PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Rabu, 25 Oktober 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 5 Part 2

PS : All images credit and content copyright : KBS
Ji Ho masuk menemui ibunya bertanya dengan sikap ibunya,  karena sebelumnya waktu datang ke pernikahan Yong Hyun berkomenta bahwa pesta pernikahan itu  berisik dan buang-buang uang, menurutnya merkea sudah mengadakan  pertemuan keluarga dan saling silaturrahmi dan kenapa harus menggelar upacara pernikahan.
“Ibu merasa mereka merendahkan kita. Apa dalam Pikiranmu hal baik kalau mereka berpendapat kau itu baik dan lugu? Itu artinya kau harus menuruti  mereka dan kau tak boleh menolak. Apa Kau tahu itu? Mereka seakan merendahkanmu karena sebelum menikah,  maka kau  sudah tinggal bersama anak mereka.” Ucap Ibu Ji Ho marah
“Kenapa Ibu memikirkan masalah itu?” keluh Ji Ho. Ibunya pikir keluarga Se Hee memang merendahkannya dan ingin menanyakan satu hal.
“Kau... Kenapa kau ingin menikah?” ucap Ibu Ji Ho. Ji Ho pikir tak adan yang aneh karena ingin menikah di umur 30 tahun.

“Lalu pekerjaanmu? Apa Kau tak menulis lagi?” tanya Ibu Ji Ho. Ji Ho mengatakan takkan menulis lagi dan sudah berhenti.
“Jadi Kau malah memilih pernikahan sebagai pekerjaanmu. Berarti kau bukan menikah sungguhan.” Kata Ibu Ji Ho.
Ji Ho heran memangnya tak boleh seperti itu.  Ibunya menegaskan aklau ia membayar kuliah itu akan membuat dirinya seperti ini,  bahkan setelah ayahnya mengulahinya tak mendapatkan apapun. Ji Ho dengan kaca-kaca bertanya apa ayang harus dilakukan sekarang.
“Apa Ibu pikir aku bisa jadi orang berhasil? Kalau aku jadi penulis terkenal, Apa Ibu pikir aku bisa memberikan uang?” ucap Ji Ho. Ibu Ji  Ho mengaku kalau berpikir seperti itu.
“Ibu frustrasi sekali karena semua usaha yang aku kerahkan buat kau. Ibu bayar uang masuk kuliahmu, bahkan memberikan uang padamu tanpa bilang-bilang Ayah. Jadi Kembalikan semua biaya baju mahalmu itu, bahkan Bajunya pun tak bagus-bagus juga. Bahkan kau Beli tas saja seperti orang lain saja tak bisa.” Kata Ibu Ji Ho mengumpat anaknya itu bodoh.
“Aku Mana bisa dapat penghasilan banyak sedangkan kerjaan menulisku tak berhasil. Lalu Keluarga kita punya apa? Ibu saja tak bisa mencarikanku tempat tinggal. Ibu harusnya merasa bersalah mengatakan hal itu padaku dan kau bilang Menulis? Kerjaan itu bisa berhasil kalau punya latar belakang yang bagus. Kalau tak ada uang, maka yang bisa dilakukan cuma tidur. Kita mana bisa mimpi tinggi-tinggi.” Kata Ji Ho benar-benar mengeluarkan semua emosinya. Ibu Ji Ho hanya terdiam menatapnya. 

Tuan Nam sibuk menyemprotkan tanaman kesayanganya dalam vas. Nyonya Cho berbicara pada Se Hee kalau Ayahnya mengkhawatirkan kekasih Se Hee dan keluarganya, menurutnya Pria memang tak tahu apa-apa, tapi wanita ingin  pakai gaun
“Ayah tak pernah peka jadi kukira Ayah hidup seperti itu. Bilanglah begitu sama Ayah.” Ucap Se Hee. Nyonya Cho pun berjalan menghampiri suaminya.
“Jadi Se Hee bilang, dia tak mau menggelar upacara  pernikahan demi orang lain.” Kata Nyonya Cho
“Menantuku itu bukan orang lain. Bilang begitu ke dia.” Kata Tuan Nam. Nyonya Choi ingin bicara tapi Se Hee lebih dulu bicara pada ayahnya.
“Hari yang baik waktu keluarga kita saling bertemu. Kita semua harus berkumpul dan merayakan pernikahanmu. Bilang saja kalau Ayah ingin apa yang  Ayah berikan padaku untuk dikembalikan.  Kalau itu alasannya,  maka aku lebih percaya.” Ucap Se Hee. Nyonya Cho panik melihat sikap ayanya.
“Ayah pasti ingin membangga-banggakan betapa hebatnya seorang ayah membesarkan anak dan betapa berpendidikannya menantu Ayah itu.  Aku tak mau menikah hanya untuk demi Ayah. Ayah janji kalau takkan  menceraikan Ibu dan takkan  mencampuri urusanku kalau aku menikah. Jadi tepati janji itu.” Tegas Se Hee lalu keluar dari rumah.
“Kau tak menggelar acara pernikahan tapi Apa kau bilang ini pernikahan? Ayah tak bisa terima.” Kata Tuan Nam menyindir. Se Hee seperti akan melawan, Nyonya Cho menahan menyuruh Se Hee agar pergi saja. 


Ji Ho makan odeng dengan cepat dan sangat banyak, Ho Rang pikir JI Ho sudah banyak makan di restoran tadi. Ji Ho mengaku itu  Sudah tercerna semua. Ho Ran ingin tahu apakah Ji Ho tak ada upacara pernikahan. Ji Ho mengaku tak punya pekerjaan dan harus bayar angsuran rumah menurutnya Buang-buang uang.
“Apa Kau tak mau pakai gaun atau Foto pernikahan juga tak mau?” kataHo Rang.
“Entahlah. Kami berdua tak terlalu memikirkan itu.” Kata Ji Ho santai karena mereka menikah saling membutuhkan.
“Ji Ho, upacara pernikahan bukan hanya untuk kalian berdua dan Pendapatmu tak penting. Dalam drama saja, harus ada upacara penayangan drama. Dan Pemilik saham dan stasiun TV takkan rugi, kalau kau menggelar upacara penayangan drama, karena itu berguna untuk menarik penonton. Dan Upacara pernikahan juga begitu.” Kata Soo Ji
“Makanya karena itu, aku tak mau. Kenapa juga harus melakukannya, Lagipula orang tuaku juga bukan pemilik saham.” Kata Ji Ho. Ho Rang pikir benar juga.
Tapi menurutnya Ibu Ji Ho mengatakah hal itu karena marah dan ingin minta ganti rugi dengan cara apapun walaupun itu bukan uang. Ho Rang juga mengaku kalau ingin melihat temanya mengunakan  pakai gaun dan ibunya juga pasti berpikiran yang sama. Ji Ho mengaku  tak punya uang untuk menggelar upacara pernikahan, begitu juga Teman serumahnya
“Tapi, kenapa dari tadi kau memanggil tunanganmu dengan panggilan teman serumah?” ucap Ho Rang. Ji Ho pura-puara tak sadar. Ho Rang pikir itu sudah dua kali. Ji Ho terlihat kebingungan.
“Apa kau jangan-jangan.... bermain peran penyewa dan pemilik? "Hei..Kau menunggak membayar, maka Akan kukasih kau pelajaran malam ini." Goda Soo Ji. Ji Ho merasa temanya sudah gila. Ho Rang mendengarnya terlihat sangat bersemangat.
“Lalu kau bilang "Apa Air mandimu air dingin? Kalau begitu akan  kuhangatkan dengan badanku..." ejek Soo Ji. Ji Ho mengeluh kalau tak seperti itu dan merasa malu dengan pelanggan yang lain.
Ho Rang yang bahagia memeluk temanya, lalu tersadar kalau Ho Rang tak mengunakan bra lagi. Soo Ji pikir kalau seharian dadanya, diperas dan ditekan mengunakan bra dengan sengaja menekan wajah Soo Ji sampai mulutnya monyong.
“Bukannya itu terasa sesak?” kata Soo Ji . Ho Rang menyuruh temanya melepaskan tanganya karena wajahnya terlihat sangat jelek.
“Aku lebih nyaman ke kantor, kalau tak pakai bra...” kata Soo Ji. Saat itu Ji Ho melihat ponselnya, Ji Sook mengirimkan pesan “Noona, Ibu minta nomor pacarmu.

Se Hee minum satu gelas penuh bir, Sang Go meminta  Ahjumma memberikan satu botol bir lagi. Se Hee menolaknya, Senga goo pikir temanya akan mabuk hari ini. Se Hee mengaku sudah cukup mabuk. Sang Goo tak percaya Sel otak Se Hee akan terasa mabuk dengan 500mL bir Tapi menurutnya itu rasanya enak.
“Kenapa sel otakmu tidak berfungsi rasional soal pernikahan. padahal berfungsi selagi mabuk?” kata Sang Goo. Se Hee bertanya apa maksudnya.
“Pernikahan itu juga mengumpulkan uang. Orang akan menjadi senang walaupun mereka membayar makanannya sendiri.Dan Sudah kubilang berkali-kali kalau pernikahan itu acara yang aneh. Kau menyelenggarakan upacara pernikahanmu dari uang kumpulan orang-orang. Bahkan Kau juga dapat untungnya.” Kata Sang Goo.
“Aku tak berniat jadi alat orang tuaku untuk mengumpulkan uang.” Kata Se Hee,
“Apa kau mau menderita karena  hal sepele ini Atau kau mau hidup tenang setelah sabar menahan 2 jam upacara pernikahan? Apa kau yakin bisa tahan ocehan orang tuamu seumur hidupmu? Lebih baik Lakukan saja. Lagipula upacara pernikahan tak butuh uang banyak-banyak.” Kata Sang Goo mencoba menghitung estimasi dananya. Se Hee pikir tak perlu
“Lagipula aku takkan kasih hadiah pernikahan, dan jangan traktir aku ini. Tapi Aku tahu tempat baju pernikahan yang murah.” Kata Sang Goo mengutak ngatik ponselnya. Se Hee pikir tak perlu mengunakan upacara adat.

Sang Goo memperlihatkan biaya yang akan dikeluarkan,  Se Hee melihat seperti tak percaya kalau hanya segitu biayanya.  Sang Goo pikir Jika Se Hee bisa tawar menawar dengan orang yang dikenal maka  dananya bisa lebih rendah dari ini, lalu menunjuk seorang untuk bertanya.
“Siapa memang dari tadi yang  tidur disitu?” ucap Se Hee heran karena selama berbicara dengan Sang Goo ada orang yang tertidur. Sang Goo mengatakan kalau Won Seok dari kemarin sudah tidur disana.
“Dia  adalah pria itu. Yang mengenalkanmu sama Ji Ho.” Ucap Sang Goo menyuruh Wan Seok untuk bangun.
“Senang bertemu denganmu. Aku yang akan buat undangan pernikahannya, jadi jangan khawatir.” Kata Wan Seok lalu kembali tertidur. 


Se Hee pulang ke rumah bertanya apakah Ji Ho sudah membujuk ibunya. Ji Ho balik bertanya apakah Se Hee sudah membujuk ayahnya. Akhirnya Se Hee duduk disofa dan Ji Ho berdiri didepan meja makan, tiba-tiba keduanya sama-sama ingin berbicara. Se Hee pun mempersilahkan Ji Ho agar berbicara lebih dulu.
“Kenapa kita tidak menyelenggarakan upacara pernikahan saja?” kata Ji Ho. Se Hee seperti merasa seperti benar-benar cocok. 

Sang Goo meminta agar minggu ini, stabilisasikan aplikasinya dan mengingatakan kalau ada makan malam  perusahaan hari Senin, Bo Mi mengangkat tangan kalau sudah ada janji. Sang Go mengatakan Inilah poin kuat dari perusahaan liberal.
“Kalau kau tak suka,  maka jadilah CEO.” Tegas Sang Goo. Se Hee mengangkat tangan kalau ia juga tak bisa ikut.
“Kau tak boleh izin, kecuali  urusan keluarga.” Kata San Goo. Se Hee mengatakan harus menghadiri upacara pernikahan hari itu.
“Pernikahan Senin malam, itu Pilihan hari yang bagus. Tapi Siapa yang akan yang menikah hari Senin?” ejek Sang Goo seperti tak ingin dibohongi.
“Itu Pernikahanku... Jadi aku harus menghadirinya dan Itu hari paling murah. Selain itu Kau yang jadi pembawa acara pernikahanku. Apa mungkin, kau tak bisa datang karena ada makan malam perusahaan?” ucap Se Hee. Sang Goo hanya bisa melonggo begitu pun juga yang lainya. 


Soo Ji seperti baru saja meminjam baju temanya yang baru sekali memakainya, tapi kelihatan baru. Ji Ho mengucapkan terimakasih dan meminta agar memberitahu teman Soo Ji kalau akan mentraktirnya. Ho Rang bertanya apakah Ji Ho tak masalah mengunankanya, karena itu termasuk gaun bekas.
“Ini 'kan untuk foto pernikahan, tapi terlalu biasa, bahkan bagian bawahnya tak mekar” kata Ho Rang yang memimpikan pernikahan.
“Lagipula aku cuma pakainya sejam dan Cantik bajunya. Menurutku semua gaun pernikahan sama saja.” Kata Ji Ho sangati
“Kenapa seperti itu? Apa  Kau buta  warna?” keluh Ho Rang. Soo Ji membahas hari pernikahan Ji Ho itu hari kerja dan memikirkan apakah ada banyak tamu yang datang.
“Kebanyakan tamu dari orangtua kami.  Kalau tamu kami berdua, tidak banyak sepertinya. Dan Si majikan rumah... maksudku Se Hee juga mengundang rekan kerjanya.” Ucap Ji Ho tak ingin ketahuan kalau sebenarnya hanya pernikahan kontrak.
“Apa ada teman dia yang lumayan? Kau Tahu, aku sudah lama  tak pacaran.” Kata Soo Ji mengoda. Soo Ji pikir itu bukan masalah pacaran tapi kehidupan seksual temanya.
“Apa Kau tak suka sama Ahjussi yang tempo hari kau temui? Apa Kau memblokir kontaknya?” kata Soo Ji. Ho Rang mengaku kalau Dia lumayan, tapi agak menganggu.
“Ho Rang. Aku juga telepon Won Seok  karena pernikahanku.” Kata Ji Ho. Ho Rang sedikit agak kaget tapi berusaha untuk tenang.
“Kurasa dia banyak minum belakangan ini. Dia kedengarannya sedang tak sehat. Apa Kau tak mau telepon dia?” ucap Ji Hoo
“Kenapa aku harus telepon  mantanku? Ini Menggelikan. Dia saja tak meneleponku lebih dari seminggu, jadi kupikir dia mau putus. Dan Minggu depan, aku mau ikut kencan buta.” Kata Soo Ji. Ji Hoo pun menganguk mengerti. 


Sang Goo memberikan tab dengan contoh gambar bertanya pada Se Hee temanya ingin konsep Romantis,  adat, atau komikal. Se Hee mengeluh melihat foto-foto yang diberikan Sang Goo, Sang Goo pikir Se Hee akan menyanyi juga. Se Hee langsung menolaknya.
“Apa hal kuno seperti  push-ups dan lainnya, itu 'kan lebih seru  kalau lagi di acara pernikahan.... Wahh.. Aku jadi tak sabar menunggunya” kata Sang Goo penuh semangat. Se Hee menolak.
“Hanya satu hal yang bisa Kau lakukan. Selesaikan urusan pernikahan ini secepat mungkin.” Ucap Se Hee. Sang Goo heran melihat sikap Sang Goo sangat berbeda.
“Ini hanya satu-satunya pernikahan yang akan kau jalani sepanjang hidupmu. Dan Apa kau ingin pernikahannya cepat selesai?” kata Sang Goo tak percaya.
“Ya, aku ingin pernikahanku  singkat dan biasa saja agar orang tak mengingatnya Jadi akan Kuserahkan padamu.” Ucap Se Hee lalu beranjak pergi.
“Pasti ada yang dia rencanakan.” Ungkap Sang Goo melihat temanya. 


Ji Ho dan Se Hee duduk di meja makan dengan tabel persiapan pernikahan. Ji Ho bertanya Se Hee akan memakai baju apa nanti. Se Hee menjawab  akan pakai kemeja saja dan bertanya tentang hanbok orang tua Ji Ho. Ji Ho mengatakan kalau Orang tuanya sudah pinjam dari kerabat. Se Hee mengetahui kalau ibunya juga punya satu.
“Baik. Ini lebih sederhana dari  yang kukira. Apa Kita sudah selesai sekarang?” kata Ji Ho. Se Hee mengatakan kalau sekarang  hal yang paling penting yaitu Kontrak mereka.
“Apa yang harus kita sepakati, Kita harus membicarakan biayanya Dan masa habis kontraknya. Sama seperti diskusi kita kemarin, yaitu kita harus bayar masing-masing acara keluarga dan liburan. Apa Kau tak keberatan?” ucap Se Hee. Ji Ho setuju.
“Habis kontraknya selesai setelah berjalan dua tahun saja. Jika ada hal tak terduga, maka kita diskusikan lagi. Apa Kau tak keberatan?” kata Se Hee. Ji Ho mengaku tak keberatan.
“Tapi, bagaimana kita mengakhiri kontraknya? Jadi maksudnya... Apa kita bercerai karena keputusan bersama? Tentu, kita memang tak mendaftarkan pernikahan kita, tapi teman dan semuanya sudah tahu.” Kata Ji Ho
“Ya, sepertinya begitu cara kita mengakhirinya. Kita akan mengakhiri kontrak  dengan perceraian. Kita akan memberitahu orang lain kalau kita cerai karena perbedaan kita. Bagaimana alasannya?” kata Se Hee. Ji Ho pikir itu boleh dan mereka pun sudah menandatangi kontrak. 


Ji Ho datang menemui adiknya di taman bertanya apa yang dibawa adiknya di malam hari. Ji Sook memberitahu kalau ibunya membawakan makanan untuk Ji Ho dan tak sempat memberitahu ketika datang, kakaknya langsung pergi.  Ia juga memberitahu pesan ibunya kalau meminta nomor telp Se Hee.
“Bilang saja kau tak tahu, dan aku tidak kasih nomornya. Memang buat apa nomornya? Kenapa Ibu jadi seperti itu dan jadi aneh begitu??” Ji Ho heran
“Aku juga agak kaget., Kukira Ibu takkan seperti ini. Bahkan Aku pun kaget waktu dia bilang  tentang pernikahan dan tas. Tapi Jangan khawatir. Kau hanya perlu menggelar pernikahan saja dan Akan kujaga Ibu dan Ayah. Sampai ketemu di pernikahan.” Ucap Ji Sook akan pamit pergi. Ji Ho akan berjalan masuk di panggil oleh adiknya.
“Noona... Tapi..., sepertinya aku tahu kenapa Ibu bersikap seperti itu.  Pernikahan bukan semudah  yang kau kira. Kau tahu maksudku setelah menikah nanti” ucap Ji Sook
“Sikapmu seolah sudah 6 tahun menikah saja Padahal baru 6 bulan.” Keluh Ji Ho berjalan pulang sambil membawa makanan dan bergumam.
“Menurut pakar sosiologi, Gary Becker..., .orang cuma menikah jika membawa keuntungan daripada harus melajang.” Gumam Ji Ho lalu masuk ke dalam rumah membuka makanan dari ibunya.
Ia melihat banyak lauk yang berikan untuknya dalam bungkusan kain, sambil bergumam melihat surat kontrak ditanganya.
“Kukira menikah itu mudah.Hanya orang yang bisa menghitung keuntungan yang berpikir seperti itu. Tapi bagi kami...,tak ada rasa kasih sayang. Jadi kukira ini hal yang  lebih mudah.” Gumam Ji Ho bahagia karena seperti menikah tanpa membawa banyak beban. 


Se Hee sudah menunggu diruang tengah. Ji Ho keluar kamar dengan gaun. Wajah Se Hee tak seperti pasangan menikah terpana dengan calon pengantinya langsung berdiri. Ji Ho bertanya apakah mereka akan berangkat sekarang. Se Hee menganguk, lalu memuji kalau Ternyata gaunnya  lebih cocok dari ia kira. Ji Ho pun mengucapkan  Terima kasih.
Keduanya sudah ada di pinggir jalan, Ji Ho menerima telp dari Ho Rang kalau mereka terjebak macet karena  ada kecelakaan dan mungkin butuh waktu sampai sejam. Ji Ho mulai panik.  Ho Rang menyuruh Ji Ho pergi lebih dulu saja karena nanti akan terlambat.
“Bagaimana ini? Temanku yang harusnya menjemput  Kita akan datang terlambat.” Ucap Ji Ho panik
“Aku juga tadi cek keadaan lalu lintas dan memang ada kecelakaan. Kita naik taksi saja dulu, Kalau tidak  maka kita bisa terlambat.” Ucap Se Hee lalu sebuah bus datang. Se Hee melihat kalau Bus itu menuju  gedung pernikahan. Ji Ho pikir Naik taksi, mahal dan mengajak mereka berlari mengejar bus sampai halte. 

Keduanya akhirnya naik bus dan duduk dibagian belakang,  Ji Ho memastikan kalau mereka pasti sampai tepat waktu. Se Hee pikir mereka masih punya banyak waktu lalu bertanya apakah Ji Ho membutuhkan sapu tangan. Ji Ho binggung tiba-tiba Se Hee yang membahas tentang Sapu tangan.
“Temanku bilang aku harus bawa sapu tangan. Dia bilang kalau pengantin wanita menangis..., maka aku harus menyeka air matanya pakai sapu tangan.” Ucap Se Hee.
“Apa aku nanti bakal menangis?” kata Ji Ho tak percaya. Se Hee pikir seperti itu. Ji Ho merasa kalau itu tak mungkin dan tak perlu khawatir soal itu.
“Kenapa pula aku menangis?  Aku bukan orang seperti itu.” Kata Ji Ho. Se Hee pun mengucap syukur.

Ji Ho sudah duduk menunggu diruangan pengantin wanita dengan buket bunga dan hiasan dikepalanya. Temanya datang melihat Ji Ho memujinya sangat cantik, bahkan melebihi dugaan mereka sebelumnya.  Bo Mi meminta mereka duduk bersama dan akan mengambil foto.
“Hei, calon suamimu ternyata lebih  tampan dilihat langsung Kukira kau tidak peduli  soal penampilan.” Komentar Ho Rang
“Aku juga sampai kaget, bahakn Dia juga tinggi” kata Soo Ji. Ji Ho seperti tak memperhatikan Se Hee karena memang menikah bukan karena perasaan tapi kebutuhan.
“Hei, kau sudah pakai riasan anti air?” tanya Ho Rang. Ji Ho binggung kenapa harus anti air.
“Nanti riasanmu luntur kalau kau menangis. Jadi pengantin harus pakai riasan anti air. Apa Kau tak tahu?” ucap  Soo Ji. Bo Mi meminta mereka bersiap karena akan mulai mengambil gambar dan mereka bertiga memberikan gaya dengan banyak foto mereka.

Keluarga Se He dan Ji Ho menyambut semua tamu didepan pintu, ibu Ji Ho melihat Se Hee dan ingin pergi. Ji Sook bertanya mau kemana ibunya. Ibu Ji Ho mengaku kalau ingin pergi Kamar kecil lalu melihat ke dalam ruangan Ji Ho. Bo Mi memberitahu kalau Pengantinnya lagi ke kamar kecil saat itu ibu Ji Ho akan pergi bertemu dengan anaknya.
“Apa Ada lagi yang mau  Ibu katakan?” ucap Ji Ho sinis. Ibu Ji Ho mengaku tak ada.
“Lalu kenapa Ibu kesini?” kata Ji Ho. Ibu Ji Ho beralasan kalau ruangan itu kamar kecil.
“Ibu... Kenapa Ibu minta nomor dia?” tanya Ji Ho. Ibunya pikir apakah ia tak boleh meminta nomor telp menantunya sendiri.
“Aku penasaran apa yang akan ibu katanya padanya,  Aku bahkan sampai menyelenggarakan acara ini karena ini mau Ibu. Jadi Ibu jangan berkata aneh-aneh lagi dengan dia.  Kalau Ibu begitu lagi, maka aku akan marah.” Ucap Ji Ho marah
“Ibu harap, kau juga punya anak seperti dirimu sekarang” kata Ibu Ji Ho menahan amarah dengan berkaca-kaca lalu pergi. 


Ji Ho kembali keruangan, Bo Mi memberitahu kalau Acaranya mau mula, lalu betanya Apa tas hitam itu punya Se Hee. Ji Ho membenarkan dan bertanya balik kenapa Bo Mi menanyakan hal itu.  Bo Mi menceritakan kalau Ibu ibu menanyakan itu dan ingin memberikan sesuatu pada Se Hee. Ji Ho panik langsung membuka tas milik Se Hee.
Semua masuk ruangan, Soo Ji duduk dan Ho Rang duduk dibangku yang kosong. Ho Rang seperti mencari-cari seseorang. Won Seok datang seperti duduk di meja lainya. Orang tua Ji Ho dan Se Hee duduk dibagian bangku paling depan.
“Upacara pernikahan  Nam Se Hee and Yoon Ji Ho akan segera dimulai. Dimohon hadirin silakan duduk.” Ucap Sang Goo.
Bo Mi tiba-tiba datang menuruni tangga lalu berbisik pada Se Hee yang sudah siap masuk berjalan di altar.  Se Hee bertanya kenapa seperti itu. Bo Mi mengaku tak tahu. 

Se Hee berjalan masuk ruangan kaget melihat Ji Ho yang berjongkok dan menangis sesunggukan. Lalu melihat sebuah album foto dan juga surat diatasnya. Ia pun membaca surat yang ditulis tangan oleh ibu mertuanya.
“Aku ibunya Ji Ho. Aku belum tahu harus  memanggilmu apa. Kita baru bertemu cuma beberapa kali. Aku meminta maaf atas sikapku di pertemuan keluarga kita, itu Karena dia putri pertamaku.”
“Kadang, dia seperti suamiku dan dia juga seperti temanku. Dia takut sama ayahnya...,dan banyak yang harus dia korbankan demi adiknya. Karena dia bertemu orang seperti  aku sebagai ibunya..., banyak pertarungan yang dia alami. Walau begitu, untungnya, dia bukan  sepertiku. Dia sangat pintar.”

Se Hee bisa melihat semua foto yang ada dalam album, saat Ji Ho masih bayi, balita, TK, Remaja bahkan lulus kuliah. Ibu Ji Ho juga menyimpan semua sertifikat yang diterima oleh anaknya serta foto saat nama anaknya menjadi penulis dalam sebuah nama di Credit title.
“Aku lega karena kupikir, dia takkan hidup seperti ibunya. Kurasa, di dunia ini..., menjadi pintar tak ada gunanya jika kau tak berasal dari keluarga berada. Se Hee.. Apa kau bisa bantu aku dua hal? Jika kelak Ji Ho bilang mau menulis...,bisakah tolong izinkan dia menulis? Kalau perlu aku yang bersih-bersih rumahmu.
“Jadi jika dia ingin menulis kelak..., tolong jangan biarkan dia menyia-nyiakan impiannya. Aku tak mau dia hidup sepertiku. Aku minta Tolong padamu.. Dan...kalau Ji Ho... sudah mulai menangis, maka susah dihentikan tangisannya. Jadi jangan biarkan dia menangis sendirian. Walaupun  kau membuat dia menangis..., temanilah kalau  dia menangis.”
Ji Ho masih saja terus menangis. Bo Mi panik karena Se Hee harus segera masuk. Ji Ho  menyuruh agar pergi lebih dulu saja karena ia bisa mengurus dirinya sendiri. Bo Mi pikir ia yang akan menemani Ji Ho karena semua tamu sudah menunggu, lalu berusaha mencari tissue dan memikirkan make up yang digunakan Ji Ho.
“Jangan menangis, Ji Ho....” ucap Ji Ho pada dirinya sendiri mencoba agar bisa berhenti. Tiba-tiba Se Hee kembali datang masuk ke dalam ruang tunggu
“Apa susah... berhenti menangis?Kalau demikian...,kita harus masuk bersama. Dengan kau Menangis pun, tak masalah. Kita harus bersama dan .. Karena aku di sampingmu... Aku akan bersamamu.” Ucap Se Hee mengulurkan tanganya.
“Kupikir menikah itu mudah... Disinilah... kita bertemu... Mungkin, ini juga....tempat hati kita bersatu. Hal yang tak mudah ini, tapi baru bermula.” Gumam Ji Ho meraih tangan Se Hee.
Bersambung ke episode 6
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

1 komentar: