PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Rabu, 29 November 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 16 Part 1

PS : All images credit and content copyright : TVN
Ji Ho keluar kamar menerima telp dari ibunya, terlihat kaget karena di malam hari.  Orang tua Ji Ho sudah menunggu dirumah sakit dengan wajah gugup melihat Ji Ho akhinya datang. Ji Ho bertanya apakah belum lahir.  Ibunya memberitahu kalau adiknya baru saja masuk jadi mungkin Sebentar lagi lahir anaknya.
“Bayi Ny. Lee Eun Sol sudah lahir.” Ucap Perawat mengendong seorang bayi dari ruangan. Mereka semua menyapa bayi mungil yang lahir keduanya.
“Pasti susah datang ke dunia ini.” Ucap Ibu Ji Ho melihat cucunya adalah laki-laki.
“Ayah, matamu... “ucap Ji Ho melihat ayahnya seperti terharu.
“Apa Kau menangis?” ejek istrinya. Ayah Ji Ho mengelak kalau  menangis dengan menahan air matanya.
Tiba-tiba terdengar suara isakan tangis dari belakang, ternyata Adik Ji Ho menangis sambil berjongkok, seperti tak percaya kalau memiliki anak dari istrinya. 


Ji Ho dan ibunya melihat si bayi depan jendela. Ji Ho menyadarkan kepala pada ibunya kalau sekarang sudah jadi nenek sekarang. Ibu Ji Ho juga sadar kalau sudah menjadi nenek. Ji Ho pikir  Sungguh hal baik bisa punya anggota keluarga baru.
“Memang hal baik. Inilah hadiah terbesar yang bisa  kau dapatkan dalam hidup.” Kata Ibu Ji Ho bahagia.
“Ibu... Kami akan bercerai. Kami rasa keputusan ini, hadiah yang tak sebanding dengan ini.” Ungkap Ji Ho. Ibu Ji Ho menatap tak percaya. 


Ibu Ji Ho terlihat shock hanya diam saja. Ji Ho heran melihat ibunya tak memberikan komentar.  Ibu Ji Ho pikir ia harus bilang sesuatu, menurutnya Kalau Ji Ho sudah membulatkan tekad, maka tak mana pernah mengubah keputusannya.
“Kau juga pasti bersikukuh dengan keputusan seperti ini dan keputusan itu pun akan menyulitkanmu sesudahnya. Jadi Ibu bisa bilang apa lagi?” ucap Ji Ho
“Ibu....kenapa tidak menceraikan  Ayah saat itu? Waktu itu aku umur 10 tahun. Ibu membawa Ji Seok dan aku ke  rumah Kakek Nenek dan meninggalkan Ayah.” Kata Ji Ho. Ibu Ji Ho tak percaya anaknya masih mengingat hal itu.
“Kau tidak tahu 'kan kalau Ayah dan Ibu... menikah meski orang tua kami sangat menentangnya? Kami ini bagaikan Romeo dan Juliet.” Ucap Ibu Ji Ho. Ji Ho tak percaya dengan cerita orang tuanya.
“Kami sangat dimabuk cinta. Ayahmu dan Ibu berjanji kami akan mati kalau kami tak bisa bersatu. Saat itu, menikah, berat rasanya. Tapi setelah beberapa saat, kami bahkan mempertimbangkan  untuk berpisah.” Cerita Ibu Ji Ho. Ji Ho ingin tahu alasan tak terjadi seperti itu.
“Ibu awalnya berencana menceraikanny tapi aku tiba-tiba  melihat ayahmu yang sedang tertidur. Lalu Ibu tiba-tiba teringat  akan hari pacaran kami. Jika Ibu berpisah dengannya, maka pasti merindukannya  seumur hidup. Dia pasti akan selamanya  bersemayam dalam hatiku dan Ibu pasti sangat merindukannya.” Cerita Ibu Ji Ho tetap mencintai suaminya.
“Pria itu... Begitu Ibu mulai berpikir seperti itu, maka aku putuskan harus tinggal bersamanya... Jadi Ji Ho..  Semua orang hidup dengan cara yang sama dan Tak ada bedanya. Namun menyimpan dengan baik saku bintangmu itu hal terpenting. Itulah yang terpenting.” Pesan Ibu Ji Ho.
Ji Ho binggung apa maksdunya  "Saku bintang". Ibunya menjelaskan Meskipun hidup mereka hampir sama, terkadang ada momen yang berkilauan, jadi Kapan pun itu terjadi, jangan disia-siakan. Ia berpesan agar Ji Ho menyimpan moment itu di  saku bintangnya.
“Dengan begitu, bila keadaan  menjadi berat, atau kau mulai jenuh..., maka kau bisa mengambil satu bintang  dari saku bintang itu..., dan mendapatkan kekuatan  untuk bertahan.” Pesan Ibu Ji Ho. Ji Ho pikir itu sebabnya.
“Aku akan bercerai agar tidak akan  kehilangan bintang itu. Karena aku ingin saku bintangku dipenuhi oleh bintang yang bersinar.” Kata Ji Ho dengan senyuman.
“Kau sudah mulai bicara omong kosong... Hei, kau sebaiknya jangan kasih tahu ayahmu soal perceraianmu. Aku yakin dia akan menggundulimu dan melemparmu  ke ruang bayi yang baru lahir.” Ucap Ibu Ji Ho berdiri dan mulai marah.
“Jadi kapan aku bisa memberitahunya?” tanya Ji Ho binggung. Ibunya pikir tak mungkin tahu.
“Kaulah yang urus sendiri... Dasar bocah...kau bilang  Cerai ?!!!” keluh Ibu Ji Ho berjalan pergi.
“Ini Sungguh sakit. Perkataan indah Ibu isinya kalau keluarga itu hadiah. Tapi rasanya aku malah dimarahi. Pernikahan itu suatu hal yang bersinar.” Gumam Ji Ho hanya bisa menyadarkan kepalanya.
Ia akan melihat adiknya di dalam ruangan, Sang Adik sedang menemani istrinya yang masih tertidur dan memberikan ciuman di dahinya. Ji Ho hanya melihat dari kejauhan seperti bisa tahu kalau adiknya sangat bahagia. 


Ibu Ji Ho melihat suaminya yang lelah duduk diruang tunggu sambil terkantuk dan mengajaknya pulang, tapi Ayah Ji Ho seperti  manja langsung berbaring di pangkuan istrinya. Ibu Ji Ho pun membiarkan suamianya tertidur di pangkuanya.
“Pernikahan itu...suatu hal yang membuatmu mengingat lagi kenanganmu walau kau benci pernikahan.Kami terlalu gampang  memutuskan untuk menikah.”
Ji Ho pulang dengan menaiki bus sambil melamun, lalu melihat surat Kontrak Pernikahan Berjangka Dua Tahun di kamarnya. Saat itu Se Hee datang melihat Ji Ho yang membereskan semua barang dalam tasnya.
“Untuk pertama kalinya...,aku merasa malu karenanya.”
Ji Ho akan pergi dengan membawa tasnya, lalu mengajak Se Hee agar berjabat tangan. Se Hee pun menjabat tangan Ji Ho. Ji Ho berharap Semoga berhasil Untuk mereka berdua Karena ini perceraian pertama. Se Hee menyetujuinya agar Ji Ho juga bisa berhasil.
“Karena hubungan kami bermula dari jabat tangan..., maka kurasa untuk mengakhirinya juga  harus dengan jabat tangan. Bagian pertama dari hubungan kami  memang pernikahan..., tapi aku ingin bagian kedua kami adalah cinta.” Gumam Ji Ho naik bus dengan memegang foto pernikahan dengan Se Hee yang saling berjabat tangan. 



 [Episode 16:  Karena ini Kehidupan Pertamaku]
Manager Park berjalan bersama dengan 3 orang anak buahnya, bertemu dengan Sang Goo yang akan naik lift.  Keduanya saling menyapa karena sudah lama ta bertemu. Sang Goo melihat hidung Manager Park yang diberikan plester.
“Aku jatuh waktu mau pulang karena habis minum-minum.” Kata Managar Park. Sang Goo hanya tersenyum seperti tahu itu akibat dari pukulan Soo Ji. Akhirnya keduanya masuk ke dalam lift bersama. 

Manager Park mengetahui Sang Goo yang sudah dapat dana dan mengucapkan selamat. Sang Goo mengucapkan terimakasih, lalu berkomentar kalau tidak lihat Asisten Woo.
“Dia mengundurkan diri.  Apa Kau belum tahu?” Manager Park. Sang Goo seperti baru mengetahuinya.
“Ya. Makanya aku benci kerja sama wanita. Mereka hanya bekerja sampai  mereka menikah. Mereka tidak tahu tanggung jawab untuk menopang keluarga.” Komentar Manager Park mengejek pekerja wanita. 

Keduanya keluar dari gedung. Sang Goo pikir merkea  sudah lama tak bertemu adi mengajak untuk merokok saja. Manager Park setuju menyuruh anak buahnya untuk pergi lebih dulu saja lalu mengeluarkan rokoknya.  Sang Goo  menolak kalau sudah berhenti.
“Aku juga tidak pernah suka merokok  sejak awal.” Akui Sang Goo. Manager Park menganguk mengerti.
“Tetap saja, itu mungkin tidak menguntungkan dalam kehidupan kerjamu. Percakapan dan sebagainya pasti lewat merokok.” Kata Manager Park
“Percakapan dan kerugian seperti apa? Apa Maksudmu aku tidak akan menjadi bagian dari percakapan konyolmu selama waktu merokokmu?” ucap Sang Goo. Manager Park terdiam mendengarnya.
“Aku juga tahu. Kau mungkin merasa seolah dikenali... jika kau bertingkah sok hebat dan membuat lelucon seksual ke orang lain. Tapi bukankah hal seperti itu harusnya  sudah tak dilakukan lagi dari SMP?.. Ahh.. Tidak. Anak SMP zaman sekarang sudah tak begitu lagi karena mereka cukup pintar bisa membedakan mana perbuatan baik dan buruk.” Sindir Sang Goo.
Manager Park binggung tak mengerti maksud ucapan Sang Goo.  Sang Goo melihat seseorang dengan motor gede memberitahu kalau pacarnya sudah datang dan menawarkan manager Park untuk menyapanya. Manager Park kaget ternyata yang ada dibalik helm adalah Soo Ji
“Kau keluar lebih cepat rupanya.” Sapa Soo Ji dengan gayanya.
“Ya... Aku tadi bicara penting  dengan Jin Ho.. Benar, 'kan?” kata Sang Goo berani mengunakan bahasa banmal. Soo Ji pun berani menyapa Manager Park dengan panggilan Jin Ho.
“Hei.. Jin Ho, aku ini  tiga tahun lebih tua darimu. Jaga dirimu. Sampai jumpa lagi.” Kata Sang Goo lalu pergi dengan dibonceng oleh Soo Ji. Manager Park hanya bisa melonggo. 


Soo Ji memilih beberapa bra dalam sebuah toko memastikan kalau yang dipilih bukan bra berkawat. Sang Goo pun menemaninya dengan banyak tas belanja di tanganya. Soo Ji akan mencoba bra pilihan di dalam kamar pas. Sang Goo melihat patung dengan bra macan dan mengajaknya bicara.
“Cuacanya dingin sekali,  kau pasti kedinginan.. Aku Ma Sang Goo. Senang bertemu denganmu... Wahh Kau pasti sering olahraga... Fighting buatmu, ya.” Ucap Sang Goo seperti merasa bosan jadi mengajak bicara patung. 

Sang Goo sangat lelah merasa senang karena sudah selesai penelitian pemasaran dan memuji Soo Ji yang sudah bekerja keras. Soo Ji pikir  masih banyak yang harus dilakukan yaitu harus mempersiapkan website... dan mendiskusikan sampel-nya dengan desainer.
Pintu lift terbuka, Soo Ji masuk membawa semua barang belanjan dari tangan Sang Goo, lalu Sang Goo mengucapkan selamat tinggal. Soo Ji pun memuji Sang Goo yang sudah bekerja keras.
“Dan juga... kau jangan lupa makan.. Freelancer itu harus banyak makan.” Ucap Sang Goo sebelum pintu lift tertutup. Soo Ji menekan kembali pintu lift agar terbuka.
“Oppa... Apa Kau mau makan ramyeon di rumahku?” ucap Soo Ji yang artinya mengajak Sang Goo untuk menginap.
“Aku tidak akan mudah tertipu lagi.” Kata Sang Go. Soo Ji menyakinkan kalau kali ini serius. Sang Goo menjerit bahagia dan langsung masuk ke dalam lift. 

Won Seok berdiri dalam ruangan kamarnya yang sudah kosong, Bibi Pemilik datang memberitahu Tidak ada orang yang datang untuk melihat-lihat kamarnya dan nanti kalau ada orang yang mau menyewa kamar. Won Seok menganguk mengerti.
“Kau kenapa selama beberapa bulan  terakhir ini? Mukamu capek sekali. Pulanglah ke rumah orang tuamu dan makanlah makanan ibumu. Jadi Cepat sembuh, dan kembalilah” pesan Bibi lalu pergi.
Won Seok terdiam akhirnya keluar dari rumah dan duduk disofa luar, seperti sangat terpaksa untuk keluar dari rumahnya. 

Se Hee mengendong Woo Ri dengan tiga orang yang ada dirumahnya. Si Penjual membawa sepasang pria dan wanita menjelaskan Se Hee yang sudah tinggal selama  sekitar tiga tahun dan memuji kalau Rumahnya bersih sekali.
“Ini rumah terbaik dengan dua kamar  yang tersedia sekarang. Kalian bisa menggunakan ruangan ini  untuk menyimpan pakaian kalian atau untuk anak kalian kelak.” Ucap si penjual masuk ke dalam kamar Ji Ho.
“Ruangan ini kelihatan sangat bersih dan Ventilasinya juga bagus.” Komentar sepasang pria dan wanita.
“Tentu saja, tak ada tempat yang seperti ini. Ayo lihat-lihat lagi.” Kata si penjual mengajak keluar.
Si wanita melihat ada sesuatu yang terselip dibawah kasur, lalu segera menaruh diatas kasur karena suaminya sudah memanggil.  Akhirnya Se Hee pun mengantar mereka keluar dari rumah setelah melihat-lihat. 

Se Hee menatap di ruang makan, seperti melihat bayangan Ji Ho yang duduk sambil makan bimbimbap. Lalu ia menatap ke ruang Tv, bisa melihat bayangan Ji Ho yang menonton TV lalu berbicara dengan Kitty kalau clubnya kalah.
Ia juga bisa melihat Ji Ho keluar dari kamar mandi bergegas masuk kamar karena wajahnya jadi kaku sekali. Se Hee pun membuka pintu kamar JI Ho, seperti bisa melihat Ji Ho yang sibuk mengetik dan melakukan sesuatu diatas tempat tidurnya.
Se Hee masuk kamar melihat ada amplop diatas kasur lalu mulai membacanya.
“Untuk Se Hee... Apa hari ini juga kau menonton bola? Apa Kabar si Kucing, baik-baik saja? Sudah berapa lama waktu terlewat sampai akhirnya kau menemukan surat ini? Pasti saat kau masuk ke kamar ini setelah aku pergi.”
“Sebenarnya, aku pernah sekali masuk ke kamarmu. Lalu aku melihat buku puisi kesukaanmu. Dan aku juga tahu kalau CEO Ko pemilik buku itu. Maafkan aku.”
Ji Ho menuliskan surat untuk Se Hee sebelum pergi dari rumah dan sengaja membiarkan agar bisa ditemukan sendiri.
“Se Hee.. Konon, orang Mongolia kalau mereka mati, jenazah mereka tidak dikubur atau dikremasikan. Tapi, jenazah mereka diangkut dengan gerobak dan ditaruh di suatu tempat yang tidak diketahui. Kemudian, orang Mongolia pergi ke tempat itu lagi dan memeriksa jenazahnya.”
“Mereka berkabung jika  mayatnya masih di sana. Tapi kalau tulang putihnya masih ada..., mereka kembali dengan rasa kebahagiaan. Aku juga kalau kembali lagi ke kamar ini setelah pergi..., aku penasaran apa yang akan tersisa dalam hatiku.” 



Won Seok heran melihat Se Hee yang tak suka makan bersama tapi mengajaknya makan. Se Hee mengaku Karena yang libur hari ini hanya mereka berdua.  Won Seok pikir benar juga tapi heran karena Se Hee.  biasanya  tidak suka makan di luar.
“Karena aku tak ingin makan di rumah sendirian.” Akui Se Hee.
“Itu Susah ‘kan, melupakan orang yang sering makan bersamamu?” ucap Won Seok lalu membahas kalau rumah Se Hee yang akan dijual. Se Hee  membenarkan.
“Lalu kau nanti pindah kemana? Apa Kau sudah cari rumah baru?”tanya Won Seok.
“Yah, pasti ada beberapa rumah di luar sana. Asal bukan rumah it, maka aku tidak peduli dengan lokasinya.” Ucap Se Hee. Won Seok menegur Se Hee saat akan makan daging yang belum matang.
“Aku tidak peduli asalkan perutku terisi.” Kata Se Hee tetap makan daging yang belum matang di panggang
“Tapi, Ji Ho berlibur kemana?” tanya Won Seok. 


Flash Back
Keduanya saling berjabat tangan, lalu Se Hee bertanya apakah Ji Ho akan pergi ke tempat yang jauh. Ji Ho menjawab itu Mungkin seperti itu.
“Apa Ji Ho pergi ke  tempat yang jauh?” tanya Won Seok. Se Hee membenarkan.
“Kurasa dia ada di Mongolia.” Kata Se Hee. Won Seok kaget mendengarnya.
“Ji Ho memang tangguh.  Apa Dia benar-benar pergi ke Mongolia?” kata Won Seok. 


Sementara Ji Ho dan Ho Rang sedang ada di sauna sambil membaca komik, keduanya terlihat bahagia. Ji Ho ingin memecahkan telur, Ho Rang menyuruh mengunakan kepalanya saja. Ji Ho tak enak hati, tapi karena Ho Rang memaksa akhirnya memukul telurnya. Ho Rang sempat kesakitan tapi wajahnya terlihat bahagia.
“Sudah lama sekali kita tak menghabiskan waktu bersama seperti ini.” Ucap. Ji Ho. Ho Rang membenarkan.
“Apa tak masalah menghabiskan waktu denganku? Bukankah seharusnya kau liburan? Apa kau tak ingin pergi,  paling tidak ke Jeju?” ucap Ho Rang
“Hei, aku ini besar di dekat laut. Jadi Mana bisa aku liburan ke tempat  yang mirip kampungku.” Ucap Ji Ho
“Benar juga. Liburan tak perlu mewah-mewah dan Liburan seperti ini juga lumayan. Lalu Bagaimana guest house itu? Apa Tak nyaman?” tanya Ho Rang
“Disana Cukup menyenangkan. Aku jadi punya banyak teman  dari berbagai negara. Aku sekamar dengan orang lain, jadi  tidak bisa tidur nyenyak.Tapi Selain itu, aku baik-baik saja.  Aku merasa seperti liburan ke luar negeri.” Cerita Ji Ho merasa kalau sangat menyenangkan.
“Ji Ho... Apa kau ingin tinggal di rumah atap kami  sampai kau dapat tempat tinggal?  Won Seok sudah pindah ke rumah orang tuanya.” Ucap Ho Rang.
Ji Ho pikir itu bagua karena Won seok  bisa makan bersama keluarganya. Ho Rang tahu kalau Kontrak tempat itu juga  masih lama habisnya dan juga tidak terburu-buru untuk mengambil depositnya jadi kalau tak keberatan maka Ji Ho bisa tinggal di rumah atapnya.


Sang Goo melihat sekeliling kamar Soo Ji dengan mencium sarung bantal. Soo Ji sudah siap dengan panci ramyun diatas meja makan dan mengajak pacarnya untuk segera memakanya. Sang Goo duduk di meja makan merasa  beruntungnya aku mencicipi ramyeon  buatan Woo Soo Ji.
“Kurasa keinginanku dalam hidup ini sudah terpenuhi. Terima kasih makanannya.” Kata Sang Goo bangga, tapi wajahnya langsung berubah ketika melihat ramyun yang masih mentah di dalam panci dan berusaha untuk memakanya.
“Apa rasanya Enak?” tanya Soo Ji. Sang Goo mengaku kalau rasanya enak walaupun merasakan mie yang masih mentah. Soo Ji teringat kalau masih menyimpan kimchi di kulkas.
“Kenapa mie ini masih belum matang? Padahal ramyeon 'kan tak susah memasaknya.” Keluh Sang Goo heran.
Soo Ji memberikan sekotak kimchi agar Sang Goo bisa memakan dengan ramyun. Sang Goo berusaha tersenyum sambil makan ramyun yang belum matang dan kimchi.  Soo Ji membahas tentang  Se Hee menjual rumahnya dan ingin tahu kemana akan pindah.
“Aku juga tidak tahu dan sudah lama tak ketemu dia. Dia ambil cuti 20 hari untuk menyelesaikan liburan. Jadi perusahaan kami sekarat karena Se Hee. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan.” Ucap Sang Goo.
Soo Ji menganguk mengerti lalu menyuruh Sang Goo agar menghabiskan makanya. Sang Goo mengajak Soo Ji untuk makan juga. Soo Ji menolak menyuruh Sang Goo saja yang menghabiskanya. 

Se Hee mambuk sambil terlentang nonton bola dan mengeluh kalau Sanchez sering sekali mencetak gol. Lalu mengajak bicara Woori ingin tahu apakah memakai  kalung itu sendiri, ata kakaknya si Ji Ho yang mengalungkannya. Woori hanya menjawab sambil mengeong.
“Kenapa kakakmu pergi padahal dia mengalungkannya ke kau? Apa alasannya? Apa Kau tahu alasannya? Apa kau tahu bagaimana perasaannya?” ucap Se Hee yang mengajak bicara kucingnya. 

Ji Ho menonton siaran bola dari ponselnya, salah satu temanya datang menyapa Ji Ho yang menonton bola lagi hari ini. Ji Ho dengan bahasa inggris menajwab kalau kali ini pertandingan penting. Nancy ingin tahu alasan Ji Ho suka sekali menonton bola karena menurutnya agak membosankan
“Kau Membosankan? Tidak seperti itu...  Jadi begini... Menonton saja itu tak penting.” Ucap Ji Ho lalu mulai kebingungan dengan bahasa inggris untuk menjelaskanya.
“Jadi.. Sepak bola bukan soal sekedar menonton saja. Yang penting dengan  siapa kau menontonnya.” Ucap Ji Ho akhirnya mengunakan bahasa korea.
Ia mengingat saat pertama kali bertemu dengan Se Hee menonton di ponsel, bahkan tanpa sadar memukul pundak suaminya saat gol. Keduanya juga menonton di ruang TV dengan wajah tegang saat akan mencetak gol.
“Kau jadi bisa mengingat pertandingannya, tergantung kau menontonnya dengan siapa.” Ucap Ji Ho
“Aku sama sekali tidak mengerti omonganmu.” Komentar Nancy karena Ji Ho mengunakan bahasa korea.
“Inilah hasil mengerikan cara belajar bahasa Inggris di Korea... Coba saja kau tahu bahasa Korea.” Kata Ji Ho
Nancy seperti tak peduli karena memang tak mengerti lalu bertanya apa yang akan dilakukan Ji Ho besok. Ji Ho dengan bahasa inggris menjawab mau buat kue. Nancy heran ingin tahu kue untuk siapa. Ji Ho dengan bahagia kalau itu untuk mantan suaminya lalu bergegas pamit pergi saat melihat Nancy yang melonggo binggung. 


Seorang guru mengajarkan dari depan counter untuk membuat adonan kue dari telur, tepung dan gula dsb.
“Pikirkan orang yang akan  menerima kuenya.  Kue itu bisa menjadi hadiah yang bagus  untuk banyak kesempatan termasuk pengakuan cinta.”ucap sang guru.
Ji Ho pu mulai menghias dengan cream putih, lalu memberikan potongan strawberry, bubuk coklat dan juga sebuah coklat yang dibuat seperti kucing.
“Wah... Cantik sekali!.. Gambar rakunnya bagus sekali.” Ungkap si guru. Ji Ho melirik sinis karena yang dibuatnya itu adalah kucing. 

Se Hee masuk ke kantor tak melihat semua orang dalam ruangan. Ternyata Won Seok dan pegawai lainya sedang bertarung, kalau yang kalah, harus traktir makanan. Keduanya bermain balapan mobil, Won Seok terlihat penuh konsetrasi sampai akhirnya terpaksa kalah. Saat itu video pun disimpan untuk di tonton kembali. Mereka lalu kaget melihat Se Hee ternyata sudah ada didepan pintu dan menyapanya. 

Won Seok memberikan kunci ditangan Se Hee berpikir kalau tempanya  sangat kecil karena nanti tak nyaman. Se Hee pikirhanya butuh tempat untuk  tidur dan makan, jadi Tidak mungkin tidak nyaman dan ia pun tidak akan membawanya  sampai mati.
“Apa mungkin kau dalam waktu  dekat ini, mau mengundurkan diri?” tanya Sang Goo panik mendengar Se Hee seperti kehilangan gairah hidupnya.
“Belum. Jatah cutiku 'kan masih ada. Jadi sebelum itu, aku takkan mengundurkan diri.” Ucap Se Hee. 

Ji Ho masuk rumah Ho Rang dan melihat di dalam sudah ada dalas tidur dan beberapa kotak, ia heran karena Struktur ruangannya tak asing. Ia melihat kotak kardus berpikir Won Seok belum memindahkan semua  barangnya rupanya.
“Apa ini? Kenapa nyaman sekali? Ini seperti tempat tidurku sendiri.” Ucap Ji Ho heran setelah berbaring diatas alas tidur. 

Ho Rang membaca pesan Ji Ho “Ho Rang, aku baru datang ke rumah atapmu. Terima kasih.” Tuan Shin datang dengan membawakan kopi, lalu memberitau sudah periksa kalender dan hari pertama bulan Maret  itu hari Kamis.
“Jadi kita bisa libur beberapa hari dari Senin, Selasa, Rabu, dan Jumat. Kita mungkin punya cukup waktu  pergi ke Bali.” Ucap Tuan Shin penuh semangat.
“Apa Kau mau ke Bali?” tanya Ho Rang. Tuan Shin pikir Sangat cocok bulan madu disana.Ho Rang kaget mendengarnya.
“Ho Rang... Maukah kau pergi ke Bali bersamaku tahun depan?” ucap Tuan Shin. Ho Rang tak percaya kalau Tuan Shin seperti akan melamarnya.

Won Seok membaca pesan yang dikirimkan Se Hee “Won Seok , terima kasih. Aku akan menggunakan ruangannya baik-baik.” Lalu berpikir kalau  pasti sudah selesai pindahan. Bo Mi melihat Won Seok masih di kanto bertanya apakah tak pulang. Won Seok mengatakan kalau sebentar lagi.
“Cuplikan yang direkam tadi apa bisa kau putar?” ucap Bo Mi. Won Seok pun memutar dan menonton kembali dengan Bo Mi.
“Coba Lihat itu... Kau yang ambil start duluan... Tapi di tengah jalan, kau goyah Lalu kau kehilangan langkahmu. Apa kau Bisa dilihat? Kau seharusnya membiarkan  mobil depan melewatimu dan menyalip mobil itu.” Ucap Bo Mi. Won Seok pikir benar juga.
“Bo Mi, kau memang analis data yang hebat.” Puji Won Seok.
“Dua hal yang paling kusukai  cerita dan formula permainan Dan yang kusuka selain itu, cerita formula permainannya.” Kata Bo Mi. Won Seok tak percaya mendengarnya karena ia juga seperti itu.
“Jadi bicara soal itu...” ucap Bo Mi. Won Seok menjawab “Ya”
“Kalau kau ada waktu...,” kata Bo Mi. Won Seok kembali menyahut “Ya”
“Apa kau mau jadi pacarku?” ucap Bo Mi to the point. Won Seok seperti terbiasa langsung menjawab “Ya” lalu tersadar kalau tadi Bo Mi mengajaknya berkencan. 


Se Hee masuk kamar Ho Rang dengan membawa Woo Ri, Woo Ri sudah terlihat nyaman dirumah baru. Sementara Ji Ho datang ke rumah lama Se Hee kaget melihat orang lain yang membuka pintu. Si Pria pun bertanya siapa Ji Ho, tapi Ji Ho balik bertanya siapa pria itu . Si pria memberitahu kalau baru saja pindah dan itu adalah rumahnya. Ji Ho melonggo kaget karena Se Hee sudah pindah. 

Ji Ho naik bus tak percaya kalau Se Hee itu menjual rumahnya, padahal mantan suaminya itu orang perfeksionis. Ia pun bertanya-tanya kenapa Se Hee harus menjualnya dan penasaran ingin tahu keberadaanya. Setelah turun dari bus, Ji Ho mencoba menelp Se Hee tapi ponsel Se Hee tertinggal di rumah.
Se Hee pulang setelah membeli makanan di minimarket.  Ji Ho berjalan pulang bertanya-tanya keberadaan Se Hee karena tak mengangkat telpnya.

Ji Ho akhirnya duduk di depan teras melihat kue yang sudah dibuatnya, karena rencananya  hari ini, ingin memulainya lagi dengan Se Hee dan menuliskan dibagian kue kalau ini hari pertama mereka.
“Padahal hari ini, aku mau melamar dia... Tapi Sepertinya kesempatanku sudah hilang.” Ucap Ji Ho lalu seperti bicara pada Woo Ri kalau Se Hee yang  mengangkat karena ingin tahu keberadaan mantan suaminya. 

“Aku ingin meninggalkan kamar itu... dan mengelilingi Seoul selama berbulan-bulan untuk mengetahui apa yang tersisa dalam hatiku.”
Ji Ho teringat saat melihat note yang dituliskan Jung Min untuk Se Hee. Lalu Se Hee yang mengajaknya untuk tidur bersama, tapi Ji Ho terbakar cemburu memilih untuk menolak.
“Jujur, terkadang aku sangat membencinya.”
Ji Ho sambil menangis mengatakan Pernikahan berdasarkan cinta pasti membahagiakan
“Aku juga telah banyak terluka. Apa kita memiliki saku bintang kita sendiri yang bisa menyatukan  kita bersama sepanjang malam?”
Ji Ho memutuskan kalau Kontrak mereka yang harus diakhiri.
“Apa adakah satu  saku bintang untuk kita? Aku penasaran. Sebenarnya, aku meragukannya. Tapi saat aku menoleh ke belakang..., apa yang tersisa di hatiku bukanlah kebencian atau rasa sakit.”
Ji Ho melihat catatan di notenya [Perkataan yang Se hee ucapkan.] wajahnya tersenyum bahagia melihat foto nasi goreng buatan Se Hee. 
“Melainkan kerinduan... Betapa aku merindukannya.”
“Saku bintangku sudah penuh. Tapi dimana dia sebenarnya?” ucap Ji Ho yang lelah akhirnya membaringkan tubuhnya.Soo Ji menelp Ji Ho bertanya apakah pindah ke rumah atap dan mungki saja bertemu dia. Ji Ho langsung terbangun dan menoleh ke dalam ruamh seperti tak sadar kalau Se Hee ada di dalam rumah.

Bersambung ke part 2 

PS; yang udah baca blog/ tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Makasih. ^_^

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar