, kami hanya serumah tapi kami tak menganggu privasi masing-masing.” Kata Se Hee. Semua makin kaget mengetahui mereka yang sudah tinggal bersama.


“Berarti teman serumahmu itu pacarmu?” kata Ibu Ji Ho tak percaya keduanya sudah tinggal bersama. Ji Ho meminta ayahnya agar mendengar penjelasanya lebih dulu.
“Ayah tidak membesarkanmu jadi seperti ini. Ayah membiarkanmu pindah ke Seoul, tapi Begitu teganya kau melakukan ini? Kau bilang Kalian tinggal bersama?” kata Tuan Yoon sudah berdiri dan tak bisa menahan amarahnya. Ibu Ji Ho meminta suaminya agar duduk dan bisa berhenti mengomel. 
“Apa Kau sudah gila? Apa harus aku harus mengurungmu di kamar?” kata Tuan Yoon makin marah. Se Hee berusaha menjelaskan kalau yang dipikirkan Tuan Yoon itu salah paham.

“Kami tinggal bersama bukan seperti yang Bapak kira. Aku sekarang cuma mau mencoba memperbaiki kesalahpahaman Bapak Jadi Dengarkan aku dulu.”kata Se Hee. Tuan Yoon yang keras kepala tak suka Se Hee yang terus berbicara.  Akhirnya Ji Ho menendang kaki Se Hee dan membuatnya berlutut, Se Hee kaget dan Ji Ho memperlihatkan pesan yang dikirimkan oleh Ho Rang di ponselnya.
“Aku akan... Aku tidak akan pernah membiarkan tangan putri Bapak keringatan.” Ucap Se Hee membuat Ayah Ji Ho pun terdiam, bahkan semua tak percaya melihatnya. 

Ho Rang masuk ke toko dan langsung duduk disofa kesayanganya. Semua anak buahnya berkomentar kalau Ho Rang nanti bisa bosan sama sofa itu bahkan sebelum membelinya. Ho Rang pikir tak mungkin karenasudah memikirkan bagaimana caranya menghias rumahnya dengan sofa kesayangan.
“Hari ini, aku penasaran... kenapa kau belum kesini.”kata si pegawai lalu memberitahu Seul Gi kalau Sofanya akan datang minggu depan.
Semua terlihat binggung dan bertanya apakah Seul Gi membeli sofanya padahal rumahnya kecil dan apakah masih muat untuk menaruh sofa. Seul Gi membenarkan dan memberitahu akan pindah tempat tinggal, karena menikah bulan depan. Ho Rang kaget mendengarnya dan semua memberikan Selamat.
Seul Gi meminta maaf pada Ho Rang, Ho Rang pikir kenapa harus meminta maaf padanya. Seul Gi tahu Ho Rang  ingin membeli sofa ini dan stoknya tinggal satu dan ingin mencari yang lain, tapi pacarnya ingin sofa pink yang ada didepan etalase. Ho Rang pikir tak perlu seperti itu karena ia juga bisa mencari yang lain, dengan menahan rasa sedihnya segera pamit pergi. Teman-teman Seul Gil langsung membahas bagaimana Seul Gi bertemu dengan calon suaminya. 

Ho Rang keluar dari Supermarket Gongwon menelp Won Seok untuk bisa jemput tapi mendengar banyak suara berisik jadi ingin tahu keberadaan pacarnya.  Won Seok mengatakan di luar sama Sang Goo. Ho Rang kesal kesal karena Won Seok yang baru memberitahu. Won Seok pikir Ho Rang akan makan malam dengan perusahaan.
“Aku tidak jadi pergi dan ingin makan malam bersamamu.” Ucap Ho Rang. Won Seok terlihat binggung.
“Apa Kau bisa menunggu sebentar? 30 menit lagi, aku pergi.” Kata Won Seok. Ho Rang kesal karena dirinya sangat kelaparan jadi mana bisa menunggu 30 menit dan mengatakan kalau akan makan sendiri dan langsung menutup telpnya. 

Sang Goo bertanya apakah mereka bertengkar lagi. Won Seok binggung dengan sikap Ho Rang akhir-akhir ini. Sang Goo menyuruh Won Seok agar menceritakan saja. Won Seok juga tak tahu harus menceritakan apa karena itu membuatnya sangat kesal. Sang Goo meminta Won Seok agar memberikan ponselnya.
“Kau berikan Ponselmu. Biarkan pakar ini menganalisis data untukmu dan Tak usah bayar.” Kata Sang Goo
“Tak perlu. Akulah yang paling mengenalnya.” Ucap Won Seok menolak. Sang Goo pikir tak masalah juga untuknya. Akhirnya Won Seok pun memberikan ponselnya.
Sang Goo melihat Chat yang dilakukan Won Seok dengan Ho Rang mulai dari "Aku cinta kau, Kau lagi apa?, Aku besok libur, Ayo kita makan gurita besok, Kau seharusnya tidak boleh makan itu kalau perut lagi kosong." Won Seok meminta agar tak membaca pesan-pesanya.
Akhirnya Sang Goo melihat foto dengan caption yang dituliskan Ho Rang  "Rekan kerjaku membeli sofa itu untuk rumah barunya." Lalu Won Seok membalas “Berarti, ini bagus bagi Seul Gi. Selamat!"
“Kau menuliskan "Baguslah buat si Seul Gi. Selamat!".. Apa Kau sudah gila?” ucap Sang Goo tak percaya. Won Seok binggung seperti merasa tak ada yang salah. 


“Apa Kau tidak mengerti metafora dari pesannya?” kata Sang Goo yang sangat berpengalaman.
“Dia mengirimiku foto dirinya sendiri, Jadi kubilang kalau dia itu cantik. Dan rekan kerjanya akan menikah Jadi aku bilang, "Selamat!" Apa harus ada yang kukatakan lagi?” kata Won Seok polos
“Coba kau lihat ini... Apa menurutmu dia hanya ingin mengirim foto dirinya? Dan Bisa-bisanya kau bilang kasih selamat buat rekan kerjanya? Kau tak mengerti apa maksud dia ini..., dasar bodoh?” kata Sang Goo.
Won Seok mengerti yang dimaksud Sofa, tapi menurtnya kenapa Ho Rang harus membicarakannya seperti itu karena bisa saja hanya mengatakanya.  Sang Goo bertanya apakah ada ruangan di rumahnya sekarang karena  tahu tinggal di rumah atap kecil.
“Tentu saja, dia tidak bisa bilang apapun tentang hal itu padamu.” Tegas Sang Go.  Won Seok pun bisa mengerti kalau dengan alasan itu Ho rang  selalu bicara soal rumah dan sofa.
“Baiklah, biar kuberitahu hal yang sangat penting, jadi Dengar baik-baik. Wanita tidak pernah mengatakan apa maunya secara langsung dan Mereka tidak pernah seperti itu pada pria. Jadi Mereka ingin mendengarnya langsung dari si pria. Untuk mendengar apa yang ingin mereka dengar, maka mereka terus berbicara dengan si pria. Tapi ucapan mereka selalu panjang lebar dan Terkadang ucapannya bisa kuat, Kadang bisa lucu. Tapi pada akhirnya, kau jadi menggila. Apa Kau paham?” kata Sang Goo.
Won Seok terdiam, Sang Goo mengejek kalau Won Seok yang tak mengerti tentang wanita maka selalu gagal. Won Seok pikir Benar juga menurutnya  mereka tidak berkencan dengan penampilan tapi butuh kemampuan. Sang Goo dengan bangga kalau mereka juga bisa berkencan dengan orang yang penampilannya bagus denga menganggap dirinya “Sang Goo Ajaib.” Won Seok memberikan tepuk tangan untuk memujinya.
Bersambung ke part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar