PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Kamis, 12 Oktober 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 2 Part 2

PS : All images credit and content copyright : TVN

Mereka akhirnya pergi ke taman bermain, beberapa anak sudah pulang dari sekolah dan sepi. Se Hee pikir Ji Hoo sudah bisa jawab sekarang. Ji Ho mengaku kalau hanya ingin melakukannya. Se Hee binggung apa maksudnya hanya ingin melakukannya.
“Ya... Itu karena... Aku belum pernah menjalin hubungan. Jadi aku belum pernah  mencium siapa pun. Dan hubunganku selalu saja tak lancar dengan orang yang kusukai.” Jelas Ji Ho. Se Hee pikir bener juga.
“Kalau dipikir-pikir, itu juga akan terjadi. Kau bisa berkencan dengan orang bila punya uang dan waktu. Tapi aku tak punya dua-duanya. Biasanya, kau harus punya pacar dulu, baru bisa mencium seseorang. Tapi kurasa itu tidak akan terjadi dalam hidupku. Maka Itulah yang kupikirkan,  dan tiba-tiba saja... Aku berPikir, "Kenapa tidak kucoba saja?" Karena kukira aku tidak akan  punya kesempatan mencium seseorang. Itulah kurasa alasan aku menciummu.” Jelas Ji Ho.
“Aku merasa seperti aku sudah gila setelah bilang begitu. Kau tidak memahaminya, kan?” pikir Ji Ho hanya diam saja.
“Aku paham kalau alasannya begitu.” Ungkap Se Hee yang hanya diam saja. Ji Ho kaget karena Se Hee bisa mengerti yang dikatakan.
“Ya, hubungan bisa jadi beban entah karena uang, waktu, atau emosi. Tapi kau ingin melihat hasilnya tanpa biaya apapun. Makanya kau menciumku.” Kata Se Hee.
Ji Ho membenarkan yang dimaksudnya. Se Hee memastikan kalau Ji Ho juga tidak ingin  menjalin hubungan cinta apa pun. Ji Ho pikir hidupnya juga penuh masalahnya jadi tak ingin mencari masalah lagi. Se Hee pikir semua akhirnya beres dan juga Sempurna. Ji Ho binggung apa maksud ucapanya.
“Inilah daftar mantan teman serumahku. Seperti yang dilihat..., nilaimu tertinggi di antara  ketujuh teman serumah ini. Sejujur, aku belum pernah bertemu  orang yang memenuhi semua syaratku. Jadi, kemungkinan besar aku tidak akan  pernah bertemu dengan orang sepertimu lagi.” Jelas Se Hee memperlihatkan grafiknya.
“Tapi... Diskualifikasiku kritis sekali.” Kata Ji Hoo khawatir.

“Aku yakin itu titik buta kita, atau bisa jadi keuntungan kita. Kau akan didiskualifikasi... Jika setidaknya kita memiliki sedikit  kemungkinan untuk jatuh cinta. Tapi kita tahu itu tidak akan terjadi. Jadi aman bagi kita berdua. Apalagi, kita sudah saling ciuman maka sudah terbukti itu tidak akan pernah terjadi lagi.” Kata Se Hee. Ji Ho pikir benar juga.
“Kau bisa mempercayaiku. Aku memang kebetulan  menciummu entah bagaimana, tapi kau sungguh bukan tipeku.” Ungkap Ji Ho. Se Hee juga mengaku seperti itu.
“Jadi bisakah aku terus  menjadi teman serumahmu?” tanya Ji Ho. Se Hee mengatakan tentu saja. 

Ho Rang mengetahui kalau Ji Ho  memutuskan untuk tinggal bersamanya, menyakinkan lebih dulu kalau dia adalah pria apakah tak masalah.  Ji Ho yakin menurutnya Tidak akan ada lagi yang  terjadi di antara mereka. Ho Rang binggung apa maksudnya “Lagi”
“Yah... Kurasa selain disini, aku takkan  menemukan apartemen yang lebih bagus. Pemilik apartemen butuh penyewa untuk bayar pinjamannya. Aku juga butuh tempat sewa tanpa deposit apapun. Jadi sama-sama menguntungkan” kata Ji Ho
“Benar juga, lagipula kapan kau  bisa tinggal di tempat seperti itu lagi? Tapi Memang berapa biaya sewanya? Apakah Mahal?” ucap Ho Rang melihat apartement tempat Ji Ho tinggal dengan Se Hee. 

Ji Ho masuk ruangan dengan membawa naskah “Turtle Studying Room”, yang ditulis olehnya. Senyuman terlihat sangat bahagia karena sebentar lagi pasti akan menjadi penulis naskah sesungguhnya. Sutradara park dan Yong Suk datang, Ji Ho kaget melihat penulis Seniornya juga datang.
“Kau datang lebih cepat.” Ucap Sutradara Park. Penulis Senior menyapa Ji Ho melihatnya pasti kaget
“Aku senang bertemu kalian lagi.” Kata penulis Hwang. Sutradara Park menyuruh mereka duduk saja. Ji Ho terlihat masih bener-bener shock kembali bertemu dengan Penulis Hwang.
“Jadi kurasa mungkin lebih baik jika  Penulis Hwang kasih saran tentang alur ceritanya dan segalanya. Agar kita dapat kesempatan menayangkannya di slot utama. Kau Tahu sendiri, slot utama takkan diberikan pada  penulis baru.” Jelas Sutradara Park. Ji Ho hanya bisa mengangguk mengerti walaupun menahan diri dengan amarahnya.
“Kalian berdua akan menjadi penulis  naskah utama, jadi Jangan salah paham.” Jelas Yong Suk. Ji Ho mengaku kalau suatu  kehormatan baginya.
“Benar, saat setua ini, aku mana bisa tak pakai asisten penulis. Aku akan membantumu  sebanyak mungkin.” Kata penulis Hwang
“Bagus, jadi kita bisa mulai dari episode pertama. Jadi Dari bagian mana harus kumulai?” kata Sutradara Park
“Banyak yang harus kubicarakan.” Kata Penulis Hwang membuka naskah. Ji Ho melihat ada banyak tulisan merah pada naskah miliknya ditangan Penulis Hwang, lalu hanya bisa menatap kosong. 


Ji Ho membersihkan lantai dengan handuk mengunakan penyemprot, tanpa sadar kalau Se Hee pulang dari kantor memanggilnya. Ji Ho sadar lalu membuka earphonenya lalu meminta maaf. Se Hoo pikir  kalau kerjaan JiHo sedang tak lancar lagi.
“Ya, aku lagi stres jadi aku biasa  bersih-bersih seperti ini.” Akui Ji Ho
“Kebiasaanmu sangat ideal sekali.” Ungkap Se Hee. Ji Ho tak menyangka karena mengenal Se Hee punya sifat yang tak biasa.
“Kau hebat.” Puji Se Hee. Ji Ho pun mengucapkan Terima kasih.

Se Hee menonton sepak bola dengan earphonenya dan juga kitty yang menemaninya. Ji Ho keluar kamar mengambil air minum melihat Se Hee sedang menonton sepak bola dan akhirnya ikut melihat dan sempat menjerit ketika bola masuk gawang. Se Hee menyadari keberadaan Se Hee lalu bertanya apakah mau nonton bersama. Ji Ho menolak karena harus kerja lagi.

Tapi akhirnya keduanya menonton pertandingan Arsenal bersama, wajah keduanya terlihat tegang. Ji Ho pikir menonton laga derby  memang mendebarkan. Se Hee berkomentar Inilah bagian terbaik dari liga.  Ji Ho menatap Se Hee teringat dengan ucapan Soo Jin
“Tapi, kenapa dia tidak menikah? Dia 'kan punya rumah dan  pekerjaannya bagus. Jadi kenapa? Jangan-jangan... Apa Dia homo?” kata Soo Jin. Ji Ho dengan rasa penasaran pun bertanya pada Se Hee.
“Tapi..., Apa kau belum menikah? Emmm... Maksudku, orang biasanya menikah  saat mereka sudah seusiamu. Kau sudah punya rumah.” Ucap Ji Ho. Se Hee tahu kalau seperti itu memang sudah bisa
“Tapi aku masih lajang.” Kata Se Hee. Ji Ho memastikan kalau artinya Se Hee tidak akan menikah selamanya. Se Hee membenarkan.
“Rumah ini, Kitty, dan aku sendiri. Aku bersedia menopang tiga hal itu saja. Aku tidak perlu menopang hidup yang  membutuhkan lebih banyak energi dan biaya.” Ucap Se Hee. Ji Ho bisa mengerti.
“Tapi... tinggal berapa lagi sisa waktu buat melunasi pinjamanmu?” tanya Ji Ho ingin tahu
“Aku hanya perlu membayar 30 tahun lagi.” Kata Se Hee santai. Ji Ho kaget mendengarnya.
“Berarti kau harus bekerja seumur  hidup untuk melunasi rumah ini. Bukankah itu terlalu sia-sia?” pikir Ji Hee.
“Tidak ada yang lebih pasti  dari pada properti di negara ini. Kau harusnya yang paling tahu soal itu.” Kata ungkap Se Hee.
Ji Ho membahas kalau melihat  ada rumah sakit umum tepat di depan apartment. Se Hee membenarkan kalau mereka  bisa jalan kaki 10 menit jadi memilih rumah yang ditinggali sekarang. Ji Ho pikir Se Hee sedang sakit. Se Hee mengatakan tidak.
“Rumah ini menguntungkan jika bertahun-tahun kemudian dan aku punya masalah kesehatan.” Jelas Se Hee.
“Kau 'kan masih muda, bukankah terlalu dini untuk mempersiapkannya?” pikir Ji Ho
“Aku akan mati di rumah ini. Jadi aku harus mempertimbangkan semuanya. Dan Sebenarnya, kamarmulah tempat  dimana aku akan mati. Karena ventilasi kamar itu sangat bagus..” ungkap Se Hee yang membuat Ji Ho terlihat gugup. 

“Yah.. Pantas saja kamarku terasa sangat sejuk dan nyaman. Semua pemikirannya memang masuk akal, tapi dia agak aneh. Dia juga tidak ada ekspresi dan sungguh bukan tipeku.” Ucap Ji Ho akhirnya keluar dari rumah untuk membuang sampah.
Saat akan kembali Ji Ho bertemu dengan seorang wanita akan naik lift, lalu bertanya akan ke lantai berapa. Si ibu mengatakan akan ke lantai empat juga dan mengucapkan terimakasih. Keduanya pun keluar di lantai yan sama, Ji Ho akan masuk ke dalam rumah.
“Agasshi, kenapa kau ke sana?” ucap Si ibu binggung. Ji Ho makin binggung memberitahu kalau Ini tempat tinggalnya.
“Ini rumah anakku.”kata si ibu ternyata orang tua dari Se Hee. Ji Ho kaget. 

Ji Ho mondar mandir dalam kamarnya terlihat gelisah, ingin tahu apa yang dibicarakan diluar. Se Hee dengan tatapan tanpa ekspresi ingin menuangkan minuman untuk ibunya, tapi Ibu Se Hee menolak seperti sudah terlalu banyak minum karena shock.
“Jadi... Apa dia bukan pacarmu?” ucap ibu Se Hee. Se Hee menegaskan kalau Ji Ho hanya teman serumahny.
“Kau bukan Teman serumah, Diman matamu??? Dia itu wanita. Jadi Dia bukan pacarmu,  tapi kau tinggal bersamanya?”kata Ibu Se Hee tak percaya dengan anaknya.
“Aku malah tinggal bersamanya  karena dia bukan pacarku. Dia cuma penyewa.” Kata Se Hee.
“Apa Kau sungguh takkan menikah? Apa Kau mau lihat ibumu ini mati?” kata Ibu Se He.
“Kenapa Ibu membawa-bawa masalah pernikahan?  Sudah kubilang aku tidak ingin menikah.” Tegas Se Hee.
“Ayahmu ingin bercerai. Dia akan menceraikan Ibu jika Ibu tidak membuatmu menikah. Apa Kau mau lihat Ibu bercerai? Jadi Tolong pahamilah Ibu mu ini dan Ibu ingin hidup bahagia. Tapi Bisa-bisanya kau egois sekali?” kata Ibu Se Hee benar-benar marah. 


Keduanya seperti mengantar Ibu Se Hee pulang dan berjalan ditaman, Se Hee meminta maaf, karena lupa mempertimbangkan orang lain mengunjungi rumah mereka. Ji Ho pikir tadi bukan sembarang orang, tapi ibu Se Hee dan Semua orang tua peduli  dengan anak mereka.
“Yang mereka inginkan adalah memenuhi keinginan mereka lewat anak mereka. Kalau kau tak keberatan, maka bisa mengabaikannya...” ucap Se Hee.
“Tidak, mana mungkin aku seperti itu? Dia pergi setelah minum dua pil. Seorang sutradara kenalanku bilang  ada satu studio yang bisa kutempati. Jadi Aku bisa tinggal di sana untuk sementara waktu. Setelahaku dapat cukup uang, aku  bisa cari apartemen sendiri.”kata Ji Ho.
Se Hee bisa mengerti dan akan mentransfer uang sewa bulan ini ke rekeningnya. Ji Ho mengerti dan Se Hee pamit kerja lebih dulu lalu naik taksi yang berhenti. 

Ji Ho membereskan barang-barangnya dan kucing Se Hee seperti tak ingin ditinggal dengan masuk ke dalam koper. Ji Ho mengajak bicara Kitty kalau sudah terlanjur suka dengannya, dan merasa kalau pasti bosan setelah meninggalkan rumah. Lalu ia mengecek emailnya seperti merasakan sesuatu yang berbeda. 

Ji Ho menemui Yong Suk sebagai sutradara kalau  ini bukan hanya  sekedar perbaikan saja tapi keseluruhan isi dramanya berbeda. Yong Suk pikir tak masalah karena Ji Ho sudah setuju  kalau Penulis Hwang memperbaiki naskahnya.
“Tapi keseluruhan ceritanya... Apa bedanya ini dengan drama “konyol” lainnya?... Maksudku, kenapa memasukkan cerita rahasia kelahiran di drama tentang masa muda?” ucap Ji Ho mencoba untuk menahan amarah.
“Penulis Yoon... Kenapa kau bertingkah seperti amatir? Kita semua tahu cerita tentang masa muda itu unik dan menarik. Tapi apa orang yang akan menontonnya? Orang hanya akan menonton drama kalau ada konflik.” Jelas Yong Suk. Ji Ho hanya diam.
“Penulis Yoon... Katanya kau lulusan Universitas Nasional Seoul. Aku diberiathu oleh Penulis Hwang mengenai hal itu. Teman sekelasmu pasti sudah produktif sekarang, jadi Kau juga harusnya begitu... Kau sudah kepala 3. Bagaimana kau masih bisa tinggal di tempat seperti ini?” ucap Yong Suk menyindir Ji Ho. Ji Ho pun hanya diam saja dengan wajah sedih. 


Se Hee masuk rumah menerima telp dari ibunya, kalau orang tua dari wanita itu adalah guru di sekolah lama tempat ayahnya dulu bekerja, berumur 28, jadi perbedaan  umurnya denganmu sempurna. Se Hee mengaku sudah dengar itu sebelumnya.
“Jangan terlambat... cobalah lebih perhatian demi Ibu.” Pinta ibunya menyuruh anaknya kencan buta. Se Hee hanya mengiyakan saja dan menutup telpnya.
Se Hee akan membuka kulkas melihat pesan yang ditinggal Se Hee “Maaf aku tidak bisa  bilang langsung. Terimakasih atas semuanya.” Dan melihat kamar Ji Ho sudah kosong.
Ji Ho menulis dengan sofa sebagai tempat tidurnya, lalu memilih untuk bisa tidur nyenyak walaupun tempat tak nyaman. 

Dalam upacara penikahan, Se Hee duduk bersama dengan Sang Goo tanpa disadar satu ruangan dengan Ho Rang dan juga Soo Jin dengan duduk terpisah dengan altar penikahan. Sang Goo melihat pasangan yang menikah itu sangat indahnya.
“Menikah itu biasa-biasa saja, jadi Menikah sajalah kau.” Ungkap Sang Goo
“Menikah itu biasa-biasa saja. Jadi Lebih baik, wamil lagi daripada menikah. Memang apa bedanya?” pikir Se Hee.
“Itu Beda, coba lihat ke sana... Menikah sudah selesai  setelah acara ini selama satu jam dan menghormati para  tetua, hanya itu saja.” Kata Sang Goo.
“Jadi apa mereka langsung pulang setelah pernikahan?” tanya Se Hee.
“Bisa jadi. Banyak sekali jenis pasangan. Ada pasangan “show-window Couple”, *pasangan yang aslinya tidak akur tapi serasi kalau di depan orang*, pasangan akhir pekan dan pasangan tanpa seks. Apanya yang sulit? Hei.. Ayahmu berjanji membayar semua  uang sewa rumah kalau kau menikah. Kalau aku jadi kau, maka aku langsung menikah.” Ucap Sang Goo.

Pasangan menikah saling membungkuk memberikan hormat,  mereka pun memberikan tepuk tangan. Ho Rang dan Soo Ji duduk bersama merasa heran temanya belum juga datang. Ho Rang mengatakan kalau Ji Ho akan telat, karena ada rapat.
“Kenapa kau di sini padahal  ini pernikahan teman kuliahku?” ucap Soo Jin heran
“Dia juga teman kuliahnya Won Seok. Aku di sini menggantikan Won Seok karena dia sibuk.” Ucap Ho Rang. Ji Ho masuk dan mencari teman-temanya, Ho Rang melihat temanya dan langsung melambaikan tanganya.


Mereka berkumpul dengan semua teman satu kampus untuk makan, salah satu teman duduk disamping Soo Jin meminta kartu nama menceritakan kalau adiknya melamar ke  perusahaan tempat kerja Soo Jin. Soo Jin menegaskan tak bisa banyak membantu jadi bisa mengirim email kalau memang ada yang ingin ditanyakan.
“Katanya kau tokoh kunci di divisi bisnis. Aku juga minta kartu nomormu.” Ucap teman lainya dan yang lain juga mengingikan kartu mana.
“Itu bukan semua yang kaudengar. Mereka memanggilku tokoh kunci buat mengolok-olokku.” Jelas Soo Jin. Mereka tak percaya begitu saja.
“Tokoh kunci sebenarnya  itu si Ji Ho. Dia satu-satunya yang dapat beasiswa penuh di perguruan tinggi.” Kata Soo Ji membanggakan temanya.
“Hei, Ji Ho. Sudah lama tak  bertemu. Apa pekerjaanmu?” tanya temanya. Ji Ho terlihat gugup. Soo Jin memberitahu kalau Ji Ho penulis skenario drama. Semua langsung terpana dengan Ji Ho seperti sangat iri.
“Tidak, aku hanya asisten penulis.” Kata Ji Ho merendahkan diri. Temanya ingin tahu Ji Ho sudah menulis drama apa saja.
“Yang terakhir "Love Story of a Fool". (Kisah Cinta Orang Bodoh) Aku juga menulis  "Ramyeon Restaurant of Kkotsoon" dan Kalian juga pasti tahu  "Ratu Rumah Tangga".” Kata Ji Ho. Semua temanya seperti tak lagi tertarik karena dramanya tak terkenal.
Mereka berpura-pura kalau seru sekali dramanya. Soo Ji tahu kalau mereka hanya mengejek dengan heran kalau mereka  tidak tahu "Ratu Rumah Tangga". Temanya beralasan kalaujarang menonton TV akhir-akhir ini. Soo Ji membanggkan temanya kalau Itu drama pagi yang legendaris jadi bisa cek di Internet.  Mereka tetap mengatakan tak tahu.
Ji Ho seperti merasa sangat direndahkan memilih untuk pamit pergi karena ada janji lain. Soo Ji pun mengeluh temanya yang  bereaksi  berlebihan hari ini lalu ingin mengejar Ji Ho. Ho Rang menyuruh Soo Ji tenang saja dan tak mengejarnya. 

Ji Ho duduk di halte dengan tatapan sedih karena tak ada yang bisa dibanggakan olehnya. Ho Rang datang duduk di halte. Ji Ho heran melihat temanya malah keluar padahal akan segera pergi. Ho Rang mengaku harus pulang dan bertanya Apa bus nomor 7737 lewat sini.
“Kenapa orang kaya juga ingin rendah hati? Jadi tak menyenangkan, 'kan? Aku Sudah bilang,  jangan belajar terlalu rajin... Coba Lihat aku. Aku bahkan tidak bisa  ambil keputusan karena aku tidak belajar.Apa menurutmu ada alasan atas tindakan yang tak boleh dilakukan?” kata Ho Rang
“Ayahku bilang aku akan mati kelaparan  jika memilih jurusanku. Tapi ternyata benar.” Kata Ji Ho sedih.
“Apa Kerjaanmu lagi tak lancar? Yah.. Memang, gajimu tak sebanyak Soo Ji dan tak punya pengalaman berkencan. Tapi kau selalu terlihat sangat bahagia saat menulis. Apa Kau tak merasa bahagia, saat menulis belakangan ini?” kata Soo Ji. Ji Ho hanya diam saja. 

Sang Goo menyapa semua tamu yang dikenalnya, Se Hee seperti tak suka berkumpul dengan banyak orang memilih untuk pamit pergi saja. Sang Goo mengeluh kalau Se Hee harusnya bisa sopan dan meminta agar jangan pergi. Se Hee mengaku kalau ada janji dan tidak boleh terlambat.
“Ini akhir pekan, jangan bohong.. Apa Kau mau ikut kencan buta?” ucap Sang Go. Se Hee tak banyak bicara memilih untuk pamit pergi.
“Yahh.. Bertindaklah seperti orang normal, maka kau pasti bisa menikah.” Ungkap Sang Ho melihat kepergian temanya lalu kembali menyapa tamu lainya. 

Soo Ji ingin menelp Ji Ho tapi terlihat ragu dan berjalan tanpa sengaja bertabrakan dengan Sang Goo dan semua barang-barang Soo Ji pun jatuh. Sang Goo memasukan barang ke dalam tas dan binggung karena ada kondom.
“Padahal ini kupakai kemarin. Apa tidak, ya?” pikir Sang Goo bingung ingin memeriksanya.
“Berikan itu padaku.... Itu punyaku.” Ucap Soo Ji. Sang Goo binggung apakah maksudnya Kondom itu, lalu berjalan heran melihat Soo Ji karena tak mengenalinya. 

“Wanita ini bernama Choi Yong Jaeyang menjadi pemilik hunian setelah membunuh pemilik aslinya. Dan seorang penulis kaya  bernama Choi Jun Seok kebetulan pindah ke hunian itu. Dia mencari ibunya. Ternyata keduanya adalah  saudara tiri.” Ucap Penulis Hwang menjelaskan dengan mengebu-gebu.
Ji Ho hanya diam saja mengingat ucapan Ho Rang “Kau selalu kelihatan  sangat bahagia saat menulis, Apa Kau lagi tak merasa bahagia saat menulis belakangan ini, ya?” Sementara dua sutradara melihat cerita Penulis Hwang kalau itu menarik.
“Bagaimana menurutmu, Penulis Yoon?” tanya Sutradara Park. Ji Ho tersadar dan mengaku sangat... Sutradara ingin tahu menarik dibagian mana.
“Apanya yang menarik? Cerita ini bercerita tentang orang  yang tinggal di hunian mahasiswa. Dan Kenapa pula pria  kaya harus tinggal disitu? Cerita ini bercerita tentang percintaan masa muda. Jadi kenapa harus ada  kakak laki-laki tiri dimasukkan ke cerita?” ucap Ji Ho berani berkomentar sinis. Mereka tak percaya Ji Ho berbicara pada penulis Hwang
“Coba pikirkan... Kalau begini, sebaiknya kita langsung saja  pakai alur yang tak bermutu itu. Kenapa kita harus menipu pemirsa?” kata Ji Ho
“Penulis Yoon. Apa Kau barusan bilang  cerita tak mutu? Bukankah itu terlalu kasar? Aku hanya berusaha membantumu. Apa Kau tak mau drama ini lanjut?” ucap Penulis Hwang seperti mulai marah
“Aku bisa memilih apa drama ini  akan lanjut atau tidak, Karena ini tulisanku.” Tegas Ji Ho tak peduli. 

Se Hee sampai rumah terlihat sangat lelah mengambil bir dan berbaring di sofa, lalu melihat alarm kalau harus mengirimkan teks pada teman kencan butanya. Ia mulai menuliskan [Kau sudah sampai rumah?]
“Jika dia sudah sampai rumah..., Lalu apa selanjutnya? Buang-buang waktu saja.” Keluh Se Hee memilih untuk tak mengirimkanya. Saat membuang kaleng bir kesal melihat banyak sampah dan kucingnya pun juga terlihat kelaparan.
“Maaf... Aku begitu sibuk sampai kau lupa kukasih makan.” Ungkap Se Hee sambil mengusap kepala kucingnya.
“Apa yang kita butuhkan... bukan pernikahan.” Kata Se Hee menatap kamar Ji Ho yang kosong. 

Ji Ho sudah sampai tempat tinggal sementaranya, Pesan masuk dari Yong Suk “Penulis Yoon, kau dimana? Minta maaflah ke Penulis Hwang. Drama kita bisa-bisa  tak lanjut kalau seperti ini. Apa Kau mau riwayatmu tamat di dunia hiburan TV?” Ji Ho memilih untuk tak mengubrisnya lalu memilih itu tidur.
Saat itu pintu kamarnya terbuka, Ji Ho kaget melihat Yong Suk seperti mabuk masuk karena sudah tahu passwordnya dan berkata kalautidak boleh datang kesini. Yong Suk heran apakah ia bahkan tidak boleh datang hanya ingin menemui Ji Ho.
“Aku yang mencarikanmu tempat ini...Penulis Yoon. Kau ini kenapa? Aku mencoba membantumu Dan kenapa kau begini padaku?” keluh Yong Suk dengan nada marah
“Aku juga mencoba melakukan hal yang sama. Tapi ini bukan cerita yang  harus kita lanjutkan.” Kata Ji Ho

“Tidak semua orang bisa melakukan keinginan mereka sejak awal. Hanya orang sukses yang bisa melakukan keinginan mereka. Orang-orang seperti kita hanya perlu menuruti perintah.” Kata Yong Suk memegang bahu Ji Ho.
Ji Ho mulai ketakutan mengaku sangat mengerti dan mengajak untuk bicara besok lagi. Yong Suk malah membahas kalau Ji Ho yang tidak pernah menyukainya dan mencoba mendekat untuk menciumnya. Ji Ho meminta agar Yong Suk tak melakukanya. Yong Suk memaksa Ji Ho untuk bisa melayaninya. Ji Ho memohon agar Yong Suk agar tak melakukanya dan dengan sekuat tenaga mendorongnya.
“Kau... Apa Kau tahu kenapa kau itu seperti orang jahat? Bukan karena kau membingungkanku selama tiga tahun. Bukan karena kau membodohiku. Bukan karena kau main mata denganku di saat kau punya pacar. Padahal sekarang ini, cuma ini tempat yang bisa buatku berbaring. Dan kau baru saja membuatku  meninggalkan tempat ini juga, Apa kau tahu? Aku padahal sangat ingin tidur, dasar bajingan!” umpat Ji kesal melihat Yong Suk terjatuh di lantai sambil menangis. 


Ji Ho hanya mengunakan pakain tidur keluar dari ruangan, sambil berjalan ingin menelp Soo Ji tapi sebelumnya mereka sedang bertengkar.  Ji Ho menatap bajunya dikaca toko seperti bener-benar tak terurus.
“Ada sisi yang tidak pernah ingin kita tunjukkan ke orang lain, entah sedekat apa, kita dengan mereka.” Gumam Ji Ho.
Ji akan menekan bel rumahnya tapi saat itu terdengar suara adiknya sebagai penganti baru tak membiarkan istrinya tidur.
“Terkadang, keluargamu pun bisa jadi orang yang paling tidak  dekat denganmu. Ketika aku memutuskan  mewujudkan impianku..., kukira hidupku akan seperti berjalan  melalui terowongan gelap. Tapi tak kusangka akan segelap ini. Tak kusangka akan menjadi sehampa ini.” Gumam Ji Ho
“Sampai kapan... Sampai kapan aku harus jalan?” kata Ji Ho berjalan di terowongan dan hanya bisa menangis.

Ji Ho berdiri di depan apartement Se He merasa heran karena datang ke tempat itu, bahkan tubuhnya seperti menyeretnya untuk datang. Saat itu Se Hee sedang melihat Ji Ho sambil meminum bir. Akhirnya mereka duduk diruang tengah sambil menonton TV dan meminum bir.

“Aku tertidur, lalu aku terbangun karena mimpi, Lalu aku jalan sebentar. Tiba-tiba aku sampai di sini.” Ucap Ji Ho menjelaskan kalau mengunakan celana tidurnya.
“Ya. Sepertinya mimpi buruk, yah?”kata Se Hee. Ji Ho membenarkan.
“Mimpi tentang terowongan tak berujung. Aku sendiri yang melewatinya.”cerita Ji Ho . Se Hee bisa mengerti. Ji Ho lalu menanyakan kabar Se Hee berbasa basi. Se Hee mangaku kalau baik-baik saja.
“Begini...ada yang ingin kukatakan... Kalau kau punya waktu... Maukah kau.....menikah denganku?” kata Se Hee. Ji Ho terdiam seperti sangat kaget mendengarnya.
“Saat itu. entah dimanapun itu, hanya untuk sesaat. aku ingin jatuh ke dalam, entah lubang got atau  lubang besar. Dimanapun itu, aku tak masalah.” Gumam Ji Ho lalu menjawab “Ya” pada pertanyaan Se Hee yang mengajaknya menikah.
“Malam ini..., aku hanya ingin tidur nyenyak.”ungkap Ji Ho karena dengan begitu bisa tinggal di rumah Se Hee yang nyaman.
Bersambung ke episode 3

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 


3 komentar:

  1. Wuaahhh udh g sabar dg eps selanjutnya 😄😄

    BalasHapus
  2. Mbak koq ep 3 bLom ada sinop'y..dr siang aq nungguin loh, yg semangatt dounk biar Cpet Up'y..mkasih😊

    BalasHapus