PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Rabu, 18 Oktober 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 3 Part 1

PS : All images credit and content copyright : TVN
Se Hee mengatakan kaalu memang Ji Ho memilki waktu meminta agar bisa menikah denganya. Ji Ho terdiam sempat sempat mengatakan Ya, lalu berteriak kaget tak percaya dengan yang dikatakan Se Hee. Ia dengan terbata-bata ingin tahu harus menikah dengan Se Hee.
“Pernikahan... Kenapa aku... menikah? Kenapa kita harus menikah? Kenapa kau dan aku harus seperti itu?” ucap Ji Ho binggung.
“Sudahlah. Pura-pura saja aku tadi tak bilang begitu... Aku tadi tidak  sungguh-sungguh. Lupakan saja. Jadi Aku tidur dulu.” Ucap Se Hee lalu berdiri dari tempat duduknya.
“Seprainya masih ada di  kamar lamamu. Aku mencuci sarung bantal...” kata Se Hee. Ji Ho pikir tak perlu
“Kalau tak pakai sarung bantal, nanti kotor.” Ucap Se Hee.
“Tidak, maksudku aku  sekarang mau pamit pulang lagi.. Tadi 'kan aku sudah bilang.  Aku tadi keluar jalan-jalan. Sekarang aku harus pulang.. jadi Terima kasih birnya.” Kata Ji Ho bergegas pergi. Se Hee binggung kare melihat jam sudah pukul 3 dini hari. 


Ji Ho keluar dari apartement mencari dari ponselnya untuk memesan taksi, mencari ke arah “Gayang-dong, Gangseo-gu tapi sepertinya ragu. Lalu ia mencari ke “Mangwon-dong”, kembali ragu. Ia akhirnya mengeluh pada dirinya sendiri yang tak punya tempat tujuan satu pun.
Pesan dari Se hee masuk  dan Ji Ho pun membacanya. “Aku kirim sms karena kau tidak  akan dapat taksi jam segini. Kata sandi rumahku sama seperti dulu.”
Ji Ho akhirnya kembali masuk kamar setelah membaca pesan dari Se Hee. Dalam kamarnya  Ia kembali mengingat saat Se Hee mengatakan “Kalau kau ada waktu...Maukah kau menikah denganku?”

“Padahal dia benar-benar mengajakku menikah dengannya.” Kata Ji Ho lalu mendengar suara pintu kamar Se Hee yang terkunci, mulutnya kembali melonggo dengan wajah kesal.
“Kenapa dia selalu...Akulah yang harusnya mengunci pintu.  Apa dia ini lagi main-main atau apa?  Kau bilang Menikah? Kita saja  baru bertemu pertama kali. Dan Bisa-bisanya dia mengunci pintu setelah  menanyakan pertanyaan seperti itu padaku?” ucap Ji Ho kesal, lalu memasang alarm kalau akan berangkat besok naik kereta pertama.


Se Hee keluar dari kamar langsung menelp bagian keamanan, untuk melaporkan tetangga yang sedang  renovasi tanpa memberitahu, karena suaranya sangat menganggu. Tapi Se Hee sadar kalau itu bukan suara  dari konstruksi, lalu melihat dari pintu kamar Ji Ho sedang tertidur pulas sambil mendengkur dan menutup pintu.
“Aku cuma menumpang tidur disini sampai  kereta bawah tanah besok mulai beroperasi. Aku pasti sudah tak ada disini waktu  kau bangun nanti, jadi selamat tinggal.”
Se Hee seperti membaca pesan yang dikirimkan Ji Ho, lalu berusaha untuk menganggap tak mendengar dengkuran Ji Ho. 

Soo Jin menelp Ho Rang karena Ji Ho tak mengangkat telp bahkan tak balas pesan sambil merokok diatap gedung. Ia pikir kalau Ji Ho sedang rapat, saat itu beberapa pria datang dan Soo Jin buru-buru menutup telpnya.
“Asisten Woo.  Apa Kau keluar cari angin?” sapa manager Park. Soo Jin membenarkan.
“Kau harus merokok sama kami.” Ajak manager Park. Teman yang lain merasa tak perlu bercanda seperti itu. Soo Ji  memilih untuk kembali ke ruangan, Manager Park pikir tak masalah mengejek Soo Jin karena jabatannya sebagai Asisten. 

Ho Rang seperti mencoba menelp Ji Ho tapi tak diangkat, lalu duduk disoaf berwarna pink. Si Pegawai mengaku penasaran karena Ho Rang yang  tidak datang hari ini, lalu memebritahu Sofa yang didudukinya itu tinggal beberapa lagi jadi harus segera membelinya.
“Apa kau Serius? Jangan sampai terjual. Aku 'kan ingin membelinya buat rumahku kalau sudah menikah. Apa Tahun depan masih ada lagi tidak sofanya?” ucap Ho Rang. Si pegawai sedikit berpikir.
“Bilang saja ke pacarmu kau  harus segera menikah. Lagipula, kau sebaiknya menikah saat kau masih cantik begini.” Kata si pegawai. Ho Rang tahu pacarnya itu orang sibuk.
“Dia lulusan Universitas Nasional Seoul.”kata Ho Rang bangga. Pegawai terkesima dan ingin tahu pekerjaanya.  Ho Rang pikir kalau menjelaskan pasti takkan mengerti. Si pegawai mengejek Ho Rang seperti terlalu berlebihan lalu bergegas pergi. 

Ji Ho terbangun dari tidurnya setelah bunyi alarm jam lima sore, seperti tak sadarkan diri kalau memasang alarm jam 5 sore bukan jam 5 pagi. Akhirnya ia menarik tanganya keatas, merasa kalau Badannya segar sekali padahal cuma tidur dua jam. Kitty sudah menunggu dan meminta makan dengan berdiri didepan mangkuk makanya.
“Kenapa kau makan jam lima pagi?” ucap Ji Ho memberikan satu gelas makanan. Kitty mulai makan. Ji Ho meminta agar Jangan berisik karena Se Hee akan terbangun nanti.  Tapi saat itu Se Hee masuk rumah. 

Ji Hoo kaget melihat Se Hee masuk dan bertanya darimana. Se Hee dengan wajah datarnya mengatakan kalau baru pulang kerja. Ji Hoo kaget Se Hee yang baru pulang pagi hari. Se Hee membenarkan.
“Apa kebetulan kau baru bangun?” tanya Se Hee. Ji Ho membenarkan. Kali ini Se Hee yang kaget karean Se Hee bangun jam 5 sore.
“Aku padahal sudah kirim SMS ke kau kemarin kalau aku bakal pulang naik kereta pertama.” Ucap Ji Ho. Se Hee pikir yang dimaksud itu adalah kereta terakhir.
“Kau bilang Kereta terakhir? Bukankah ucapanmu ini tak sopan sekali?Apa maksudmu kereta terakhir? Lalu Kau anggap aku ini apa? Dari semalam, kau selalu bersikap kasar padaku. Aku ini banyak pikiran, jadi cuma tidur dua jam. Aku saja bangun pagi-pagi buta biar bisa naik kereta pertama. Tak kusangka kau tak sopan begini.” Ucap Ji Ho marah
“Aku cuma bilang  apa adanya. Kereta pertama tidak lagi akan beroperasi sekarang.” Kata Se Hee.
Ji Ho binggung, Se Hee memberitahu kalau Sekarang jam lima sore, jadi tidak bisa naik kereta api pertama dan munkin bisa naik kereta terakhir. Ji Ho baru sadar kaalu sekarang jam 5 sore bukan jam 5 pagi dan tidak tidur selama dua jam. Se Hee menegaskan kalau Tepatnya tidur 14 jam.
“Apa sekarang ini seriusan?” ucap Ji Ho seperti tak percaya. Se Hee membenarkan.
“Aku salah pasang salah. Aku padahal sungguh berencana  berangkat naik kereta pertama.” Kata Ji Ho bingung.
“Ya. Kau tadi tidur nyenyak sekali,  jadi aku tak enak mau membangunkanmu. Sepertinya selama ini, kau tak bisa tidur nyenyak beberapa hari terakhir ini. Pasti di tempat tinggalmu, maka kau tak merasa nyaman.” Ucap Se Hee. Ji Ho tiba-tiba mengeluarkan suara dari perutnya kalau terasa lapar. 


Ji Ho duduk dimeja makan dengan mie instant,  keduanya hanya diam lalu Ji Ho lebih dulu membuka mie dan memutuskan untuk menutupnya kembali mengajak Se Hee bicara. Ia ingin tahu alasan Se Hee melakukan ini dan bersikap baik padanya. Se Hee binggung karena seperti tak merasakan itu.
“Kau kasih ramyeon ke  aku yang ukuran besar. Kau memberiku sarung bantal baru. Kau bahkan mengajakku  menikah denganmu.” Ucap Ji Ho
“Sudah kubilang, anggap saja perkataanku itu tak pernah kukatakan.” Kata Se Hee.
“Tapi aku mendengarmu.” Kata Ji Hoo. Se Hee meminta agar Ji Ho tidak perlu memikirkannya.
“Tapi aku memikirkannya.” Kata Ji Ho. Se Hee mengalihkan dengan mengajak makan karena nanti ramyunya jadi lembek.
“Apa mungkin kau... menyukaiku?” kata Ji Ho. Se Hee sedang makan ramyun terhenti dimulutnya karena tak menyangka Ji Ho menanyakan hal itu. 


[Episode 3: Karena ini Lamaran Pertamaku]
Ji Ho bertanya apakah mungkin Se Hee menyukainya,  Se Hee dengan tegas menjawab tidak karena alasan memberikan ramyun ukuran besara adalah ia kurang suka makanan pedas, lalu ia juga memberikan sarung bantal...karena tidak bersih, apabil tidur tanpa sarung bantal.
“Dan soal ajakan menikah... Aku menanyakannya  karena aku membutuhkanya” kata Se Hee. Ji Hoo binggung Se Hee yang membutuhkan dirinya.
“Ya... Jika aku harus menikah..., kurasa kau sangat cocok jadi pilihanku.” Ucap Se Hee. Ji Ho ingin tahu apa yang membuat Se Hee membuat kesimpulan itu.
“Aku butuh orang buat bersih-bersih rumah, dan kau butuh rumah. Aku butuh orang buat bayar  sewa secara rutin dan kau butuh kamar tanpa  bayar deposit. Bukankah kita berdua pasangan yang paling cocok untuk hidup bersama? Jadi Makanya aku bertanya begitu dan Tak ada maksud lain.” Jelas Se Hee.
“Tapi tetap saja, kenapa kau  mengajakku menikah? Meski begitu, kenapa kau harus menikah karena rumah?” kata Ji Ho bingung.
“Lalu kenapa menurutmu orang menikah?” tanya Se Hee. Ji Hoo pikir itu karena Cinta, kasih sayang dan Karena itulah orang menikah.
“Benar juga... Kebanyakan orang berpikir begitu. Namun, apa kau butuh cinta dan kasih sayang sekarang juga? Apa Lebih membutuhkan itu dari sekedar tempat tinggal?” kata Se Hee
Ji Ho mengatakan kalau sekarang tidak Tapi suatu hari nanti pasti membutuh itu. Se Hee mengerti terlihat wajah kecewa karena berpikir JI Ho tipe orang yang sama seperti dirinya dan sudah salah menilainya.
“Anggaplah pembicaraan ini tidak pernah terjadi dan Makanlah ramyeon-mu sebelum kau pergi.” Kata Se Hee meninggalkan ramyun begitu saja dan langsung masuk ke kamar. 


Manager Park melihat Soo Ji yang didepan mesin foto kopi bertanya apakah belum pulang. Soo Ji mengatakan ada yang harus diselesaikan. Manager Park tahu kalau besok adalah tenggat waktunya dan berpikir kalu Soo Ji bisa menyuruh bawahannya saja.
“Kau terlalu berpengalaman buat mengerjakan tugas ini. Jangan terlalu baik sama mereka karena kau seorang wanita dan Kau harus tegas kasih perintah.” Ucap Manager Park seperti mengejek.  Soo Ji mencoba mengalihkan kalau Manager Park akan pulang.
“Aku juga ada yang harus kuselesaikan. Tapi Karena kau sudah terlanjur disini, kuserahkan kerjaanku, aku pulang duluan” kata Manager Park
“Apa?!! Apa hubungannya dengan  kau pulang duluan?” ucap Soo Ji heran.
“Tidak ada hubungannya dengan pekerjaanmu, tapi apa kata orang. General manajer bilang  begini beberapa hari lalu. Dia bilang, jangan kerja lembur dengan wanita lajang sepertimu. Kau tahu pasti tahu maksudnya” ucap Manager Park
“Aku tahu kau tidak mengerti karena kau melajang tapi bagi pria yang beristri seperti aku,  maka aku harus hati-hati dengan rumor. Jika rumor mulai menyebar...” kata Manager Park dan Soo Ji langsung menyela kalau akan pulang lebih lalu mengumpat marah sambil berjalan pulang.


Ho Rang dengan semua temanya, menyapa semua pelanggan keluar dari restoran sampai akhirnya. Setelah itu denga penuh semangat mengaak mereka untuk membersihkan semua setelah itu bisa pulang. Mereka sudah berganti pakaian ingin memutuksan makan malam bersama. Tiba-tiba mereka berhenti melihat sosok pria itu sangat manis yang sedang menunggu seseorang.
“Dia tipeku sekali dan Tampan sekali.” Puji salah satu pegawai. Ho Rang melihat kalau pria yang mereka kagumi adalah Won Seok, merasa bangga.
“Bukankah dia pacar manajer kita?” kata Pegawai lainya. Pegawai itu pun meminta maaf pada Hong.
“Dia super tampan, 'kan? Aku duluan dan Sampai jumpa besok.” Kata Ho Rang berlari menghampiri Won Seok.

Won Seok melihat Ho Rang yang datang langsung memeluknya, keduanya berjalan pulang sambil berpelukan. Mereka mulai membahas Ho Rang pernah bercerita kalau  sudah lama pacaran selama tujuh tahun.
“Tapi walau begitu, pacarnya tetap menjemputnya walau dia lembur.” Komentar seorang pegawai merasa iri melihat Won Seok masih perhatian. 


Ho Rang keluar dari kamar mandi bertanya apa yang dikerjakan Won Seok hari ini. Won Seok mengatakan kalaumelakukan hal keren. Ho Rang bertanya apakah Won Seok  sudah dapat investor yang mau berinvestasi, Won Seok memperlihatkan laptopnya.
“Coba Lihat ini. Inilah grafik yang  kuselesaikan kemarin. Ini Cantik, kan?” ucap Won Seok seperti hanya ia yang tahu arti gambar yang dibuatnya.
“Sayang, bukannya ini mirip  rasi bintang?  Kurasa kata bijak dari “Carl Sagan” memang benar. Pada akhirnya, manusia dan alam  semesta semuanya saling terhubung. Ini Sangat cantik, kan?” kata Won Seok.
“Ya. Tapi ini mirip gorengan yang ada di restoran.” Ungkap Ho Rang tak terarik dan mulai memakai cream wajah.
Ho Rang membahas tentang sofa yang dikatakan sebelumnya.  Won Seok seperti lupa tapi mengingat kalau maksudnya sofa yang baru datang. Ho Rang membenarkan, dan memberitahu kalau stoknya tinggal sedikit. Won Seok tahu kalau Hanya orang yang sungguh menginginkannya yang akan membelinya.
“Meski mengalami kemunduran ekonomi,  orang kaya membeli apapun yang mereka mau.” Kata Won Seok santai
“Katanya banyak pengantin baru  beli sofa itu dan sofa itu sangat cocok  buat rumah pengantin baru.” Ucap Ho Rang seperti sangat mengingikan sofa itu
“Makanya tadi kubilang, hanya orang kaya yang beli seperti itu , mereka adalah orang kaya. Orang kaya beli apapun yang  mereka mau meski krisis ekonomi. Korea sangat jauh ketinggalan.” Kata Won Seok.
Ho Rang yang kesal memilih untuk mempercepat mengusap wajahnya. Won Seok binggung  bertanya-tanya apakah ada masalah karena seperti melampiaskan amarah pada wajahnya. Ho Rang mengatakan tak ada bahkan lancar-lancar saja dan langsung masuk kamar mandi.
“Terus kenapa dia marah? Aku 'kan tak salah apa-apa Apa aku ada salah ?” ucap Won Seok binggung
“Hei, alamat tempat  tinggal Ji Ho sekarang dimana? Soo Ji ingin tahu karena Ji Ho tidak angkat teleponnya.” Kata Ho Rang membuka pintu kamar mandi.
“Kau bilang Ji Ho? Dia sudah keluar dari  rumah itu minggu lalu.” Kata Won Seok. Ho Rang kaget mendengarnya. Won Seok heran Ho Rang tak tahu tentang temanya. Ho Rang pun bertanya-tanya selama ini temanya itu tidur dimana. 



Ji Ho berjalan ke halte bus dengan celana tidurnya mengingat kembali ucapan Se Hee “Kukira kau tipe orang yang sama seperti aku.” Lalu bertanya-tanya apa maksudnya kalau sama seperti Se Hee. Tanpa sadar kalau banyak orang yang melihat Ji Ho karena mengunakan baju tidur keluar dari rumah. Ji Ho pikir Se Hee aneh sekali, lalu duduk di halte dan baru sadar kalau sedari tadi banyak orang yang menatapnya.
“Hei... Soo Ji, ini aku.” Ucap Ji Ho mengangkat telp dari temanya. Soo Ji ingin tahu keberadaan Ji Ho sekarang karenaTelepon, tak diangkat dan SMS juga, tak dibalas.
“Nanti aku cerita kan dan aku lagi di dekat tempat tinggal pemilik baru itu.” Kata Ji Ho. Soo Ji mengatakan sedang ada didekat situ, dan ingin tahu posisi Ji Ho sekarang.
“Aku di halte bus.” Kata Ji Ho. Soo Ji bisa melihat kalau di halte bus ada waktu gila yang pakai piyama dan ingin tahu tepatnya dimana. Ji Ho dengan malu memberitahu kalau itu adalah dirinya. Saat itu juga mobil Ji Ho datang.
“Hei... Ji Ho, Apa kau tidur di jalanan?” teriak Ho Rang dari dalam mobil. Ji Ho terlihat malu dan buru-buru masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan halte. 

Ho Rang tak percaya Soo Ji keluar  dan jalan pakai piyama. Soo Jin mulai mengumpat kalau akan membunuh Yong Suk tengah malam sekarang ini. Ho Rang ingin tahu Apa sutradara utama dan penulis Hwang tahu soal ini. Soo Ji terus mengumpat tak bisa menahan amarahnya.
“Hei! Berapa nomor teleponnya?” kata Soo Ji tak ingin temanya dilecehkan begtu saja. Ho Rang meminta Soo Ji membiarkan temanya bicara lebih dulu.
“Ini Tidak ada yang tahu. Aku langsung keluar tempat itu tanpa banyak berpikir.” Kata Ji Ho
“Kenapa kau tidak kabari kami?” kata Soo Ji marah. Ji Ho  tidak tahu apakah Soo Ji makan dan tidur di kantor.
“Makanya. Kau harusnya telepon aku. Lalu kenapa kau pergi ke rumah apartemen  itu kalau kau tidak tinggal disana lagi?” kata Soo Ji. Ji Ho mengaku kalau hanya terus berjalan saja.
“Apa maksudnya? Kantormu itu 'kan  jauh sekali dari apartemen itu.” Kata Soo Ji heran .
“Ji Ho, apa ada yang terjadi antara kau dan pria itu? Apa kau akan jatuh cinta padanya?” kata Ho Rang mengoda.
Ji Ho mengelak karena tak merasakan apapun pada Se Hee.  Ho Rang melihat kalau ada yang mencurigakan. Ji Ho menyakinkan kalau tak ada apa-apa. Ho Rang bisa melihat Ji Ho yang terlihat gugup. Ji Ho berteriak kalau tak ada apa-apa. Soo Ji heran melihat temanya terlihat marah dan menyuruh agar menginap dirumahnya saja.



Se Hee melihat mie cup ukuran besar yang sebelumnya diberikan pada Ji Ho, terlihat sudah rapih lalu menerima pesan dari ponselnya “Halo.,, Namaku Hwang Jae Hyun, dan aku tahu nomormu dari Tn. Nam.” Ia pun membalas kalau senang bertemu dengan wanita yang akan berkencan buta denganya.
Lalu melihat foto wanita pada account picturenya yang bertuliskan “Aku percaya pada takdir.” Si wanita bertanya apakah Se Hee punya waktu besok., Se Hee hanya bisa mengumpat karena benar-benar tak tertarik untuk menjalin hubungan. 

Ji Ho baru saja selesai mandi dan melihat temanya duduk dibawah bukan di tempat tidur. Soo Ji mengatakan kalau Tamu tidak boleh tidur di lantai dan ia suka tidur di lantai. Ji Ho pun hanya bisa tersenyum. Soo Ji meminta izin dulu agar bisa berkerja pada temanya karena Ada permintaan klien. Ji Ho bertanya apakah ada hari untuk melakukan demo.
“Ya... Itu acara dimana CEO dan investor  pemula saling bertemu dan mengobrol, Seperti kencan buta” kata  Soo Ji. Ji Ho melihat Nama perusahaannya unik.
“Ini aplikasi kencan online.  Apa Kau belum pernah coba? Jadi jika kau memposting fotomu di situs itu maka orang akan memberikan nilai.” Jelas Soo Ji sudah mulai memposting fotonya. Ji Ho melihatnya.
“Menurut skor, orang akan  ditempatkan di tingkat yang berbeda. Kemudian aplikasi tersebut mengenalkanmu pada pria dengan tingkat yang sama.” Kata Soo Ji
“Berart aku tak bisa bertemu pria yang tingkatannya lebih tinggi?” kata Ji Ho. Soo Ji menjawab bisa tapi Ji Ho harus membayarnya jika ingin bertemu  pria seperti itu.
“Apaan ini? Padahal 'kan itu bukan sistem kasta atau semacamnya? Menurutku aplikasi ini malah  membuat beberapa orang merasa rendah diri.” Komentar Ji Ho.
Soo Ji memberitahu ada banyak orang yang  pakai aplikasi ini bahkan Perusahaan ini perusahaan paling menonjol buat acara besok dan Setiap investor ingin berinvestasi bersama perusahaan itu. Ji Ho pikir Belakangan ini, memang banyak  orang punya masalah mental. Soo Ji tahu kalau sekarang Mentalnya harus kuat kalau mau pacaran dan kalau tak kuat maka tidak akan bisa.
“Belakangan ini, berkencan itu sudah seperti pertandingan. You know what I'm saying, baby?” kata  Soo Ji. Ji Ho mengatakan sudah mengetahuinya.
“Hei.. Apa ada lubang di rahangmu?  Kenapa makannya tumpah-tumpah terus dari mulutmu?” keluh Ji Ho yang sedari tadi membereskan makanan yang jatuh dibadan dan laptop temanya. 


“Manusia lebih sederhana dari yang  Anda kira. Kami fokus pada pemikiran itu. Kenapa begitu banyak orang  gagal dalam kencan buta? Percakapan yang baik dan perasaan baik terhadap satu sama lain terlalu bersifat subjektif. Kami memutuskan untuk lebih jujur.” Ucap Se Hee berdiri diatas panggung
“Menurut kami, manusia memiliki naluri dasar, untuk itu kami meluncurkan aplikasi. Pria cenderung fokus pada penampilan wanita dan Di sisi lain, wanita fokus pada kemampuan pria. Hal itu pun mempertimbangkan  jarak fisik antar manusia. Hal itu pun menentukan Anda dengan orang terdekat dengan Anda Akibatnya, 350.000 orang telah mendaftar dalam 5 bulan. Penjualan kami mencapai 380 juta won per bulan..” Jelas Se Hee. Soo Ji melihat dari belakang panggung. 
“Tapi..., Kenapa nama aplikasinya  "Berkencan, Bukan Pernikahan"? Bukankah lebih baik menekankan  pada hasil cinta, yakni pernikahan?” kata salah seorang investor.
“Kenapa menurut Anda  pernikahan bisa menjadi hasil cinta? Bukankah kita berkencan dengan  seseorang buat menikah?” kata Se Hee yang memiliki pemikiran dengan logika.
“Jadi bagaimana pernikahan itu bukan hasil cinta?” tanya si investor
“Pernikahan membatasi kebebasanmu. Dalam masyarakat modern, pernikahan hanyalah suatu sistem untuk melestarikan keturunan Anda dan Tidak lebih dari itu. Dan  menurut anda adalah Hasil cinta ? Itu harapan palsu dari  orang-orang yang jauh tertinggal. Mereka hanya ingin meneruskan sistem  kelestarian keturunan atas nama cinta.” Kata Se Hee dingin.
Sang Goo di pinggir panggung kebingungan melihat sikap Se Hee. Investor ingin tahu Apanya yang jauh tertinggal dan mengartikan kalau maksud Se Hee bahwa generasi mereka masih kolot. Sang Goo akhirnya naik panggung sebelum terjadi ketengangan mengatakan kalau bukan seperti itu.
“Aplikasi kami bertujuan untuk berkencan, bukan pernikahan. Setiap orang punya nilai  berbeda, dan ini memengaruhi fokus mereka dan bagaimana hal itu  terjadi ketika menyangkut pernikahan. Namun, Anda hanya berbagi satu prinsip dengan orang yang Anda kencani. Itulah cinta.” Kata Sang Goo menjelaskan
Lalu terlihat dilayar  [Cinta itu sains. Gunakan datamu untuk ber"Kencan, Bukan Pernikahan".] Soo Ji yang melihatnya melihat Sang Goo memang ahli juga menjual barang.

Sang Goo mengeluh pada Se Hee karena sudah memperingatkan agar jangan memancing pertanyaan, karena itu tugasnya dan Se HEe hanya perlu menunjukkan wajah tampannya pada para investor jadi tak akan sulit.
“Apa Sesulit itukah bertindak normal sedikit? Apa terlalu banyak mauku ini?” keluh Sang Goo. Se Hee berhenti dan hanya menatap dingin.
“Nam Se Hee, presentasimu sangat fantastis. Terbaik.” Puji Sang Goo lalu melihat temanya pergi dan bertanya mau kemana karena baru mulai acara dan harus pergi lagi ke acara networking.
“Aku tak mau tahu. Kau 'kan yang normal, jadi Jadi urus saja sendiri. CEO Ma” kata Se Hee memberikan berkasnya.
“Dia sering sekali dendam sama aku. Tapi Itulah salah satu poin menawannya. Aku akan membuatnya menjadi  pribadi yang lebih baik.” Kata Sang Goo melihat Se Hee pergi. 


Ji Ho pergi ke tempat tinggal sebelumnya, tapi pintunya terkunci dan dengan berat hati mencoba menghubungi Yong Suk “ Pintunya terkunci. Aku datang ke sini mau ambil barang-barangku.” Tapi kembali menghapusnya “Pintunya terkunci. Boleh aku ambil barangku sekarang?”
Ia menulis lebih sopan dari sebelumnya, tapi akhirnya dengan penuh amarah menuliskan “Kembalikan barangku, bajingan.” Saat itu juga penulis Hwang menelp.
Penulis Hwang membuatkan secangkir kopi untuk Ji Ho, sikapnya lebih manis dari pada sebelumnya. Ji Ho pun mengucapkan Terima kasi dan sudah duduk di rumah penulis Hwang. Penulis Hwang bertanya apakah Ji Ho masih kesal denganya. Ji Ho mengaku tidak dan ingin menjelaskan tapi penulis Hwang lebih dulu berbicara. 

“Aku tahu... Aku minta maaf. Aku sudah memikirkan apa katamu dan Kau memang benar. Aku selalu bilang kalau ingin melakukan terobosan baru dan kreatif. Tapi akhirnya kita hanya bisa melakukan apa yang biasa kita lakukan dan Selalu begitu. Semuanya jadi revisi dari apa yang  telah kita lakukan sebelumnya.” Ungkap Penulis Hwang
“Aku tidak seperti itu saat baru memulai debutku. Tapi aku harus bertahan. Kau tahu sendiri sudah berapa lama kita bekerja sama. Ini Sudah lima tahun. Kau juga paling tahu aku  selalu ingin kau sukses.” Kata Penulis Hwang
“Aku tahu... Aku selalu mengingatnya dan bersyukur.” Ucap Ji Ho. Penulis Hwang heran melihat Ji Ho bersikap seperti itu.
Ji Ho bisa tersenyum merasa kalau Penulis Hwang bisa mengerti dengan perasanya. Penulis Hwang senang melihatnya dan mengajak Ji Ho untuk minum bersama hari ini. Ji Ho binggung apakah Hanya mereka berdua, karena tahu Penulis Hwang yang tak suka banyak minum, Penulis Hwang pikir tak masalah karena bisa minum banyak hari ini.
Bersambung ke Part 2

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.
FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar