PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Selasa, 28 November 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 15 Part 1

PS : All images credit and content copyright : TVN
Se Hee heran melihat kalung yang dipakai oleh kucingnya, berpikir kalau  itu tidak kelihatan. Ji Ho datang langsung meminum bir dan keduanya sama-sama saling berbicara. Ji Ho pikir Se Hee lebih dulu saja bicara.  Se Hee mulai bicara seperti ingin meminta sesuatu, tapi memilih untuk mengurungkan niatnya dan  menyuruh Ji Ho duluan saja.
“Aku ingin...kontrak kita......aku ingin mengakhirinya sekarang.” Ucap Ji Ho dengan yakin. Se Hee kaget padahal sudah memberikan kode dengan mengunakan kalung pemberian dari Ji Ho
“Kontrak kita... kau rupanya ingin mengakhirinya.” Ucap Se Hee. Ji Ho membenarkan.

Ho Rang turun dari mobil, Tuan Shin mengaku  Hari ini, berkat Ho Rang  bisa bersenang-senang. Ho Rang juga merasa jadi banyak tertawa berkat Tuan Shin. Tuan Shin pikir karena terlalu banyak tertawa, mungkin bisa-bisa pingsan saat pulang. Ho Rang mengaku mungkin juga seperti itu.
Tuan Shin seperti tak percaya lalu ingin high five tapi Ho Rang seperti tak ingin melakukan skin ship menyuruhnya pergi lebih dulu. Tuan Shin pikir lebih baik Ho Rang lebih dulu saja. Ho Rang pun menyuruh Tuan Shin yang pergi naik mobil lebih dulu. 

Soo Ji dan Sang Goo berjalan sambil berpelukan melihat keduany, kalau Ho Rang yang menunggu Tuan Shin naik ke dalam mobilnya.  Soo Ji heran karena baru ini lihat pria itu. Sang Goo memberitahu kalau Tuan Shin adalah akuntan perusahaannya. Soo Ji kaget mendengarnya. 

Se Hee membahas tentang kontrak mereka dan Ji Ho yang ingin mengakhirinya. Ji Ho membenarkan kalau Sepertinya kontraknya dengan perusahaan produksi akan segera dilaksanakan, Maka pada saat itu, pasti bisa mencari tempat tinggal sendiri.
“Jika aku dapat tempat tinggal...” ucap Ji Ho berhenti dengan Se Hee yang bisa menyela.
“Jika kau dapat tempat tinggal...,maka kau tidak perlu bayar  uang sewa padaku.” Kata Se Hee menyimpulkan. Ji Ho membenarkan.
“Maka kontrak kita juga tidak perlu dijalankan. Begitulah pemikiranku. Kita menikah 'kan karena uang sewa.” Kata Ji Ho. Se Hee membenarkan.
“Berarti itu bagus.. Kau bisa menulis lagi dan bisa dapat penghasilan sendiri.Ini Sungguh kabar baik. Kalau begitu kau istirahatlah sekarang. Dan Lain kali saja, kita bicarakan ini lebih lengkapnya.” Ucap Se Hee.
“Begini, Se Hee.. Kau tak jadi mengatakan  apa yang ingin kausampaikan tadi.” Kata Ji Ho menahan Se Hee sebelum pergi.
“Menurutku, Lagipula yang mau kukatakan juga tak penting.. Aku tadi mau bilang, kalau aku saja yang urus  penyortiran barang tak dipakai. Karena pikirku, kau pasti akan sibuk dengan kerjaan menulismu.” Kata Se Hee. Ji Ho terdiam. 


Ji Ho masuk kamar dengan menahan tangis, lalu berjongkok mengingat kejadian dengan ayah mertuanya.
Flash Back
Tuan Nam mengatakan sangat penting seorang istri mengurus hal seperti ini dan segera pamit setelah meninggalkan buku tabungan. Ji Ho dengan tatapanya memberitahu kalau Ada yang ingin dikatakan. Tuan Nam pun kembali duduk ingin tahu yang dikatakan oleh Ji Ho.
“Maaf...,tapi ini.. aku tak bisa menerimanya. Ada yang harus kukatakan sejujurnya pada Ayah. Alasan aku menikah dengan Se Hee yaitu karena rumahnya. Sejak awal, aku tidak menikahinya karena mencintainya.”akui Ji Ho dengan menyerahkan tabungan milik Tuan Nam.
“Kebutuhan kami sama dan prinsip kami sama. Itulah alasan kami menikah. Aku mohon maaf.” Kata Ji Ho merasa bersalah. Tapi Tuan Nam malah berkomentar apa masalahnya. Ji Ho kaget melihat reaksi Tuan Nam.
“Kenapa kau minta maaf? Pernikahan memang seperti itu. Apa Memang ada orang yang menikah cuma karena cinta? Itu Tentu saja, juga karena ada satu dua hal kondisi danSudah jelas sekali” jelas Tuan Nam. Ji Ho tak percaya mendengarnya.
“Ayah... Kenapa Ayah menerimaku? Padahal ini pernikahan mendadak.” Tanya Ji Ho
“Karena sudah waktu untuk menikah. Kau datang pada saat yang tepat  untuk menjadi istrinya. Kau sopan, baik, dan berpendidikan. Tidak ada alasan buatku menentang pernikahan Dan karena kau pernah bilang  bahwa kau mencintainya, jadi aku pikir itu hal baik.” Ucap Tuan Nam
Ji Ho heran Tuan Nam menganggap kalau itu semua adalah hal baik,  Dalam pernikahan ada cinta. Tuan Nam melihat Ji Ho untuk aneh karena banyak bertanya padanya. Ji Ho pikir Waktu Tuan Nam bertanya padanya, alasan  menikah dengan Se Hee, lalu menjawab kalau i mencintainya.

“Jawaban itu menggangguku akhir-akhir ini karena aku berbohong menjawabnya.” Ucap Ji Ho. Tuan Nam benar-benar binggung melihat sikap Ji Ho yang tiba-tiba seperti ini.
“Se Hee.. Karena akhirnya aku jatuh cinta padanya...” akui Ji Ho. Tuan Nam mengucap syukur karena Memang selalu seperti itu di hidup ini.
“Itulah cinta antara pasangan suami istri. Mau dunia ini berubah jadi apa..., laki-lakilah yang harus beli rumah. Karena membesarkan anak itu susah. Jadi terimalah ini.” Ucap Tuan Nam mengajak Ji Ho segera pulang. 


Ji Ho mengantar Tuan Nam yang sudah ada didepan taksi. Tuan Nam tahu  Suami Ji Ho pasti akan menolak pemberiannya itu Jadi meminta Ji Ho agar menyimpan saja dan harus membujuknya. Ia meminta agar Ji Ho pulang dengan berhati-hati karena cuacanya sangat dingin.
Ji Ho terdiam dalam kamar mengingat pembicaraan dengan ayah mertuanya. Sementara Se Hee dikamar akhirnya melepaskan kalung bertuliskan [Woori] dan melihat ponselnya yang berdering ada terlihat nama [Istri] yang nelp. Ji Ho menelp dari kamarnya kalau ada yang ingin ditanyakan. 

“Bukan sebagai pemilik dan penyewa rumah atau sebagai pria dan wanita tapi sebagai orang yang  kurang berpengalaman dalam hidup jadi aku penasaran.” Ucap Ji Ho. Se Hee pun meminta Ji Ho mengatakan saja.
“Pernikahan itu...sebenarnya apa? Arti pernikahan itu apa... apa kau tahu itu, Se Hee ?” kata Ji Ho. Se Hee terdiam mengingat saat bertemu dengan ayahnya. 

Flash Back
Tuan Nam menampar Se Hee dengan penuh amarah, Istrinya menahan suaminya agar tak melakukan lagi pada anak mereka.  Tuan Nam marah mendengar anaknya yang ingin menikah dan menurutnya sudah gila. Lalu bartanya apakah sudah menghamili seseorang. Ibu Se Hee meminta suaminya agar Bicarakan baik-baik.
“Aku bisa bertanggung jawab... Karena aku mencintainya..., jadi aku akan bertanggung jawab.” Ucap Se Hee
“Apa? Kau Bilang Cinta? Apa cinta bisa kasih makan kau? Lalu hutang keluarganya bagaimana? Apa kau Piki  pernikahan itu main-main? Kalau ada rumor menyebar di kampusmu, bagaimana?” ucap Tuan Nam marah
“Dialah yang paling terbebani sekarang. Apa begitu Teganya Ayah sekarang malah memikirkan  soal harga diri dan reputasimu? Apa Ayah tak merasa malu sebagai seorang pendidik?” sindir Se Hee. Tuan Nam benar-benar marah menyuruh Se Hee keluar dari rumahnya,
“Keluar dari rumah ini, dan jangan pernah kembali! Keluar!” teriak Tuan Nam. 


Se Hee mengingat semuanya berjalan keluar dari kamar dan ingin membuka pintu kamar Ji Ho, tapi Ji Ho lebih dulu berbicara kalau  Pernikahan sesungguhnya. Se Hee bergumam kalau Suara Ji Ho yang gemetar.
“Pernikahan yang sungguh-sungguh berdasarkan cinta..pasti membahagiakan, 'kan...” ucap Ji Ho dengan air mata mengalir . Se Hee seperti bisa tahu kalau Mata Ji Ho yang berlinang.
“Ji Ho... pasti sedang menangis... karena aku.” Gumam Se Hee seperti merasa bersalah dan menahan diri untuk tak masuk kamar Ji Ho. 

 [Episode 15: Karena ini  Istirahat Pertamaku]
Ji Ho keluar dari kamar melihat kucing ada didepan kamar dan mengendongnya, tak melihat lagi kalung yang dipakai di lehernya. Lalu Ia melihat di tempat makan sudah ada diisi makana dan ketika membuang sampah pun sudah kosong dibuat oleh Se Hee.
Di atas meja sebuah amplop putih ditaruh Se Hee dengan note diatasnya “Aku sedang di rumah orang tuaku. Tolong beritahu aku jika ada lagi yang kau butuhkan untuk menyudahi kontrak kita.” Ji Ho melihat suratKontrak Pernikahan Berjangka Dua Tahun. 

Won Seok terbangun merasakan Perutnya sakit, lalu turun dari tempat tidur dan mengambil botol air minum. Setelah itu berteriak kaget melihat Bo Mi tertidur di lantai, lalu bertanya kenapa ada didalam kamarnya. Bo Mi heran dengan mata setengah terbuka, berpikir apa lagi alasanya. Ia bertanya apakah Won Seok yang terjadi semalam.
“Apa maksudmu semalam?” ucap Won Seok tersadar kalau ia hanya mengunakan boxernya saja.
“Kenapa aku cuma pakai pakaian dalam?” kata Won Seok binggung. Bo Mi heran melihat Won Seok yang bertingkah malu-malu
“Semalam saja, kau langsung membuka baju. Wah.. Kau memang sepertinya tidak ingat yang terjadi semalam.” Kata Bo Mi lalu merasakan mual dan bertanya apakah ada makanan untuk penghilang mabuk. Won Seok melihat bantal pink yang dipegang oleh Bo Mi untuk tidur di lantai 
“Kenapa kau pegang bantal ini? Siapa kau sampai pegang bantalku dan tidur pakai ini? Apa Kau tahu bantal ini? Kau tak bisa sembarangan pegang bantal ini tanpa izinku.” Ucap Won Seok marah dan Bo Mi langsung menamparnya.
“Dasar Kurang ajar... Kau kemarin hampir pingsan di klub, jadi aku mengantarmu pulang. Tapi apa ini sekarang?? kau memperlakukanku seperti ini!! Kau sendiri yang buka celanamu waktu tidur.” Ucap Bo Mi marah dan langsung pergi membawa jaketnya. 


Won Seok mengejar Bo Mi keluar dari rumah meminta maaf dan mengaku salah. Bo Mi melihat tangan Won Seok yang memegang lenganya. Won Seo mengaku kalau ia orang yang sangat payah sekarang. Ia marah pada dirinya sendiri, tapi melampiaskannya pada Bo Mi jadi ingin meminta maaf.  Bo Mi malah dengan santai bertanya apakah Won Seok tak jadi makan. 

Ho Rang bersama Tuan Shin sudah ada di sebuah restoran. Tuan Shin seperti tak enak hati karena mengajak Ho Rang makan di restoran kecil. Ho Rang pikir tak masalah karena butuh sup penghilang mabuk.
“Kau benar-benar wanita impianku.” Ungkap Tuan Shin. Ho Rang terlihat kaget.
Lalu saat itu Bo Mi masuk ke dalam restoran melihat Tuan Shin dan memanggilnya. Tuan Shin pun membalasnya. Saat itu Won Seok kaget melihat Ho Rang makan dengan pria lain dan Ho Rang juga melihat Won Sek datang dengan wanita lain di pagi hari. 

Ayah Bok Nam merasa sedih karena berkat Ji Ho banyak orang jadi langganan di cafenya. Ji Ho juga mengaku merasa sedih,  tapi mengucapkan Terima kasih telah memberinya kesempatan besar. Ayah Bok Nema memberikan sebuah amplop mengatakan kalau ini tak banyak.
“Anggap saja sebagai uang pesangon  atau hadiah selamat.” Kata Ayah Bok Nam
“Tapi, Bok Nam dimana?” tanya Ji Ho. Ayah Bok Nam memanggil anaknya, tapi Bok Nam tak keluar dan berpikir kalau pasti kabur lagi. 

Ji Ho duduk di halte melihat foto mereka bertiga dengan caption  [Jangan lupakan kami dan YOLO Cafe.] Tiba-tiba Bok Nam datang mengagetkan Ji Ho.  Bok Nam pun juga ikut kaget karena Ji Ho berteriak histeris bahkan mencengram bajunya. Ji Ho mengeluh dengan Bok Nam karena membuatnya ketakutan.
“Aku tadi berlari seperti orang gila untuk mengucapkan selamat tinggal.” Ucap Bok Nam kesal
“Kau berlari? Kenapa? Lalu Motormu mana?” ucap Ji Ho heran
“Aku juga mengucapkan  selamat tinggal pada motorku. Aku akan menjualnya dan uangnya akan kupakai buat bayar kursus.” Kata Bok Nam.
“Oh,apa maksudmu emigrasi berdasarkan keterampilan?” ucap Ji Ho. Bok Nam menganguk.
“Gaya hidupku tidak sesuai di negara ini.” Ucap Bok Nam lalu memberikan sebuah kenang-kenagan. Ji Ho binggung apa yang diberikan Bok Nam padanya.
“Apa Kau tak ingat? Ini foto pernikahanmu yang kupotret. Aku kerja sambilan di gedung pernikahan dan membawanya. Kau berterima kasih sama aku, 'kan?” ucap Bok Nam bangga. Ji Ho melihat foto pernikahan dengan Se Hee yang sedang berjabat tangan lalu mengucapkan Terima kasih. 

Se Hee menemui orang tuanya memberitahu kalau mereka akan bercerai. Keduanya kaget mendengarnya, Tuan Nam seperti merasakan sesuatu yang aneh karena kemarin baru saja bertemu dengan Ji Ho.
“Kami sepakat untuk bercerai.” Ucap Se Hee. Ibu Se Hee binggung berpikir kalau keduanya bertengkar
“Tidak... Kepribadian kami terlalu berbeda untuk hidup bersama. Jadi kami memutuskan untuk bercerai.” Ucap Se Hee.
“Apa maksudmu? Walau beda kepribadian, pernikahan harus tetap dipertahankan. Itulah pernikahan. Omong kosong apa ini?” keluh Ibu Se Hee lalu meminta suaminya untuk bicara. Tuan Nam memilih untuk masuk kamar tanpa bicara apapun. 

Bo Mi makan bersama langsung bertanya Bagaimana mereka bisa saling mengenalnya. Tuan Shin memberitahu mereka kenal lewat aplikasi. Bo Mi bertanya apakah itu aplikasi kantornya
“Heol, pantas kau minta poin dariku. Itu Pasti karena dia.” Ucap Bo Mi
“Ini semua berkat kalian berdua. Berkat pengembang aplikasi  yang kompeten..., maka aku bisa menemukan wanita idamanku. Padahal kukira aku tidak akan  bisa menemukannya di kehidupan ini.” Ucap Si pria.
“Kau bilang Wanita idamanmu?” komentar Won Seok. Tuan Shin membenarkan dan Ho Rang terlihat hanya diam saja.
“Menikahi orang seperti dia itu impianku. Dia periang, cerdas, dan mudah bergaul. Aku sampai kaget saat pertama kali  melihatnya karena dia begitu sempurna.” Ungkap Tuan Shin tak malu-malu.
“Jadi Apa kalian akan menikah? Apa Tanggalnya sudah diputuskan?” ucap Bo Mi
Ho Rang langsung mengatakan kalau bukan seperti itu maksudnya karena mereka hanya saling bertemu saja untuk saat ini. Tuan Shin pikir  perlu berusaha yang terbaik  sebelum melamarnya, yaitu Sebelum Sam Okyere kaget dan bersin” seperti ingin melucu.
Tapi Won Seok dan Bo Mi tak tertawa, hanya Ho Rang menganguk setuju saja lalu menyuruh agar cepat makan saja karena Makanannya nanti dingin. Bo Mi berbisik kalau Tuan Shin masih saja membuat lelucon aneh dan norak. Won Seok binggung lelucon yang mana seperti tak sadar kalau tadi itu melucu.
“Ho Rang-.. Kau harus tambahi ini juga, biar supnya tambah enak. Masukkan ini yang banyak.” Ucap si pria ingin menyendokanya. Ho Rang ingin menolak tapi Won Seok lebih dulu menahan tangan si pria.
“Jangan, Rang tak suka bubuk wijen.” Ucap Won Seok lalu akhirnya meminta maaf. Ho Rang pun tak banyak berkata-kata. 



Ji Ho duduk di dalam bus menelp seseorang mengajaknya untuk berkencan. Se Hee keluar dari rumah melihat ayahnya terbatuk-batuk berdiri di halaman. Tuan Nam melihat anaknya berjalan mendekat kembali bertanya apakah Se Hee benar-benar akan bercerai. Se Hee membenarkan. Tuan Nam mengerti.
“Kau memang selalu hidup sesukamu. Kau menikah dan bercerai sesukamu.” Sindir Tuan Nam
“Apa begitu pemikiran Ayah? Apa Ayah berpikir, aku selama ini hidup sesukaku?” balas Se Hee. Tuan Nam pikir apa lagi yang dikatakan kalau bukan hidup sesukanya.
“Ayah... aku...Sejak hari itu...bahansedetik pun, aku  tak bisa hidup sesukaku. Apa Kau Tahu alasannya kenapa?! Dia orang yang kupilih untuk  pertama kalinya dalam hidupku Dan keputusanku ditolak oleh orang yang paling  kupercaya dan kusayangi.” Ucap Se Hee. Tuan Nam terdiam.
“Aku sangat menyukaid dan menyayangi Ayah. Tapi Ayah menentang hidup yang kupilih. Apa Ayah menyadari pintu apa yang sudah kau buat di hatiku? “ ucap Se Hee.
“Lalu kau sendiri? Apa kau menyadari bagaimana perasaan  Ayah sejauh ini? Meski kita bisa memutar waktu, keputusanku tetap sama. Anakku akan sial hidupnya. Jadi Aku mana bisa duduk manis saja. Kalau kau sudah menikahinya...,pasti kau tak bahagia sekarang.” Kata Tuan Nam terlihat egois.
“Jadi untuk menyelamatkan anakmu sendiri..., maka malah mengorbankan anak orang lain? Hanya karena dia perempuan miskin..., maka kau membuatnya menanggung semua beban sendirian.” Ucap Se Hee marah
“Itu karena anakku lebih penting. Mau se-kekanak-kanakan dan  securang apa..., itulah perasaan dan cintaku sebagai orang tuamu.” Tegas Tuan Nam
“Maka dari itu... Jadi bagaimana aku bisa punya orang yang  mau berada di sisiku? Karena aku tidak pantas mendapatkannya. Aku juga tidak bisa membuat  orang lain terbebani.” Kata Se Hee yang membuat Tuan Nam terdiam. 


Ji Ho hanya bisa melonggo melihat Jung Min latihan panjat tebing dan sampai ke bagian atas. Jung Min duduk disamping Ji Ho sambil mengambil botol air minumnya. Ji Ho mengejek Jung Min itu seperti kelelawar atau semacamnya. Jung Min tersedak mendengarnya.
“Tapi apa Sungguh kau tidak akan  menandatangani kontraknya?” ucap Jung Min. Ji Ho menganguk.
“Apa karena Se Hee dan Karena kau tidak ingin terlibat denganku?” kata Jung Min. Ji Ho pikir kalau menjawab tibda pasti itu bohong.
“Aku akan bercerai, Lebih tepatnya... kami telah sepakat  mengakhiri kontrak..” Akui Ji Ho. Jung Min kaget mendengarnya dan ingin tahu alasanya.
“Apa menurutmu itu karena kau?” kata Ji Ho. Jung Min menganguk seperti merasa bersalah.
“Sebenarnya kau tidak begitu berpengaruh dalam hubungan kami.” Ucap Ji Ho. Jung Min pikir kalau dirinya pasti berlebihan.
“Aku jadi bisa menyadari sekarang berkat kau. Kalau aku benar-benar mencintai Se Hee. Aku semakin menyadarinya.” Ucap Ji Ho. Jung Min heran karena Ji Ho malah memilih untuk bercerai.
“Aku ingin mencintainya... Aku ingin mencintainya sepenuh hati, tapi... Tapi aku tidak tahu caranya. Aku hanya...” kata Ji Ho terdiam mengingat ucapan ayah mertuanya.
Tuan Nam bertanya kapan Ji Ho akan melahirkan, lalu mengatakan Pernikahan memang seperti itu, kalau tak ada orang orang yang menikah cuma karena cinta dan pasti juga karena ada satu dua hal kondisi.
“Rasanya seperti aku terkunci  di dalam Kamar 19..., dihukum karena pernikahan. Aku tahu ini aneh dan rumit.” Ungkap Ji Ho.
“Tidak... Aku mengerti maksudmu. Pernikahan memang melekat pada perasaan orang banyak.” Ucap Jung Min. 


Tuan Nam berada diluar rumah terlihat gelisah, Ibu See Hee duduk diam seperti patung. Se Hee naik bus melihat foto keluarganya yang selalu disimpan dalam dompet.
“Masalahnya perasaan orang-orang itu, semuanya perasaan sebenarnya. Perasaan mereka semua sungguh indah dan tulus. Namun, hal-hal yang  kelihatan indah juga bentuk aslinya akan memudar jika mereka terlalu  saling terikat. Dan selanjutnya kau tidak pernah tahu apa arti cinta sebenarnya. “ 

“Mungkin karena itu banyak orang bilang suami istri tinggal bersama  hanya untuk tetap setia. Mungkin itulah alasan kenapa  banyak orang bilang begitu. Menjadi pasangan suami istri memang kedengarannya  hebat, tapi juga menyeramkan. Tapi aku berharap kau dan See Hee. bisa menjadi akhir yang bahagia.” Ungkap Jung Min
“Kenapa menurutmu... kami akhir yang menyedihkan?” komentar Ji Ho. Jung Min terlihat kebingungan menjelaskanya.
“Apa karena kami akan bercerai?” kata Ji Ho
“Maksudku... Apa menurutmu kami hanya bisa bahagia jika  kami tetap mempertahankan pernikahan kami? Berarti menurutmu, kalau cerai itu artinya kegagalan. Wahhh... Padahal kau CEO perusahaan produksi nomor  satu yang mengedepankan budaya saat ini. Padahal kau pernah bilang, mengharapkan semangat eksperimental kerjaku. Kau masih orang itu, 'kan? Mana mungkin kau sekolot itu, 'kan?” ejek Ji Ho. 
“Tidak ... Aku tak suka orang-orang kolot. Dan perusahaanku jelas bukan perusahaan kolot.” Kata Jung Min mengelak.
“Kontrak kita...kurasa aku harus  mempertimbangkannya lagi.” Kata Ji Ho lalu beranjak pergi. Jung Min pikir kalo Ji Ho sedang mengerjainya. 


Ibu Soo Ji binggung karena ada bunyi bel rumah di malam hari, saat membuka pintu ternyata anaknya yang datang. Soo Ji tersenyum melihat ibunya. Sementara Ibunya heran karena anaknya datang tak memberitahu lebih dulu. Soo Ji langsung memeluk ibunya mengaku kalau sangat merindukanya. Sementara Sang Goo dan Se Hee menikmati makan malam bersama.
“Sayang sekali... Jajangmyeon paling enak saat aku memakannya sama Soo Ji. Tak kusangka aku bakal makan ini dengan kau apalagi di hari Minggu. Aku sampai ingin muntah rasanya.” Keluh Sang Goo sambil makan jajangmyun. Sementara Se Hee terus minum alkohol.
“Tapi orang ini, kenapa dia belum menghubungiku? Dia harusnya mengabari apa sudah sampai rumah atau apapun itu.” Kata Sang Goo mengecek ponselnya lalu tersadar melihat Se Hee minum tanpa berhenti.
“Hei... Bukan begitu caranya kau meminumnya. Organ hatimu bisa meleleh jika kau meminumnya seperti itu.” Kata Sang Goo mengambil botol minum dari tangan Se Hee.
“Jadi apa maksudmu semenjak kuliah sampai sekarang, kau hidup tanpa hati?” sindir Se Hee dengan setengah mabuk.
“Hatiku sudah kucuci dengan baik.”balas Sang Goo lalu mengambil botol kembali menyuruh Se Hee agar berhenti minum dan sisanya hanya untuknya.
“Kau biasanya tidak minum. Kenapa kau begini? Apa Kau sudah menyatakan perasaanmu? Kau bilang mau menyatakan perasaanmu ke Ji Ho. Kau pun sampai memilih  salah satu kalimat cinta itu.” Ucap Sang Goo melihat percakapan dengan Se Hee semalam.
Sang Goo membaca pesan yang dikirim Se Hee “CEO Ma, kalimat mana yang paling tidak norak kalau aku mau menyatakan perasaanku? Nomor satu, "Apa sekarang, kita harus menikah sungguhan? Nomor dua, "Maukah kau sekarang menjadi istri pertamaku?" Nomor tiga, "Bisakah kita sekarang, benar-benar bisa bersama?"
“Kau bukan seperti dirimu. Kau sampai niat memilih kata-kata ini. Jadi kalimat mana yang kau pakai?” tanya Sang Goo
“Semua kalimat itu tak ada yang kupakai. Kau kan bilang semua  kalimatnya norak.” Ucap Se Hee
“Tidak kau pakai atau karena tak bisa?” ucap Sang Goo lalu berpikir kalau Se Hee memang tak memakainya. 



Soo Ji tersenyum bahagia membaca pesan yang dikirimkan Sang Goo “Selamat tidur. Aku cinta kau.”. Ibunya sedang menonton TV melihat anaknya yang tersenyum. Soo Ji mendekati ibunya, sambil memijat bertanya apa yang sedang ditonton ibunya.
“Apa pendapatmu tentang dia? Dia tipe idamanku.” Ucap Ibu Soo Ji melihat ke arah TV. Soo Ji bertanya apakah yang dimaksud Orang asing itu
“Dia pucat sekali dan bukan tipeku.” Ucap Soo Ji. Ibu Soo Ji mengejek kalau pacar anaknya bukan tipe pilihanya. Soo Ji terdiam.
“Kenapa kaku sekali? Kenapa kau merahasiakan tentang pacarmu?” keluh ibu Soo Ji
“Aku tidak merahasiakan apapun. Lagipula, tak ada yang perlu kuceritakan.” Kata Soo Ji
“Makanya kenapa tak ada yang perlu diceritakan? Ibu bahkan merasa  terkhianati olehmu, saat Ibu melihat pacarmu. Apa Kau tahu itu?” kata Ibu Soo Ji 


Soo Ji tak percaya ibunya merasa Terkhianati. Ibu Soo Ji membenarkan berpikir kalau Soo Ji Di takdir melajang dari sejak lahir, karena tidak pernah sekalipun cerita tentang cowok jadi merasa terkhianati. Ia juga  bahkan khawatir kalau-kalau putrinya menggunakan sihir gelap karena tidak pernah  pacaran dengan orang lain.
“Siapa yang mengajari Ibu ekspresi muka itu?” keluh Soo Ji
“Kenapa kau membuat Ibu bersaing dengan pacarmu?” kata Ibu Soo Ji
“Apa Ibu merasa seperti itu” kata Soo Ji
“Kau seharusnya bilang..., "Kenapa Ibu merasa terkhianati?" Tapi kau malah bilang, "Benarkah?  Apa Ibu merasa seperti itu"? Wajahmu bahkan menyiratkan kau telah berbuat salah. Apa kau merasa bersalah karena ini? Apa karena kaki Ibu?” kata Ibu Soo Ji mengeser kakinya dengan mengangkatnya.
Soo Ji mengaku bukan seperti itu maksudnya, Ibu Soo Ji merasa seperti kakinya menahan impian Soo Ji. Soo Ji menegaskan kalau bukan seperti itu dan mengeluh pada ibunya jadi bersikap aneh. Ibu Soo Ji ingin tahu alasan Soo Ji yang tidak berhenti  dari pekerjaannya karena tahu anaknya itu hanya minum  karena stres, bahkan Rambutnya pun sampai rontok parah.
Soo Ji pikir tak mungkin berhenti dari pekerjaannya, karena Banyak yang harus dibayar. Ibu Soo Ji pikir itu bagus, lalu bertanya apakah  Soo Ji menghabiskan uang itu  untuk dirinya sendiri., tapi malah menghabiskan semua uangnya untuk membeli apartemen itu. Soo Ji menegaskan kalau ia hanya  ingin tinggal bersama Ibunya di masa tua.
“Ibu tidak akan tinggal di sana!” tegas Ibu Soo Ji. Soo Ji ingin tahu apa yang akan dilakukan ibunya.
“Dengan kaki seperti ini,  bagaimana Ibu bisa hidup sendirian?” ucap Soo Ji. Ibu Soo Ji pun sudah tahu kalau anaknya sangat mengkhawatirkan kakinya.
“Padahal Ibu berpesan padamu,  tetaplah bertahan. Ibu tidak menyuruhmu melangkah sambil menggotong kakiku. Ternyata kaki Ibu-lah yang membuatmu menderita.” Ucap Ibu Soo Ji. Soo Ji hanya bisa terdiam.
Bersambung ke part 2

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.


FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 


2 komentar:

  1. Makasih kk udh di buat sinopsis y....lanjut y kk ke eps 16 ...nur suka bgt sma tulisan kk...ringan simpel dan mudah di mengerti

    BalasHapus
  2. KEREN LANJUTIN TERUS YAH NULISNYA SEMANGAT

    BalasHapus