PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Rabu, 18 Oktober 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 4 Part 2


PS : All images credit and content copyright : TVN
Ji Ho memberikan segelas minuman, Se Hee masih mengingat saat berlutut didepan ayah Ji Ho dan mengatakan “Aku tidak akan pernah membiarkan tangan putri Anda keringatan.” Wajahnya masih terlihat sangat shock. Ji Ho menanyakan lutut Se Hee dan mengaku kalau tidak pernah menginginkan hal itu terjadi.
“Tapi jika ayahku banting meja, maka tamatlah sudah semuanya. Jadi aku tidak bisa menghentikannya. Tapi itu membuatnya percaya padamu. Pada akhirnya, itu tidak...”kata Ji Ho dan disela oleh Se Hee.
“Aku ingin tahu siapa yang buat ungkapan itu. Aku mengatakan "Aku tidak akan membiarkan tangan putri Bapak keringatan." Apa itu masuk akal? Padahal ada banyak sekali pilihan. Itulah yang paling aneh.” Ucap Se Hee terlihat masih kesal lalu pergi masuk ke dalam kamarnya. 


Ji Ho membaca pesan yang dikirimkan Ho Rang [Semoga ini bisa membantu! Semoga berhasil. Ji Ho] lalu berpikir kalau yang dikatakan temanya itu benar. Ho Rang mengirimkan pesan bertanya apakah  Pertemuan dengan penulis berjalan lancar. Ji Ho membahas kalau lancar berkat Ho Rang dan mengucapkan terimakasih.
“Ji Ho, aku sangat sedih. Aku berdebat lagi sama Won Seok. Entahlah. Aku lelah. Aku hanya ingin mengakhiri segalanya.” Tulis Ho Rang. Ji Ho seperti tak ingin membahas dalam chat akan mengajak mereka makan bersama besok. 

Ho Rang melihat Pic Profile Won Seok kalau foto mereka yang terlihat sangat kompak, tapi sekarang seperti sedang kesal. Won Seok pulang ke rumah, Ho Rang buru-buru berbaring dengan memberikan pungungnya. Won Seok melihat Ho Rang hanya minum banyak bir tanpa makan.
“Ho Rang, Apa kau sudah tidur?” ucap Won Seok mendekati pacarnya. Ho Rang hanya diam saja dengan berpura-pura tertidur.
“Maaf... Aku tahu aku bukan pacar yang baik. Seharusnya aku lebih memahamimu.” Kata Won Seok. Ho Rang langsung membalikn badanya dan terlihat sedang menangis.
“Maaf karena membuatmu sudah menunggu lama. Aku tahu apa keinginanmu Jadi aku akan mewujudkannya. Kau pasti frustrasi.” Kata Won Seok mengusap air mata Ho Rang dan memintanya agar jangan menangis, lalu ingin memeluknya.
Ho Rang  kesal menyuruh Won Seok menjauh sambil bercerita temanya yang sudah beli sofa terakhir. Won Seok meminta maaf sambil memeluknya, Ho Rang pun langsung tersenyum memaafkanya dan Won Seok langsung menarik selimut. 

Ji Ho keluar kamar melihat Se Hee yang  mau berangkat kerja sekarang. Se Hee memberikan amplop sebagai ganti untuk hadiah yang berikan Ji H pada orang tuanya kemarin jadi harus membagi pembayarannya. Ji Ho pikir tak perlu karena lebih baik membayar sendiri karena Se Hee juga pasti kelelahan dan menanyakan keadaan lututnya.
“Kupikir-pikir kau cukup bijak kemarin Untuk pernikahan kita, bertemu orang tua, sebenarnya adalah bagian terpenting. Karena kau membuat keputusan tepat, Jadi  semuanya berjalan lancar dan Semua teratasi. Untunglah kau berpikir seperti itu.” Kata Se Hee. Ji Ho membenarkan.
“Kurasa aku juga akan memberitahu keluargaku hari ini.” Kata Se Hee. Ji Ho kaget kalau hari ini juga.
“Keluargaku juga sangat mengutamakan laki-laki. Tapi ini seperti punya dua bos dengan salah satu dari mereka jadi asistennya.” Jelas Se Hee.
“Apa ibumu yang jadi semacam asistennya?” tanya Ji Ho
“Ya. Karena itu aku mencoba menyampaikannya ke ibuku dulu. Dan Kalau begitu, apa bisa kita berfoto?” kata Se Hee. Ji Ho binggung untuk apa melakukan itu.
“Ini lebih meyakinkan daripada cuma mengirim SMS ke mereka.” Ucap She Hee. Ji Ho pun menganguk mengerti.
Se Hee seperti sangat kaku dan tak pandai mengambil foto selfie. Beberapa kali hanya ada bagian kepala yang terlihat. Ji Ho pun memberikan pengarahan untuk memegang kamera yang benar. Se Hee mencobanya tapi tanganya seperti kesusahan untuk mengambil gambar dengan tangan kirinya.
Di kantor, Se Hee mengirimkan pesan pada ibunya dengan mengirimkan gambarnya dan caption “Aku akan menikahi wanita ini.” Lalu membiarkan ponselnya diatas meja. Bo Mi mendekat bertanya apakah Se Hee tak ingin makan siang. Se Hee mengatakan nanti setelah mengangkat telpnya, Bo Mi heran melihat ponsel Se Hee kalau tak ada yang meneleponnya. Se Hee yakin kalau nanti pasti ada dan ponselnya pun berdering, saat itu juga ibunya menelp. 



Won Seok dan Sang Goo terlihat baru saja selesai makan siang bersama. Sang Goo merasa tak percaya karena Won Seok yang bisa mentraktirnya makan. Won Seok pikir harus mentraktir seniornya karena sudah  mengenalkan pada investor. Sang Goo melihat Pakaian Won Seok terlihat cerah, dan bisa menebak kalau mereka sudah berbaikan.
“Aku akan membeli sofanya hari ini.” Kata Won Seok. Sang Goo memujinya karena tak mungkin Won Seok yang  bisa menjalani hidup seperti itu
“Kau harus bekerja dengan apapun yang dimiliki dan Itulah namanya hidup.” Kata Sang Goo bangga
“Saranmu berguna sekali. Jika tidak, aku pasti tidak tahu apa-apa seperti orang idiot. Kau memang penasihat terbaik soal masalah wanita.” Puji Won Seok. 


Sang Goo memperlihatkan pesan di ponselnya “ Ini kamar 303. Kapan kau datang?” Won Seok pikir Sang Goo baru punya pacar dan melihat namanya “Cigarette Light” Sang Goo mengaku kalau itu bukan pacarnya, tapi gadis yang ditemui saat meminjam korek dan mereka masuk ke kamar 303 malam itu juga. Won Seok penasaran apa yang terjadi setelah itu di Motel.
“Aku bertemu dengannya beberapa hari lalu, tapi dia mengabaikanku. Dia bilang tidak ingat aku. Jadi aku melempar umpan layaknya profesional. Dia pasti akan segera membalasnya. Dia akan bilang Kamar 303? Apa maksudmu?.” Jelas Sang Goo.  Won Seok ingin tahu apa yang dikatakan Sang Goo selanjutnya
“Bukankah ini nomor Ji Eun?.. Aigoo, maafkan aku. Kukira ini nomor Ji Eun karena aku menyimpannya dengan nama kamar 303.” Kata Sang Goo mengunakan pendekatan pada wanita dengan berpura-pura salah sambung. Won Seok memujinya Sang Goo sangat hebat.
“Tentulah... Dia 'kan bukan satu-satunya dari kamar 303. Bahkan ada Sun Young, Mi Ja, Sook Hee, dan semua orang dari kamar 303 dan Pasti dia nanti kesal sekali. Jadi Dengarlah... Kemarahannya akan mencapai tingkat cukup tinggi dan dia akan membalasku setelah tak kuat menahan emosinya.” Ungkap Sang Goo. Won Seok pikir ia dapat saran lagi darinya. Sang Goo dengan bangga mengajak Won Seok untuk pergi. 

Ji Ho keluar dari ruangan menerima pesan “Ini kamar 303. Kapan kau datang?” lalu mengeluh kesal pada si Idiot dan tak mengubris pesanya.  Saat itu Manager Park bersama teman-temanya melihat Ji Ho akan pulang dan meberitahu kalau mereka mau minum dengan CEO Lee. Ji Ho mengatakan tak mendapat pesan. Manager Park mengaku baru saja menerimanya dan mengajak Ji Ho untuk ikut bersama saja walaupun hanya sebentar.
“Aku ada janji. Jadi sepertinya tak bisa ikut. Maaf.” Kata Ji Ho menolak. Manager Park ingin tahu siapa yang akan ditemui  Ji Ho.
“Apa Kau mau kencan?” goda Manager Park. Ji Ho menyangkalnya.
“Apanya yang tidak? Kalau dilihat-lihat,  kau pakai riasan dan baju bagus. Wah... Dia pasti punya pacar. Daebak.” Ucap Manager Park mengejek. Ji Ho dengan ramah berjanji akan ikut lain waktu dan pamit pergi, wajahnya langsung kesal melihat Manager Park yang selalu mengodanya.
“Jangan pulang telat dan Jangan minum banyak-banyak. Ibumu nanti khawatir.” Teriak Manager Park mengejek. 

Ji Ho pergi menemui Won Seok yang sudah menunggu. Won Seok heran melihat penampilan Jo hanya mengunakan sepatu kets dan melepas stockingnya, lalu bertanya apakah orang-orang perusahaan tahu Ji Ho berpakaian seperti ini. Ji Ho mengeluh Won Seok yang menelpnya karena harus menempuh kemacetan. Won Seok mengatakan Ji Ho harus ikut denganya.
“Pacarmu 'kan bekerja di sini. Kenapa kau tidak pergi sama dia?” keluh Ji Ho
“Tak bisa. Aku mau membelinya diam-diam, Nanti kau tahu sendiri.” Kata Won Seok bangga. 

Ho Rang keluar dari restoran melihat Won Seok keluar dari toko perhiasan dan bertanya-tanya kenapa pacarnya datang disiang hari dan berpikir datang untuk menjemputnya. Lalu ia melihat Ji Ho yang ikut keluar, dan mulai bertanya-tanya mereka datang ke dekat tempat kerjanya bahkan  tidak meneleponnya.
Akhirnya Ho Rang mencoba menelp Won Seok, untuk menanyakan keberadaanya. Won Seok mengaku kalau sedang ada dikantor dan bertanya kenapa menelp. Ho Rang mengaku kalau hanya ingin menelp karena sebentar lagi pulang. Won Seok langsung menutup telpnya.
“Kenapa ini? Apa jangan-jangan mereka..... Jangan bilang....” kata Ho Rang mulai curiga. 
Soo Ji berjalan dibelakang Won Seok menerima pesan dari Ho Rang.  “Aku melihat kalian berdua, jadi Katakan sejujurnya. Won Seok mau membelikanku sesuatu,kan?” Soo Ji terlihat kaget dan membalas pesan temanya
“Hei, pura-pura saja kau tidak tahu.. Won Seok ingin memberikan  kejutan buatmu. Sampai nanti di rumah.” Tulis Soo Ji.  Ho Rang mengerti dan akan  pulang cepat ke rumah dengan senyuman bahagia. 

Won Seok dan Soo Ji terlihat sangat kelelahan duduk di tempat tidur. Soo Ji tahu alasan Won Sok yang menyuruhnya datang.  Won Seok membenarkan karena tak mungkin bisa mengangkat sendirin dan pasti melelahkan sekali.
“Hei, Menurumu Ho Rang pasti kaget sekali lihat ini, 'kan? Matanya pasti langsung copot.” Kata Won Seok bangga.
“Kalau matanya copot, maka kau masukkan lagi matanya. Berapa kali angsurannya?” kata Soo Ji. Won Seok mengatakan 12 bulan dan itu sangat penting baginya.
“Dia pasti sudah lama menunggu dan Paling tidak ini yang bisa kulakukan.” Kata Won Seok.
Soo Ji melihat ponselnya nama  [Idiot] kembali mengirimkan pesan. Won Seok bertanya siapa itu karena disimpan dengan nama umpatnya. Soo Ji  mengaku ada seseorang dan langsung memblokirnya. Won Seok heran karena Soo Ji malah memblokirnya.

Sang Goo terlihat kebinguan melihat 3 pesan dari ponselnya  “Ji Eun, bawakan bajuku nanti... Young In, ini Oppa Kamar 303.” Tapi tak ada balasan dari Soo Ji . Ia pun heran kenapa Soo Ji bahkan  tidak mengecek pesannya.
“Ada e-mail dari HK.. Isinya laporan akhir hari demo.” Kata Se Hee masuk ke pantry. Sang Goo bertanya siapa namanya.
“Aku tidak ingat namanya.” Ucap Se Hee. Sang Goo bertanya apakah itu  Dari Asisten Woo.
“Bukan, dari Asisten Park Jin Ho.” Kata Se Hee. Sang Goo kesal hanya bisa membaringkan tubuhnya disofa mendengar nama Park Ji Ho. 

Ho Rang berjalan dengan teman-temanya melihat toko furniture,  dan melihat dietalase kalau Sofa itu pasti sudah terjual. Pegawai memberitahu kalau ada orang membelinya walaupun itu cuma sebagai display, lalu merasa tak enak pada Ho Rang karena takkan bisa membelinya di tempat lain.
“Tak apa. Waktu aku pindah nanti,maka aku juga pasti butuh barang yang lebih besar pula.” Kata Ho Rang bangga. Semua kaget mengetahui Ho Rang yang akan pindah rumah.
“Bukannya kontraknya belum berakhir?” kata salah satu pegawai tahu tentang Ho Rang
“Kurasa aku harus pindah sebelum kontrak usai.” Ucap Ho Rang bangga.
“Apa mungkin Manajer Yong mau menikah?” kata salah satu temanya. Ho Rang mengatakan Belum pasti untuk saat ini Tapi dalam waktu dekat ini.
“Baguslah. Jadi Bu Manajer harus menangkap buket bungaku di pesta pernikahanku nanti.” Kata Seul Gi. Ho Rang pun dengan bersemangat mengangukan kepala. 


Ho Rang berlari memeluk Ji Ho yang berjalan kerumahnya. Ji Ho mengaku baru saja menelp temanya. Ho Rang melihat Ji Ho yang membawa kue, Ji Ho mengatakan kalau Won Seok menyuruh untuk membelikanya karena ada yang mau dirayakan.
“Apa hari ini hari istimewa?” tanya Ji Ho binggung. Ho Ran tak percaya Won Seok mengatakan seperti itu lalu mengejek pacarnya memang bodoh.
“Dia tak pandai sekali kasih kejutan... Ji Ho, hari ini...” kata Ho Rang. Ji Ho pikir keduanya akan..
“Ini rahasia,.. Aku harus pura-pura terkejut nanti.” Kata Ho Rang berusaha untuk terlihat terkejut dengan wajahnya. Ji Ho pikir Mata temanya  seperti mau copot lalu melihat Se Hee menelp dan menyuruh Ho Rang duluan saja karena harus mengangkat telp lebih dulu. 


Ho Rang berjalan ke atap rumah, terdengar suara Won Seok memberitahu kalau Ho Rang sebentar lagi datang dan menyuruh Soo Jin agar mematikan lampunya. Ho Rang berpura-pura kebingungan memanggil Won Seok karena lampunya mati semua dan bertanya apakah belum di rumah.
Tapi saat masuk rumah, Soo Ji dan Won Seok memperlihatakan sofa yang dinginkan Ho Rang. Ho Rang sempat terdiam melihat sofa yang  membuat ruangan makin sempit. Won Seok pikir mata pacarnya sudah mau copot dan  terkejut sampai tak bisa berkata-kata. Soo Ji pun menyetujuinya. 

Ji Ho mengucap syukur karena merasa khawatir ibu Se Hee tidak mempercayainya. Se Hee mengatakan kalau itu karena berkat foto mereka. Ji Ho mengatakan kalau  akan memberitahu teman-temannya malam ini juga. Se Hee mengetahui yang dimaksud adalah teman SMAnya itu.
“Ya, aku ragu memberitahunya karena ada temanku juga yang sepertinya mau menikah lebih dulu sebelum aku.” Kata Ji Ho. Se Hee pikir itu bagus.
“Tapi ini terlalu mendadak Jadi aku tidak tahu apa mereka akan percaya omonganku.” Kata Ji Ho khawatir.
“Akan kukirim foto pasangan kita pagi hari tadi. Kenapa tidak tunjukkan itu saja, biar mereka percaya?” ucap Se Hee. Ji Ho menyetujuinya dan menerima foto mereka yang terlihat kaku. 

Ji Ho berjalan akan masuk kamar merasa gugup kalau tak mungkin bisa menunjukkan foto pada teman-temanya, lalu saat itu pula terdengar teriakan Ho Rang dari dalam rumah seperti sangat marah.  Ho Rang mengumpat Won seok sudah gila dan ingin menaruh dimana sofa yang baru dibelinya.
“Tapi kau 'kan mau sofa ini. Aku sudah menyisakan Ruangan dan membeli sofa terakhir dari toko itu. Apa lagi yang salah? Apa lagi masalahnya?” kata Won Seok binggung.
“Apa Kau ini lagi main Tetris ? Coba Lihatlah kamar kita. Apa kau pikir, ada ruang buat kita makan disini? Apa kita akan makan di sofa ?” kata Ho Rang marah
“Ya... kenapa tidak bisa makan di sofa?” pikir Won Seok. Ho Rang merasa  memang sama sekali tak bisa bicara dengan pacarnya dan membuat sangat memalukan sekali.
“Apa?!!! Kau bilang malu denganku?.. Hei.. Ho Rang, Apa cuma itu yang bisa kau katakan?” kata Won Seok akhirnya mulai marah
“Lalu  apa yang harus kukatakan? Kau sama sekali tidak bisa mengerti. Apa gunanya kau kuliah tinggi-tinggi tapi tak bisa mengerti? Sudahlah” kata Ho Rang marah.
“Apa Cuma itu yang bisa kau katakan? Lalu kenapa kau tidak membuatku agar mudah dimengerti? Kau harusnya membantu aku mengerti daripada bertingkah gila karena tidak mengerti.” Kata Won Seok.
Ho Rang marah mendengar Won Seok yang menanggapnya gila, Won Seok melihat Ho Rang yang menangis dan langsung mengeluh kalau ia yang  yang harus minta maaf lagi. Ho Rang seperti tak menyangka Won Seok mengatakan seperti itu.
“Kenapa selalu aku yang harus minta maaf? Kenapa selalu aku yang harus menjaga perasaanmu? Aku sungguh muak.” Kaat Won Seok mengumpat kesal dan berjalan keluar dari kamar.
“Jangan pergi... Jika kau pergi, hubungan kita berakhir.” Kata Ho Rang. Won Seok seperti sangat marah memilih untuk segera pergi. 
Ketiganya duduk diteras, Ji Ho meminta Ho Rang agar berhenti minum. Soo Ji pikir Ho Rang sendiri yang bilang menginginkan sofa itu jadi Won Seok sampai mengangsur beli itu. Ho Ran binggung karena sebelumnya melihat keduanya pergi ke toko perhiasan.
“ Aku kesana untuk  mengganti tali jam tanganku dan Won Seok juga yang membayarnya. Dia ingin mengucapkan terima kasih karena telah menggotong sofa bersamanya. Tidak ada orang seperti Won Seok dan Dia sangat baik padamu.” Ucap Soo Ji kesal melihat tingkah temanya.
“Lamaran.... “ ucap Ho Rang yang mengingikan Won Seok melamarnya.

“Kau kelewatan sekali hari ini....Kau harusnya tidak kasar begitu pada dia di depan kami. Apa kau Tahu berapa banyak toko yang dia datangi?” kata Soo Ji
“Lamaran..... Kukira dia mau melamarku... Lagipula aku tak terlalu menginginkan sofa itu. Aku ingin rumah besar, biar sofa itu bisa muat masuk kesana.  Dia bilang minta maaf karena telah membuatku lama menunggu. Makanya kukira hari ini, dia mau melamarku.” Kata  Ho Rang kesal dan akhirnya menangis.
“Impian Ho Rang selalu sama sejak dia berusia 17 tahun Menjadi ibu yang baik.” Gumam Ji Ho hanya terdiam melihat kedua temanya.
“Sudah lebih dari tujuh tahun dan Pegawai yang termuda dari restoranku juga akan menikah. Semantara Aku tidak bisa menikah, padahal aku sudah 30 tahun. Tuba falopi-ku sudah mulai menua, Rahimku sudah menua.” Kat Ho Rang hanya bisa menangis.
“Aku tidak tahan sama yang seperti ini... Hei! Berhenti menangis dan Sudah cukup... Pernikahan bukanlah apa-apa.”kata Se Hee kesal.
“Ya, orang yang sukses sepertimu, pasti berpikir pernikahan bukanlah apa-apa. Tapi bagi orang yang tak berduit seperti aku ini..., maka pernikahan adalah segalanya Itulah tujuan hidupku!” kata Ho Rang marah.
“Bukan itu maksudku. Apa tuba falopimu itu saja yang penting? Apa rahimmu itu identitasmu? Kenapa kau mencoba menjual diri dengan cara pernikahan?” kata Se Hee kesal
“Itu karena semua yang kupunya hanyalah rahim ini. Kenapa memang?” kata Ho Rang
“Hei, Ho Rang. Jangan berlebihan begitu. Kenapa kau tak mengerti maksudku?” keluh Se Hee.
Ho Rang menyuruh Se Hee berhenti bersikap sok bijak, karena sangat Menjengkelkan. Soo Ji pikir Ho Rang mulai kumat lagi kelakuanya dan bergegas pergi. Ji Ho bertanya mau kemana. Soo Ji merasa sudah tidak tahan dan bergegas menuruni tangga untuk pulang saja. 


Ji Ho mengejar Soo Ji sampai masuk mobil, Soo Ji memberitahu kalau harinya hari ini adalah pulang lebih cepat dan  tidak seperti hari-hari lain bahkan terpaksa ikut Won Seok buat beli sofa, lalu membersihkan kamarnya.
“Apa aku juga harus tahan dengan sikapnya yang barusan itu?” keluh Ji Ho kesal. Ji Ho tahu menurutnya Ho Rang juga salah hari ini.
“Jadi berhentilah marah dan bicaralah dengan dia tatap muka. Jika kau pergi seperti ini maka Ho Rang pasti sangat kesepian hari ini.” Kata Ji Ho
“Kesepian hanya datang jika kau punya waktu. Aku kecewa padanya karena dia terlalu kelewatan dengan temannya ini yang bahkan tidak sempat tidur.” Keluh Soo Ji lalu melihat ponselnya berdering. Ji Ho pun menyuruh Soo Ji agar mengangkatnya. 


Soo Ji keluar dari mobil untuk mengangkat telp dari CEO yang mencarinya. Ji Ho menatap Soo Ji yang terus berbicara sambil bergumam “Waktu SMA, impian Soo Ji adalah menjadi CEO. Dia ingin menjadi CEO di bidang apa pun yang dia pilih.”
Soo Ji terus berusaha bicara ramah pada CEO, Ji Ho terus melihatnya sambil bergumam “Dia selalu menjadi pusat hidupnya dan selalu mengagumkan. Begitulah Soo Ji.” Dan Soo Ji pun menyudahi telpnya. Dan masuk ke dalam mobil.
Soo Ji memberitahu kalau akan kembali ke kantor. Ji Ho kaget karena harus kembali di malam hari. Soo Ji mengingatkan dirinya hanya karyawan jadi tak mungkin bisa menolak dan klienya itu  penting bahkan langsung marah kalau tak ikut kumpul-kumpul.
“Soo Ji ingin menjadi CEO..., tapi sekarang, dia hanya seorang karyawan yang selalu menuruti atasannya.” Gumam Ji Ho melihat kepergiaan temanya setelah mengubah penampilan dengan mengikat rambut dan mengunakan stoking.
“Adapun Ho Rang, impian satu-satunya adalah menikah. Tapi dia sudah menjalin hubungan dengan pria yang sama selama 5 tahun dan tinggal bersama pria itu selama 2 tahun.” Gumam Ji Ho melihat Ho Rang akhirnya tertidur diteras
“Sedangkan aku, agar bisa hidup di Seoul maka aku memutuskan menikah dengan pemilik rumah.” Gumam Ji Ho menaiki bus dan saat sampai rumah melihat Se Hee sedang ada diruang tengah. 


Keduanya duduk sambil menonton bola dan minum bir. Se Hee bertanya apakah sudah membicarakannya dengan teman-temannya dan apakah tanggapan temannya baik. Ji Ho mengatakan belum sempat memberitahu karena ada kendala lalu ingin tahu pekerjaan teman Se Hee
“Jadi apa pekerjaan mereka dan apa yang mereka sukai?” tanya Ji Ho
“Mereka hanya bekerja di kantor atau sudah menikah. Beberapa temanku sudah membuka usaha sendiri. Mereka normal seperti orang lain.” Kata kata Se Hee

“Yahh.. "Seperti orang lain". Aku cuma bertanya-tanya apa status kita sekarang dan cuma memikirkannya saja. ”kata Ji Ho. Se Hee menatapnya.
“Sepertinya semua orang berusaha sangat keras Tapi tidak ada yang tahu apa merek semakin dekat mencapai tujuan mereka atau tidak dan itu Terlalu sulit mengetahuinya. Jadi aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya mendapatkan keinginanmu dan bagaimana mendapatkannya. Itulah sebabnya aku menanyakan tentang teman-temanmu.” Jelas Ji Ho
“Kau seharusnya tidak menanyakan hal seperti itu ke orang lain  Belakangan ini, semua hal berbeda. Seperti yang sudah diketahui, perekonomi mengalami penurunan. Dunia tidak akan menjadi lebih baik dengan cara seperti itu. Jadi harus ada standar baru untuk generasi baru. Misalnya...” kata Se Hee dan Ji Ho menyela
“Apa Pernikahan? Apa itu yang ingin kau katakan?” ucap Ji Ho menebak.  Se Hee membenarkan. 




Ji Ho mengosok gigi sambil bergumam “Dunia tidak akan menjadi tempat yang lebih baik. Maka otomatis, hidupku juga tidak akan menjadi lebih baik. Aku seharusnya tidak menantikan masa depan yang lebih baik. Aku mungkin seharusnya hidup untuk menghindari hal terburuk yang mungkin terjadi esok hari.” Ketika keluar bertemu dengan Se Hee yang akan  masuk ke dalam kamar.
“Tunggu.. Sebentar... Aku tengah merencanakan peraturan pernikahan kita. Kurasa hal yang paling penting tentang pernikahan kita adalah efisiensi dan situasi keuangan.” Kata Ji Ho. Se Hee mengatakan  sangat setuju dengannya.
“Jadi aku ingin menyarankan jangan buang-buang biaya dan  upacara pernikahannya...” ucap Ji Ho sedikit gugup.
“Tentu saja, kita takkan mengadakan upacara pernikahan. Biaya dan prosedur untuk pernikahan kita akan terbatas pada pertemuan pertama keluarga kita, Pendapatku juga sama.” Kata Se Hee. Ji Ho menganguk setuju. 


“Zaman sekarang ini... kau tidak menikahi seseorang untuk cinta lagi” Begitulah menurut orang-orang berada Kini kami...”
Ji Ho membaringkan tubuhnya melihat nama [Berhenti bermimpi]  dengan poster yang ditempel kembali di dinding kamarnya. 

dan esok paginya, Ji Ho mengunakan gaun dan Se Hee mengunakan jas berlari mengejar bus sebelum pergi meninggalkan halte. Lalu keduanya duduk di kursi paling belakang.
“Bukankah kita sudah sepakat tidak akan melakukan apa-apa?” kata Ji Ho dengan tatapan kosong. Se Hee pikir seperti itu.
“Kami hanya ingin hidup normal, Untuk mewujudkannya, maka kami harus melakukan sesuatu.”
Bersambung ke episode 5

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar