PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Rabu, 15 November 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 11 Part 1

PS : All images credit and content copyright : TVN
Se Hee menatap kucingnya dengan senyuman, lalu teringat kembali dengan Ji Ho yang menelpnya memberiathu kalau Keluarganya minggu ini akan membuat kimchi.
Flash Back
“Keluargamu 'kan ada di Namhae. Terus bagaimana aku bisa kesana?” ucap Se  Hee binggung.
“Itu bukan urusanku. Nanti kukirim alamat sama kapan kau kesananya.” Kata Ji Ho dingin. 

Se Hee keluar dari kamar melihat Ji Ho sudah bangun. Ji Ho membalas dengan wajah datar dan dingin.  Se Hee menuangkan air minum dalam gelas, Ji Ho memberitahu kalau gelas itu miliknya dan yang warna putih baru milik Se Hee. Se Hee pun menukarnya walaupun terlihat canggung.
“Apa Kau sudah mau berangkat?” tanya Se Hee.
“Ya, tadi aku sudah janji sama Bok Nam, akan sarapan sama dia di kafe.” Ucap Ji Ho dengan nada penekanan. Se Hee hanya berkomentar “

“Mengenai.. Kontrak sewa kita... Maksudnya, kontrak sewa dan pernikahan kita.. Aku akan selalu membawanya. Karena ibumu tempo hari pernah memeriksa laciku. Jadi aku mau simpan kontraknya di kafe, biar aman.” Jelas Ji Ho
“Ibuku tidak akan datang lagi. Kami sudah bicara baik-baik, dan aku...” ucap Se Hee langsung dipotong oleh Ji Ho
“Ya... Apa yang kalian berdua bicarakan bukan urusanku. Kita mana pernah tahu, jadi kau sebaiknya membawa kontrakmu ke tempat kerja juga. Karena Aneh nanti, kalau ada orang yang tahu soal kontrak kita.” Tegas Ji Ho. Se Hee pun menganguk mengerti.  Ji Ho pun pamit pergi. 


Di depan lift, Ji Ho mengelus kepalanya sendiri memuji kalau sikapnya sangat bagus dan Sempurna, karena sama sekali tidak goyah. Ia bisa memperlihatkan Poker face pada Se Hee.
“Dia rupanya sangat marah padaku... Benar, 'kan?” kata Se Hee pada kucingnya setelah melihat sikap Ji Ho lalu masuk ke dalam kamar.
Se Hee melihat surat Kontrak Pernikahan Berjangka Dua Tahun, lalu mendengar suara kucingnya. Ternyata Si kucing sudah masuk ke dalam lemari, Ia langsung mengendongnya dan mengajaknya keluar.

Rapat perusahaan
Semua menatap ke arah layar, ada dua aplikasi yang berbeda.  Bo Mi tak percaya kalau saingan mereka  pakai strategi negatif dan menerapkan  kebalikan dari aplikasi sudah mereka buah. Sang Goo melihata Masalahnya, cara yang dipakai pun berhasil.
“Aplikasi mereka membalap aplikasi kita di  toko aplikasi, setelah rilis satu bulan.”  Kata Sang Goo
“Aplikasi ini ada bagian tentang pekerjaan para orang tua dan pendapatan tahunan dan berhasil  memikat pengguna yang konservatif. “ kata Won Seok. 

“Orang-orang yang berkencan yang bertujuan menika .ingin memiliki hubungan yang tepat. Tn. Nam, bagaimana pendapatmu tentang situasi darurat ini?” tanya Sang Goo melihat. Se Hee hanya menatap ke arah layar.
“Konsep desain mereka memang sangat bagus. Jika mereka menaruh banner acara di  bawah profil, pasti hasilnya jauh lebih bagus lagi.” Kata Se Hee malah memuji.
“Tn. Nam. Aku bukannya menanyakan  pujianmu atas desain mereka. Bisa tidak kau...” ucap Sang Goo langsung disela oleh Won Seok. 

“Bukankah sebaiknya kita mengubah konsep kita pada tahap ini? Menurutku berisiko membagi pasar antara kencan dan pasar pernikahan. Bahkan Nama aplikasi kita saja sudah tak benar  dari awal. "Berkencan Daripada Pernikahan"? Sebenarnya siapa yang  menamai aplikasi kita?” ucap Won Seok.

Se Hee menatap sinis, Sang Goo melirik ke arah Se Hee. Won Seok mengetahui jawaban temanya mengejak kalau Se Hee satu-satunya orang yang sudah menikah disini. Sang Goo piir mereka  Besok akan rapat tentang konsep jadi Pikir baik-baik apa mereka harus  tetap memakai konsep perkencanan atau jika harus mengganti  konsep dengan pernikahan. Se Hee terlihat masih menatap sinis dengan Won Seok.

Ji Ho terdiam terlihat sangat marah mengingat saat kemarin pulang, Se Hee terlihat marah karena datang membantu di rumah ibunya.
Flash Back
“Kenapa kau tadi kesana? Kau seharusnya cari alasan kalau tak bisa datang. Bilang saja kalau kau sibuk. Kukira kau itu bek yang hebat..” ucap Se HEe didalam bus.
“Ji Ho..  Ini memang tak ada di kontrak kita..., tapi ini buat ganti rugi atas tenaga kerja tambahanmu malam ini.” Kata Se Hee memberikan amplop berisi uang. 

“Memangnya dia itu Won Bin? Buat apa dia ganti rugi segala?” kata Ji Ho mengomel. Bok Nam yang ada didepanya binggung.
“Kenapa majikan rumahmu?” tanya Bok Nam. Ji Ho melihat Bok Nam memegang surat kontraknya bertanya sejak kapan memegang itu.
“Menurutku ini tak masalah dan Mungkin aku juga sebaiknya nanti buat kontrak nikah.” Pikir Bok Nam.
“Kau 'kan punya rumah sama sepeda motor. Jadi buat apa?” ucap Ji Ho.
“Tapi itu sama sekali berbeda kalau ada orang lain di rumah.  Aku kesepian, sendirian di rumah, Karena kau ada suami di rumah,  jadi kau tidak akan kesepian.” Kata Bok Nam.
“Hei. Apa kau tahu kenapa suami, pria itu dipanggil suami? Karena mereka tidak akan menjadi milikmu. Ada pepatah lama, "Berilah hidangan yang mudah dicerna buat putrimu, sambil memberi hidangan susah dicerna buat menantu perempuanmu." Apa Seorang menantu perempuan sama  seperti anak perempuan? Kalau seperti itu, harusnya dia tinggal mengadopsi anak perempuan saja... Uhh.. Dasar...”keluh Ji Ho terus mengomel tanpa henti.
Bok Nam hanya menatap bingung, Ji Ho bertanya ada apa dengan tatapan Bok Nam.  Bok Nam merasa Ji Ho sudah seperti orang yang dikenal., yaitu Ahjumma tetangga sebelah rumahnya. Ji Ho binggung kenpa Bok Nam bisa menyamakan dengan Ahjumma.
“Ahjumma itu selalu menjelekkan suaminya dengan memasang wajah sepertimu tadi. Kenapa bisa sama raut wajahmu dengan dia? Padahal Waktu pertama kali mulai bekerja, kau sangat manis. Tak kusangka aku bakal melihat ekspresi itu di wajahmu.” Kata Bok Nam dan berpikir kalau tidak menikah sajalah.



Won Seok berkumpul dengan semua pegawai mengataakn Aplikasi mereka sudah salah dari awal. Se Hee berpura-pura membuat kopi sambil mendengarkanya. Won Seok pikir nama "Kencan Daripada Pernikahan" saja kedengarannya sudah salah, karena Terlalu pesimis. Semua pegawai berpikir kalau sudah pernah membahas ini.
“Makanya, sekarang kita harus ganti konsep untuk mendukung pernikahan.” Ucap Won Seok. Semua pun setuju kalau harus menggantinya.
“Semuanya, perhatian.. Ada orang yang meminta hari libur dalam  keadaan genting ini... Bisa kalian tebak, siapa orangnya?” ucap Sang Goo. Semua saling menatap mengatakan kalau itu bukan dirinya.
“Ini surat "Permintaan satu hari libur. Divisi: desain "Nama: Nam Se Hee". Jadi Orangnya Tn. Nam.” Kata Sang Goo sinis
“Aku ada urusan penting, dan  harus diselesaikan pada hari kerja.” Kata Se He santai
Sang Goo ingin tahu Pekerja apa yang punya  urusan lain pada hari kerja. Se Hee mengatakan kalau harus buat kimchi. Semua melonggo binggung, Sang Goo pikir itu program baru. Won Seok menebak kalau yang di maksud membuat kimchi buat musim dingin. Se Hee membenarkan.
“Memang kau mau buat kimchi dimana sampai minta libur?” tanya Sang Goo.
“Namhae. Kampung istriku...Bukan, kampung mertuaku.  Disanalah, aku mau buat kimchi... Lagipula aku belum  ambil cuti tahun ini jadi Kumohon, percepat urusan cuti ini.” Ucap Se Hee  lalu keluar dari ruang pantry.
“Sebaiknya nama aplikasi kita tetap sama saja... Nama sekarang 'kan sudah bagus.” Kata Semua pegawai lalu keluar ruangan meninggalkan Won Seok.
“Pernikahan memang menakutkan seperti itu.” Komentar Bo Mi dengan menepuk pundak Won Seok. Won Seok hanya bisa terdiam karena menikah bukan seperti orang pacaran. 


[Episode 11 -Karena Ini Pantai Pertamaku]
Ho Rang sibuk melihat ponselnya, rekan kerjanya melihat kalau Hao Ran  pakai aplikasi "Kencan Daripada Pernikahan". Ho Rang dengan bangga mengatakan kalau itu karena pacarnya bekerja  di perusahaan itu jadi cuma mengunduhnya saja. Semua pun terlihat tak percaya dan juga bangga.
“Manajer, banyak sekali yang memberikan “like” nya.” Komentar rekan kerja. Ho Rang pikir kalau itu hanya  untuk seru-seruan saja.
“Benar juga, Manajer 'kan sebentar lagi mau menikah. Apa Tanggalnya sudah ditetapkan?” tanya rekan kerjanya. Ho Rang terlihat gugup.
“Kami masih membahasnya.” Jawab Ho Rang lalu mengalihkan dengan bertanya apakah mereka sudah periksa pemesanan makan siang lalu bergegas pergi. 

Won Seok duduk di tempat duduknya, menerima telp dari ibunya yang memberitahu kalau Sudah sampai di Seoul. Bo Mi diam-diam mendengarkan dari bangku  belakang. Won Seok kaget kalau ibunya sudah datang di gedung tempatnya berkerja,  dan bergegas keluar sekarang. 

Won Seok sudah bertemu dengan ibu mertuanya, di cafe berpikir kalau seharusnya makan malam bersama  Ho Rang juga. Nyonya Yang mengatakan tak bisa karena harus buat makan malam suaminya dan masih ada sebelum busnya datang jadi sengaja datang untuk menemui menantunya di banding putrinya.
“Kau bilang Menantu?” ucap Won Seok terlihat gugup.
“Aku sudah lihat cincin itu, dan batu cincinnya cukup besar. Bukannya itu terlalu mahal?” kata Nyonya Yang
“Tidak, paling tidak itu yang bisa kulakukan untuk Ho Rang.” Kata Won Seok
“Aku bilang begini, karena dia putriku, tapi zaman sekarang, mana ada perempuan seperti dia. Begitu kalian menikah, dia akan menjadi ibu rumah tangga yang baik. Dari kecil, dia sudah belajar dariku.” Cerita Nyonya Yang. Won Seok mengatakan kalau sudah mengetahuinya.
“Kalau begitu... Kapan kalian berencana menikahnya? Bagaimana pendapat orang tuamu?” ucap Nyonya Yang penasaran.
Won Seok mengaku belum sempat memberi tahu orang tuanya. Nyonya Yang pikir Won Sok harus cepat-cepat beritahu mereka, karena Tidak baik menunda-nunda. Ia pikir Sampai kapan Won Seok akan  membiarkan Ho Rang hidup di tempat kecil bersama Soo Ji. Won Seok hanya menganguk tanpa bisa berkata-kata.
“Apa Kau masih tinggal di rumah atap itu?” kata Nyonya Yang. Won Seok menganguk kalau masih tinggal di sana.
“Apa ada air hangat disana? Apa Ventilasi udaranya bagus?” tanya Nyonya Yang. Won Seok menjawab kalau itu tentu saja bagus dengan wajah gugup 


 Ho Rang melihat buku tabungan bernama [Shim Won Seok dan Yang Ho Rang] wajahnya terlihat bahagia. Ia teringat saat Won Seok mengatakan  kalau merea tak mungkin menikah dua tahun kemudian.
“Kenapa tidak bisa?  Selama ini 'kan kita sudah menabung.” Ucap Ho Rang memasukan buku tabunganya.
“Kita 'kan sudah menghemat 500 ribu sebulan selama dua tahun. Berarti 1 juta selama 24 bulan.. Ahh.. Berarti banyak uang yangsudah terkumpul.” Kata Ho Rang dengan wajah sumringah dan hanya bisa melonggo kaget melihat buku tabungan untuk mereka berdua. 

Soo Ji mencari sesuatu di dalam tasnya, seperti binggung dan bertanya-tanya Dimana melepasnya. Lalu berpikir kalau memang tidak  memakainya dari rumah. Manager Park menelp, mengeluh karena Soo Ji yang belum datang padahal Makanannya sudah datang. Soo Ji mengatakan akan datang lalu memakai jaketnya agar tak kelihatan bagian dadanya.
Mereka makan sup panas yang membuat keringat bercucuran,  Manager Park heran melihat Soo Ji karena pasti  kepanasan dan menyuruh untuk membuka jaketnya. Soo Ji menolaknya dengan halus, Manager Park sengaja menyiram kuah kearah Soo Ji, lalu meminta maaf dan mencari tisu basah.
Soo Ji yang panik akhirnya membuka jaketnya, saat itu Manager Park dan pria lainya pun bisa melihat kalau Soo Ji yang tak mengunakan Bra. Soo Ji hanya terdiam karena akhirnya mereka bisa melihat kalau tak mengunakan bra. 

Soo Ji dengan wajah kesal memilih untuk mengisap rokok di luar gedung. Manager Park dkk  berkumpul bersama dengan  memberikan uang 50 ribuk won, karena Manager Park menang taruhan kalau Soo Ji  yang kemana-mana tak  pakai bra. Mereka tak habis pikir kalau Soo Ji tak pakai bra.
“Apa banyak wanita seperti itu belakangan ini? Apa ukuran dia B cup?” ucap rekan kerja lainya.
“Kau bilang B? No, no... Dia itu A” ucap Manager Park. Mereka heran tahu darimana Manager Park itu.
“Aku bisa langsung tahu... Astaga. Coba saja aku belum menikah.</i> >Aku pasti sudah dengan Asisten Woo.” Kata Manager Park. 

Soo Ji yang sedari tadi mendengarnya, langsung menghampiri Manager Park meminjam korek api. Manager Park kaget bertanya sejak kapan Soo Ji ada diatap gedung. Soo Ji mengisiap rokok dengan sengaja menyemburkan asapnya pada Manager Park. Manager Park pun baru tahu kalau Soo Ji ternyata merokok.
“Apa Kau menang banyak?.. Maksudku taruhan yang kalian buat, soal bra-ku.” Ucap Soo Ji menyindir yang membuat Manager Park binggung
“Memang sudah jelas, karena aku A cup, 'kan? Sepertinya ukuranmu juga sama denganku. Jika kau tidak berniat  berolahraga, beri tahu aku. Jadi Biar kupinjami Bra punyaku.” Kata Soo Ji sengaja menunjuk ke arah dada Manager Park dan sengaja membuang rokok di dalam gelas kopi rekan kerjanya. 

Sang Goo menatap Se Hee yang ada disampingnya. Se Hee menyruh Sang Goo bicara saja karena tidak tahu maksud dari tatapannya dan sudah tahu kalau ia  tak suka hal-hal seperti itu. Sang Goo ingin tahu Apa sebenarnya  yang terjadi pada temanya saat menikah.
“Bisa-bisanya acara kimchi dan pulang  kampung bisa mencampuri urusan dunia IT-mu? Kenapa bisa terjadi?” kata Sang Goo tak habis pikir
“Yah, itu karena  sesuatu yang bisa ditebak.  Orang tuaku yang awalnya menyulitkan istriku jadi aku berniat mengganti ruginya melalui kerja tambahan. Dia kemarin disuruh membantu upacara peringatan kematian kakekku.” Jelas Se Hee 


Keduanya pun keluar dari lift, Sang Goo pikir sudah bisa menyimpulkan, dengan membahas Uhm Byung Moon yaitu Setelah liburan, Tuan Uhm menjemput istrinya setelah sebulan, Karena istrinya tidak ingin ketemu siapa pun yang bermarga Uhm Jadi diiusir dari kamar, terus tidur sofa.
“Sewaktu orang tuanya berkunjung, dia pura-pura. seolah-olah dia  kepala keluarga. Aku sungguh tidak mengerti apa ini.” Kata sang Goo hran.
“Itulah namanya penyakit sosial yang  disebabkan para orang tua Korea. Mereka mengeksploitasi pasangan anak mereka dengan menganggapnya keluarga. Mereka ditekan untuk  melakukan kerja fisik dan mental. Dan dampak yang diakibatkan, meliputi pertengkaran, perpisahan atau perceraian. Jika seseorang memiliki  pikiran rasional, sistem seperti itu yang tidak boleh dipilih. Pernikahan.” Ucap Se Hee.
“Makanya itu. Tak pernah... Tapi kenapa orang sepertimu memilih sistem seperti itu? Aku merasa heran.Padahal yang kau pedulikan cuma angsuran rumah dan si Kucing. Jadi, kenapa kau memilih  melakukan suatu hal yang tak masuk akal? Apa karena istrimu pecinta kucing? Kalau bukan, Apa karena dapat uang sewa dari istrimu, sulit bagiku mengerti apa alasannya.” Ucap Sang Goo.
Se Hee menjawab kalau  karena istrinya cantik. Sang Goo pikir secantik apapun itu... Se Hee menegaskan kalau istrinya yang cantik dan berntanya apa kelemahan pria.Sang Goo menjawab iytu Penglihatan. Se Hee ingin taua Jadi bagaimana jika wanita cantik ada di  depan matanya, akan melirik dia atau tidak. Sang Goo mengatakan akan melirik.
“Jadi jika kau bisa melihat wanita  cantik itu setiap hari... maukah kau menikahinya atau tidak?” ucap Se Hee.
“Apapun itu, aku akan menikahinya.” Kata Sang Goo. Se Hee memuji kalau jawab temanya sangat tepat sekali.
“Jadi kau sudah mengerti sekarang?” kata Se Hee. Tapi Sang Goo sibuk melihat ponselnya.


“Aku sudah di tempat parkir dekat pintu samping kantormu, Oppa. Datanglah kesini 20 menit lagi. Aku frustrasi sekali hari ini,  jadi sebaiknya kau mempersiapkan diri.”
Sang Goo membaca pesan dari Soo Ji langsung sumringah, lalu menyuruh Se Hee pulang duluan dan akan bertemu lagi besok. Se hee pikir Sang Goo ada rapat penting hari ini. Sang Goo mengatakan aklau Ada yang lebih penting lagi dari itu lalu bergegas untuk mencari pintu samping. 
Se Hee dengan wajah datar memberitah jalan pintu samping di arah kanan. Sang Goo yang buru-buru menabrak Se Hee dengan menjatuhkan berkas di lantai. Keduanya pun membereskanya dan Sang Goo langsung bergegas. 


Sang Goo masuk ke dalam mobil menyapa Soo Ji dengan panggilan “sayangku.” Soo Ji langsung memberikan ciuman pada Sang Goo saat baru duduk. Sang Goo tersenyum mengajak Soo Ji makan lebih dulu. Soo Cji cemberut padahal sudah mengatakan kalau sangat frustrasi.
“Kenapa?” ucap Sang Goo. Soo Ji memilih untuk kembali mencium pacarnya. Sang Goo tahu kalau Soo Ji ada masalah di tempat kerja, Soo Ji mengelak.
“Katakan. Aku ingin tahu... Ada masalah, 'kan?” kata Sang Goo akhirnya mengenggam tangan Soo Ji untuk merayu.
“Pokoknya tadi sangat menyebalkan. Karyawan laki-laki melakukan taruhan,  yang menyangkut diriku.” Cerita  Soo Ji. Sang Goo ingin tahu Taruhan apa itu.
“Mereka taruhan 50 ribu won apakah aku pakai bra atau tidak.” Ucap Soo Ji.
Sang Goo berteriak marah. Soo Ji pikir tak perlu dibahas lag karena sudah memberikan pelajaran tadi. Sang Goo ingin tahu caranya,  Soo Ji menceritakan sudah melemparkan rokoknya di cangkir kopi manager Park. Sang Goo benar-benar tak habis pikir dengan rekan kerja Soo Ji yang semena-mena.

“Aku akan menghasilkan banyak uang dan  membeli perusahaanmu, lalu akan menyusahkan mereka sebagai bawahanku selamanya. Wahh.. Bisa-bisanya mereka  taruhan soal itu? Memang mereka menganggapmu apa? wanita macam apa yang tak pakai bra di kantor?” ucap Sang Goo marah.
Soo Ji dengan santai kalau wanita itu dirinya,  Sang Goo melonggo kaget. Soo Ji mengaku kalau belum pakai bra seharian ini. Sang Goo tak habis pikir kalau Soo Ji ternyata memang tak pakai bra ke kantor.

Se Hee melihat Ji Ho sudah menunggu di halte saat bus datang, keduanya duduk bersebelahan dengan seorang bibi yang duduk dibelakang sambil berbicara di telp. Se Hee bertanya apakah Ji Ho sudah makan malam. Saat itu terdengar suara keras si bibi berbicara ditelp “Apa  Menurutmu aku sudah makan malam jam segini?”
“Belum, aku mau makan di rumah saja.” Ucap Ji Ho.  Se Hee mengatakan belum makan dan mengajak untuk makan di luar malam ini
“Apa? Kau bilang Makan di luar?!!” teriak Si Bibi. Ji Ho pun dengan sinsi menjawab
“Buat apa makan di luar. Kita berdua tidak bisa menghabiskan uang... Kita tinggal...” ucap Ji Ho dan terdengar kembali suara teriakan si bibi
“Tinggal ambil saja bahan dari kulkas dan bisa membuat makan malam. Bisa-bisanya dia mau makan di luar. .setelah apa yang dia perbuat kemarin?” ucap Si Bibi akhirnya menutup telp.
“Dia ini bukan suamiku, ia malah sudah seperti musuhku. Kenapa pula aku mau menikah sama dia?” keluh Si Bibi mengomel sendiri.
Ji Ho terdiam mengingat ucapan Bok Nam kalau sekarang mirip Ahjumma tetangga sebelah yang selalu menjelekkan suaminya dengan ekspresi wajahnya. Si Bibi kemblai mengeluh kalau suaminy ayang tak bisa  menafkahi keluarg, hanya memberikan uang sedikit tapi selalu menuntut banyak. Ji Ho hanya terdiam melihat mendengar Si Bibi karena memang berpikir itu miliknya. Se Hee pun hanya bisa diam saja.

Kedua makan malam terpisah, Ji Ho makan ramyun di depan TV dan sementara Se Hee makan nasi instant dengan lauk yang dibawakan ibunya. Lalu Se Hee memberitahu kalau sudah ambil cuti jadi meminta agar memberitahu  alamat rumah orang tuam Ji Ho jadi akan pergi ke sana tepat waktu.
“Ya, nanti kukirim alamatnya. Tapi..., aku tidak bisa ke sana besok.” Ucap Ji Ho
“Ya. Aku tahu... Karena kau harus bekerja. Kau saja sendirian pergi ke upacara peringatan keluargaku. Jadi, aku juga harus pergi sendirian ke kampungmu. Aku akan bekerja di sana selama  enam jam juga.” Jelas Se Hee.
“Apa Kontraknya sudah kau taruh  di kantormu?” tanya Ji Ho
“Tidak, ada di tas kerjaku. Itu karena CEO Ma selalu membaca dokumenku. Jadi kurasa lebih aman seperti ini. Dan bisa gawat kalau CEO Ma tahu tentang ini.” Kata Se Hee.
Ji Ho pikir Sang Goo memang tak boleh tahu. Se Hee pikir kalau nanti tinggal masalah waktu maka Soo Ji juga akan tahu. Ji Ho melonggo binggung. Se Hee melihat ekspresi Ji Ho kalau belum tahu bahw  CEO Ma dan Soo Ji pacaran. Ji Ho binggung kenapa bisa seperti itu.
“Makanya... Manusia memang makhluk yang sangat menarik. Padahal mereka sama sekali tak akur. Tapi bagaimana mereka bisa pacaran?” kata Se Hee.
“Hei... Bicara apa dia? Kita saja sudah menikah.” Gumam Ji Ho heran. 



Sang Goo uring-uringan di dalam hotel mondar mandir karena tahu kalau Pacarnya tak pakai bra, jadi Tentu saja orang langsung memperhatikan, llu bertanya apakah dipikir Soo Ji mereka tak melihatnya, tapi menurutna sudah pasti rekan kerja itu tahu.
“Salah mereka-lah yang melihatnya dan bukan salahku.” Pikir Soo Ji santai. Sang Goo tahu kalau itu salah mereka.
“Tapi... Jujurlah. Apa kau juga sebelumnya, pernah bekerja tanpa pakai bra?” tanya Sang Goo. Soo Ji mengaku kalau itu memang kadang-kadang.
“Aku melepasnya saat kerja di luar kota, dan terkadang lupa memakainya lagi.” Ucap Soo Ji.
Sang Goo tak bisa menahan rasa frustasinya langsung berguling-guling diatas tempat tidur, dengan mengumpat Soo Ji itu sudah gila.  Soo Ji pikir kalau dirinya gila pasti sudah telanjang kemana-mana. Sang Goo mengeluh karena Soo Ji itu menjawab semua perkataannya.
“Tolong Pahamilah sedikit... Aku tak suka.” Ucap Sang Goo. Soo Ji malah heran melihat Sang Goo yang marah.
“Hei, Woo Soo Ji... Tidak bisakah kau merasakan hatiku, yaitu Hatiku yang suka khawatir dan penuh ketulusan ini?” kata Sang Goo. Soo Ji menkau tak tahu
“Kenapa menurutku, malah kau  merasionalisasi diri sendiri dan meromantisasi sikap  posesifmu dengan cinta?” kata Soo Ji

“Kenapa menurutmu seperti itu?!!” teriak Sang Goo kesal berbaring diatas tempat tidurnya.
“Ini beda dengan kontrak kita. Kenapa kau mengganggu privasiku?” kata Soo Ji
“Baguslah kau menyinggungnya. Kau tahu apa isi kontrak, kan? Apa ini yang namanya privasimu?” kata  Sang Goo memperlihatkan lembaran ditanganya. Soo Ji melihat kalau Kontraknya aneh.
“Dari mana kau belajar kebiasaan  mengelak ini? Coba kita lihat... "Kontrak Pernikahan Berjangka Dua Tahun."” Kata Sang Goo lalu dibuat binggung karena yang diperlihatkan bukan miliknya. 

Se Hee melihat berkas [Kontrak Kencan, dengan tanda tangan. Woo Soo Ji, Ma Sang Goo] Dengan menahan senyum, lalu menunggu Ji Ho keluar dari kamar mandi. Ji Ho kaget karena Se Hee sudah ada didepan kamar mandi. Se Hee meminta Ji Ho agar melihat berkas yang dibawa olehnya.
“Apa ini? "Kontrak Kencan"?” ucap Ji Ho binggung.
“Ya, ini sepertinya kontrak kencan antara  CEO Ma dan Soo Ji... Apa kubilang, mereka tidak akur sama sekali. Dan lihat di sini.. Soo Ji yang pertama, lalu CEO Ma yang terakhir.”ucap Se Hee tak percaya.
“Heol, berarti memang benar... Kenapa mereka menandatangani  kontrak kencan?” ucap Ji Ho menahan tawa, tapi menurutnya kalau mereka juga tak berhak mengatakan itu karena melakukan perjanjian kontrak juga.
“Tapi, kenapa ini ada padamu?” tanya Ji Ho. Se Hee menceritaka kalau sebelumnya sempat saling bertubrukan,  jadi Sepertinya barang mereka tertukar dan ada di tasnya.
“Ahh..Begitu.. Tapi tak tertukar sama kontrak kita, 'kan?” ucap Ji Ho. Se Hee melotot kaget karena kontrak miliknya tak ada. 


Soo Ji melihat berkas [Kontrak Pernikahan Berjangka Dua Tahun] milik temanya. Teringat kembali saat Ji Ho mengatakan akan menikah, lalu ia berkata kalau belum lama pacaran tapi sudah mau menikah. Ji Ho beralsan Banyak orang langsung menikah setelah 2 atau 3 bulan pacaran.
“Tapi kenapa daritadi kau  memanggilnya majikan rumahmu?”ucap Ho Rang dan Ji Ho berpura-pura tak menyadarinya.
“Kau bilang Kerja sambilan? Kenapa?!!” kata Ho Rang kaget. So Ji menjawab kalau harus kerja untuk bayar uang sewanya, lalu mengubah kalau itu untuk biaya hidup dan  tagihan telepon. 

Soo Ji melihat temanya sudah menunggu ditaman, lalu bertanya apa yan mau diberikan pada malam hari. Ji Ho terlihat gugup memberitahu kalau ibunya membuat kepiting asin jadi diminta untuk diberikan pada temannya dan hampir lupa memberikanya.
“Terima kasih. Nanti aku pasti telepon ibumu. Dia sehat-sehat saja, 'kan?” ucap Soo Ji.  Ji Ho menjawab Ya.
“Dia tidak sakit atau apapun, 'kan?” kata Soo Ji. Ji Ho juga menjawab “Ya”

“Bagaimana dengan kontrak nikahmu?” kata Soo Ji. Ji Ho langsung menjawab Ya dan langsung tersadar kalau pertanyaan Soo Ji berbeda.
“Kau rupanya bayar 250 ribu sebulan... Hei, mana ada tempat hunian yang hanya membayar segitu. .. Kalau kau tak keberatan, boleh aku pindah ke rumahnya setelah dua tahun? Sebagai istri berikutnya.” Ucap Soo Ji menyindir. Ji Ho terlihat marah. Soo Ji pun berani melwan temanya.
“Kau sendiri yang salah... Dasar gila... “ keluh Soo Ji. Ji Ho pun hanya bisa diam. 


Sang Goo bertemu dengan Se Hee ikut mengmpat temanya gla karena dengan masalahnya itu  membuat keputusan menikah. Se Hee membela diri kalau Manusia punya cara yang berbeda menjalani hidup. Sang Goo tak habis pikir dengan Se Hee kalau alasan menikah karena rumah dan hanya karena biar dapat biaya sewa.
“Bukan karena rumah saja dan Bukan karena biar dapat biaya sewa saja. Kau tidak tahu saja  betapa pentingnya rumahku dan kau juga harusnya tahu, betapa pentingnya uang... Yah.. Itu hanya sebuah ruangan kosong bagiku. Namun, itu ruangan  yang sangat dibutuhkan oleh dia. Dia sangat ingin punya kamarnya sendiri. Jadi aku berbagi menggunakan sistem hukum yang tepat.” Jelas Se Hee lalu mengaku kalau juga butuh uang.
“Apa Ji Ho... mengingatkanmu tentang dia?” kata Sang Goo. Se Hee hanya terdiam menatapnya. 


Ji Ho meminta maaf pada Soo Ji karena tidak bisa memberitahu bahwa pernikahannya itu tidak sungguhan. Soo Ji tahu kalau Ji Ho tidak mungkin bisa memberitahu jadi kenapa minta maaf, menurutnya kala Yang menderita adalah Ji Ho.
“Apa Kau sungguh baik-baik saja?” tanya Soo Ji. Ji Ho pikir itu sudah pasti karena ini keputusannya.
“Butuh waktu lama memutuskan sesuatu, tapi ketika aku melakukannya,  maka aku tidak menyesali keputusanku.” Ucap  Ji Ho yakin
“Menurutku kau tak baik-baik saja. Pernikahanmu, bukanlah sesuatu yang bisa kau anggap tidak penting.. Kau menyukai suamimu... Maksudku, majikan rumahmu.” Ucap Soo Ji. Ji Ho terdiam.
Soo Ji mengingat saat Ji Ho memberitahu temanya “Aku menyukai seseorang.. Yaitu Suamiku.” Ia  tahu kalau Awalnya Ji Ho tak menyukainya, dan ingin tahu apakah Ji Ho jatuh cinta saat tinggal bersama. Ji Ho mengaku tidak karean menyukainya  dari awal.
“Aku tak tahu, kapan aku  mulai merasa seperti ini.” Kata Ji Ho
“Bagaimana dengan dia? Apa dia juga menyukaimu?” tanya Soo Ji. Ji Ho menjawab Tidak..
“Dia saja tidak tahu, kalau aku menyukainya.” Ucap Ji Ho lalu berjalan pergi.
“Pasti ada jalan menggapai hati seseorang. Jikalau ada jalan..., pasti jalan itulah  permulaannya” gumam Ji Ho. 


Ho Rang melihat buku tabungan keduanya, menatap kearah depan  atap rumahnya.
Flash Back
Won Seok datang memanggil Ho Rang, seperti mereka baru saja pindah. Ho Rang pikir Won Seok baru saja mendapatkan uang dengan melihat buku tabungan mereka berdua. Ho Rang megatakan kalau  akan  menabung 500 ribu sebulan dari sekarang bersama-sama.
“Dan setelah tiga tahun...,kita akan pindah ke tempat  yang lebih baik daripada di sini, kan?” ucap Ho Rang dengan wajah bahagia.
“Tentu... Tapi kita sudah menabung 1 juta. Kalau seperti ini, kita bisa beli  rumah yang ada halaman depannya.” Ucap Won Seok ikut bahagia.
“Aku malah lebih suka apartemen.” Kata Ho Rang. Won Seok pun setuju paa yang dinginkan oleh Ho Rang untuk nanti beli apartemen.
Ho Rang melihat dibuku tabungan, diawal Won Seok menyetor 150 ribu, lalu Ho Rang menyetor 500 ribu. Ternyata selama ini hanya ia yang menyetor 500ribu won, sementara Won Seok hanya dibawah itu. 


Won Seok minum soju sendirian, seperti sangat frustasi mengingat pembicaraan dengan ibu mertuanya.
Flash Back.
Nyonya Yang mengaku sangat lega sekarang, karena jika ingin punya anak,  saatnya tidak terlalu cepat jadi jangan menyulitkan Ho Rang. Won Seok menganguk mengerti. Tiba-tiba Nyonya Yang memberian sebuah kotak.
“Ini buat merayakan pekerjaan barumu. Semoga kau bisa kerasan dengan pekerjaanmu. Jangan memikirkan pengembangan  aplikasimu sendiri saja. Apa kau Paham?” ucap Nyonya Yang. Won Seok menganguk mengerti.
Won Seok terdiam melihat isi hadiah dari ibu Ho Rang adalah sebuah dasi, seperti ingin dirinya memilki jabatan dan menikah.
“Jikalau ada jalan menggapai  hati seseorang...,pasti ada suatu tempat yang akhirnya akan  mempertemukan kita.”
Bersambung ke part 2

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar