PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Rabu, 08 November 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 9 Part 2

PS : All images credit and content copyright : TVN
Ji Ho bertemu dengan 3 orang teman lainya dan minum bersama, Ho Rang ingin membahas tentang Kosmetik yang dipakai, tapi temanya menyela dengan ingin tahu pernikahan Ji Ho mengaku aklau sebenarnya sangat sedih karena tak memberitahu.  Ji Ho meminta maaf karena sangat sibuk.
“Jadi kau tinggal dimana sekarang? Apakah Apartemen? Kau sewa apa beli?” ucap temanya yang bertubuh tambun.
“Ya. Kami membelinya.” Kata Ji Ho malu-malu. Tiga teman lainya berpikir kalau Gaji suami Ji Ho pasti besar.
“Sebenarnya... Kami juga mencicil” ungkap Ji Ho, tiga temanya pikir tak masalah karena Zaman sekarang tak ada yang membeli secara kontan

“Jadi apa kau senang, sudah menikah sekarang?” tanya temanya. Ji Ho pikir merasa senang. Temanya ingin tahu Ji Ho sedang karena apa.
“Suamiku juga langsung pulang sehabis kerja dan bersenang-senang denganku  selama tahun pertama kami. Apa dia mencarimu saat dia pulang?” cerita temanya. Ji Ho terlihat binggung dan mengaku kalau ia juga seperti  itu.
“Dia mencariku...dan memanggil namaku.” Cerita Ji Ho padahal saat pulang Se Hee langsung memanggil kucingnya.
“Waktu kusapa dia...,dia memelukku erat...dan mengajakku ke kamar tidur kami.” Cerita Ji Ho. Padahal setelah Se Hee menemukan kucingnya, langsung memeluk dan mengendongnya ke kamar.

Tiga orang temanya pun merasakan seperti suasana jadi panas,  Ho Rang hanya diam saja seperti merasa sedih. Teman menyarankan Ji Ho untuk jangan terlalu dini hamilnya, karena setelah itu akan selesai semuanya.  Temanya pikir kalau mereka masih diumur 20an tapi sekarang  mereka sudah terlalu tua sekarang.
“Aku pikir hamil awal juga lebih baik..Tapi kemudian rencanaku memudar, setelah mengunjungi mertua kami” pikir temanya.
“Hei, walaupun begitu mereka pasti jauh lebih baik daripada bajingan yang kutemui di kantor. Jadi Ayo kita minum dan lupakan saja.” Kata Soo Ji dan mereka pun bersulang bersama.
“Soo Ji, kau masih saja banyak minum? Wahh.. Hebat sekali kau.” Puji temanya yang tambun.
“Aku dulu mengidam bir waktu hami jadi menenangkan diri dengan menonton iklan bir.” Ungkap temanya yang berbadan panjang
“Bukankah itu karena kau cuma ingin lihat  bintang iklannya, si Song Joong Ki saja?” ejek Soo Ji
“Hei, sekarang, Park Bo Gum jauh lebih  populer dari Song Joong Ki.” Komentar Ho Rang. Temanya membalas kalau gadis lajang seperti Ho Rang paham perasaannya dengan wanita yang sudah menikah. Ho Rang pun hanya diam saja.  



Soo Ji bertanya pada pelayan apakah ada ruang merokok. Pelayan memberitahu bisa merokok di tempat parkir. Ho Rang bertanya kenapa Soo Ji menanyakan hal it. Soo Ji mengaku  takut didenda alau merokok sembarangan. Ji Ho tahu kalau dendanya cukup mahal yaitu 100 ribu won.
“Soo Ji... Apa Kau tak ada rencana mau menikah?” ucap temanya. Soo Ji mengaku tidak ada rencana mau menikah.
“Tapi kalau keputusanmu berubah, maka kau mungkin bisa menikah nanti.” Pikir temanya. Soo Ji pikir mungkin kalau berubah pikiran.
“Kalau begitu, bukankah kau harusnya berhenti merokok? Jika kau mau melahirkan, kau harus berhenti merokok. karena adanya nikotin di tubuhmu. Itu tidak baik bagi si bayi.” Ucap temannya. Dua orang lainya setuju dan mulai membahas anak mereka.
“Apa Kau lihat itu?.. Mereka...sangat berisik. Makanya kunamai kumpul-kumpul konyol.” Bisik Soo Ji. Ho Rang menganguk dan Ji Ho yang mendengarnya hanya bisa menahan senyuman. 


Ketiga duduk di minimarket sambil minum bir, Soo Ji heran kalau orang jadi sibuk sekali saat mereka menikah dengan menyuruh ini dan itu.  Ho Rang pikir Itulah sebabnya semua orang menikah krena Bagian kehidupan yang paling menyenangkan itu menyarankan orang ini itu.
“Tapi, Ho Rang... Bukannya kau sudah makan tadi? Apa Kau lapar lagi?” ucap Ji Ho heran.
“Ya... Aku lapar... Aku tadi tidak bisa makan banyak di sana dan Perutku sangat kesal.” Kata Ho Rang
“Hei, aku tadi yang adu mulut sama mereka. Kenapa perutmu yang marah?” pikir Soo Ji
“Aku iri... Jadi Perutku kesal karena aku iri dengan teman-teman yang sudah menikah. Jadi aku tidak bisa makan apapun.” Kata Ho Rang yang membuat dua temanya saling berpandangan. 

Flash Back
Tiga orang temanya membahas kalau tubuh mereka jadi mudah gemuk diumur 30 tahun, bahkan jadi mulai cepat capek walaupun hanya kerja di restoran. Ho Ran ingin berbicara, tapi temanya seperti tak mau mendengarkan membahas tentang pasca melahirkan lalu tentang anak. Ho Rang hanya bisa diam saja, karena belum menikah seperti tak bisa bergabung dengan tiga temanya. 

Ji Ho dan Ho Rang mengantar Soo Ji pulang dengan sopir penganti. Ho Rang merasa bajunya akan sobek karena terlalu banyak makan. Ji Ho dengan baik hati mengajak Ho Rang untuk berolahraga dengan berjalan. Ho Rang membahas  Hee Ji dan Young Ok  jadi teman baik setelah menikah. Ji Ho membenarkan karena sebelumnya mereka tak akur.
“Ji Ho, kau juga.... Dulu, mereka tidak nyaman sama kau. Tapi setelah kau menikah, maka mereka lebih dekat denganmu. Itu Karena kalian punya kesamaan.” Ucap Ho Rang.  Ji Ho pikir karena mereka sudah lama tak berjumpa.
“SeJujur, tidak ada yang salah dengan omongan mereka.” Kata Ho Rang. Ji Ho bertanya mengenai masalah apa.
“Pada akhirnya, wanitalah yang melahirkan. Jadi sebaiknya melahirkan sewaktu kita masih muda dan sehat. Alangkah senangnya kalau aku bisa menikah lebih cepat.” Ungkap Ho Rang yang ingin sekali menikah.
“Ho Rang...Kenapa kau mau menikah?” tanya Ji Ho. Ho Rang membalikan badan melihat dua buah baju yang ada di etalase.
“Kau tahu ini, kan? Aku dari kecil tak pernah pakai baju hitam.” Ucap Ho Rang.
“Pakaianmu selalu warna merah, merah muda, dan kuning. Kapan pun kita main ke luar, Soo Ji dan aku pasti akan menebak warna apa yang akan kau pakai.” Ucap Ji Ho
“Tapi saat aku membuka lemariku sekarang..., maka aku hanya memilih pakaian yang warnanya tidak mencolok. Mereka sesuai dengan pakaian lainnya dan tak kelihatan mewah, Karena itu aku suka pakaian-pakaian hitam sekarang.” Ungkap Ho Rang dengan mata berkaca-kaca
“Kau pasti tahu, ada teman ibuku yang bekerja sebagai ketua tim di perusahaan asuransi. Dia sangat bugar karena bekerja dan menjaga pola makanannya dan wajahnya tak ada keriput, bahkan Gaji dia juga banyak. Dia selalu mentraktir makanan untuk ibuku dan teman-temannya. Lalu wanita-wanita lain iri  padanya karena dia sangat keren.” Cerita Ho Rang. Ji Ho mengerti.
“Tapi... Setiap kali ibuku dan teman-temannya pergi ke suatu tempat..., maka wanita itu selalu ditinggalkan.” Cerita Ho Rang. Ji Ho tak percaya ingin tahu alasanya.
“Wanita itu bermantel merah. Dia tidak bisa menikah karena  terlalu sibuk bekerja. Ji Ho, aku hanya ingin menjalani  kehidupan biasa seperti orang lain, dengan Punya suami dan punya anak,  seperti itulah. Aku juga ingin menceritakan  ke teman-teman tentang mertua dan rasanya membesarkan anak.” Ungkap Ho Rang
“Aku juga ingin pakai mantel hitam yang bisa cocok di mana-mana. Aku ingin menjadi seperti orang lain  yang tidak menonjol. Aku ingin melakukan seperti  yang orang lain lakuka dan berbagi cerita serupa. Itulah impianku. Bagiku, pernikahan adalah suatu hal yang membuktikan kalau aku baik-baik saja, dan aku wanita sejati. Pernikahan itu seperti mantel hitam itu.” Ungkap Ho Rang. Ji Ho hanya bisa terdiam menatap temanya. 


“Ho Rang.. merupakan wanita yang kelihatan cantik pakai pakaian merah.”
Flash Back
Ji Ho dan Soo Ji sudah menunggu temanya di atas jembatan, Soo Ji kesal karena Ho Rang yang belum juga datang. Saat itu Ho Rang berteriak memanggil temanya dan pakaian sangat mencolok mengunakan jaket merah, Soo Ji merasa malu ingin bergegas pergi. Ji Ho pun menahanya.
“Hei, apa kau itu lampu merah?” keluh Soo Ji. Ho Rang pikir yang dipakainya cantik. Soo Ji mengeluh kalau itu sangat norak. Mereka pun bergegas pergi.
“Walau dia pakai baju yang mencolok, tapi dia pribadi yang sangat percaya diri. Begitulah Ho Rang.”
Ho Rang sudah naik kereta, melihat profile dalam chatnya dan melihat salah satu profile temanya yang foto dengan anaknya. Wajahnya langsung menahan sedih, dan melihat banyak disekelilingnya mengunakan pakaian hitam, tapi ia mengunakan abu-abu, lalu menutup cat kukunya yang berwarna merah. 

“Sejak kapan kita, mulai merasa malu, memakai warna yang berbeda? Tapi yang lebih pahitnya yaitu aku juga merasa cukup senang karena memakai mantel hitam yang menandakan pernikahan...” gumam Ji Ho lalu mengingat saat di cafe foto bersama, seperti Ho Rang dan  Soo Ji seperti tersingkir dengan teman-temanya yang sudah menikah.
Teman Ji Ho mengirimkan pesan dalam grup “ Ji Ho, selamat sekali lagi atas pernikahanmu... Karena kita semua wanita yang sudah  menikah, kita harus sering-sering bertemu.”
“Ya. Ayo kita bertemu, dan ajak suami kita. Selamat datang di kehidupan pernikahan. Senang rasanya.”
“Ahh.. Tidak, malah terus terang...Senang rasanya menjadi suatu bagian di suatu tempat.” Gumam Ji Ho lalu kaget saat akan turun melihat Se Hee seperti sudah menunggu di depan halte. 

Ji Ho langsung bertanya kenapa Se Hee ada di halte. Se Hee tahu kalau Ji Ho mengirimkan pesan akan naik bus, karena Ini sudah malam dan kemarin ada insiden Bok Nam itu Jadi sedikit khawati sebagai sesama penghuni rumah.
“Kau bilang Sebagai sesama penghuni rumah?” ucap Ji Ho. Se Hee menganguk.
“Apa itu semacam bantuan dari majikan rumah Atau apa kau menjagaku  karena aku penyewa?” pikir Ji Ho
“Lebih tepatnya semacam pemilik klub sepak bola menjaga pemainnya sendiri.”kata Se Hee. Ji Ho pun mengerti dan mengajak untuk mereka segera bergegas pulang. 


Se Hee bertanya apakah Ji Ho sudah bertemu teman SMAnya. Ji Ho mengaku sudah dan menceritakanSebenarnya pertemuannya agak aneh, karena sebelumnya tidak begitu dekat dengan, tapi sekarang ia yang sudah menikah jadi merasa lebih dekat dengan mereka.
“Semacam seperti berada dalam kelompok. Aku sudah lama tak  merasa seperti itu. Perasaanku... agak senang.” Ungkap Ji Ho.
“Kurasa kau akan melalui fase  kepemilikan di suatu tempat.” Kata Se Hee. Ji Ho binggung apa maksud ucapan Se Hee.
“Hierarki kebutuhan menurut Maslow. Manusia mencari kebutuhan lanjutannya  setelah puas akan kebutuhan yang lain.” Kata Se Hee.

“Kenapa kau tiba-tiba... bicara tentang Maslow?” tanya Ji Ho heran.
“Ini bukan tiba-tiba. Kondisimu sekarang ini merupakan kebutuhan dasar manusia. Bagimu, kau memuaskan kebutuhan paling dasarmu lewat pernikahan. Lalu melewati aku, kau memuaskan  kebutuhan selanjutnya, yaitu keamanan. Jadi sekarang kau berada di tingkat ketiga, yaitu kebutuhan untuk memiliki. Kau sekarang harus memenuhi kebutuhan  untuk merasa dimiliki di suatu tempat Aku hanya bilang begitu karena perasaan itu sama seperti kebutuhan binatang..” Jelas Se Hee.
“Aku juga kadang merasakannya.” Gumam Ji Ho
“Itu semua kebutuhan manusia yang sia-sia” kata Se Hee
“Dia memang kadang menjengkelkan.” Keluh Ji Ho dalam hati. Se Hee heran melihat tatapan Ji Ho. Ji Ho mengalikan pembicaraan kalau di langit tak ada bintang sama sekali.
“Aku sudah transfer biaya sewanya hari ini.” Ucap Ji Ho mengalihkan kembali. Se Hee mengatakan sudah memeriksanya.


Ho Rang pulang ke rumah hanya bisa terdiam melihat Won Seok yang tertidur dilantai dengan banyak sisa makan tanpa dibereskan, wajahnya sangat sedih dengan keadanya sekarang. Esok paginya, Won Seok sibuk membersikan rumah bertanya apakah Ho Rang masih tidur. Ho Rang membenarkan. Won Seok menyuruh bangun karena sudah siang.
“Sebentar lagi. Aku harus tidur di hari liburku.” Ucap Ho Rang yang enggan bangun.
“Cepatlah! Aku mau jemur selimut di luar, selagi matahari lagi terik.” Kata Won Seok
“Kenapa kau harus bersih-bersih hari ini?” keluh Ho Rang lalu mengaruk kepalanya.
Won Seok menyuruh berhenti karena nanti bisa ketombe, Ho Rang terdiam. Won Seok pikir karena mereka  sudah tujuh tahun, Ho Rang rupanya tidak peduli lagi karena dulu bangun dan langsung keramas bahkan sampai memakai make up. 

“Kaulah yang bersikap konyol.. Jangan cari gara-gara denganku hari ini. Aku tidak mau melakukan apapun.” Ucap Ho Rang memilih untuk tidur lagi. Won Seok menyuruh Ho Rang untu segera bangun.
“Wahh... Apa ini kotoran di kukumu? Dasar Jorok sekali.” Ejek Won Seok pada jari pacarnya.
Ho Rang kesal akhirnya bangun kalau tak kotoran pada jarinya, lalu terkejut melihat ada cincin pada jarinya lalu bertanya apa maksudnya ini. Won Seok pikir Ho Rang, ingat dengan seorang matematikawan yang disukainya yaitu Kurt Godel.
“Teorema ketidaklengkapannya, adalah dasar dari sistem komputer zaman sekarang. Ada pepatah bahwa ada proposisi matematika yang tidak bisa dibuktikan sekalipun itu kebenaran matematika.” Ucap Won Seok dengan bahasa ilimiahnya.
“Aku banyak berpikir selama ini, dan  ingin membuktikan diriku padamu. Tapi yang kusadari adalah cinta kita tidak akan pernah terbukti sepenuhnya. Itu karena cinta kita  kebenaran yang sempurna. Apa Kau paham maksudku?” kata Won Seok
“Apa kau Pikir, aku paham maksudmu? Berhenti bicara omong kosong itu dan katakan sekarang.” Ucap Ho Rang tak ingin berbelit-belit.
“Aku tidak akan pernah membuatmu  merasa tidak aman lagi. Jadi Ho Rang..., maukah kau... menikah denganku?” kata Won Seok,
Ho Rang tak percaya kalau ia akan menikah, Won Seok membenarkan kalau  mereka sungguh akan menikah, lalu berpelukan. Ho Rang mengeluh aklau seharusnya melamar saat sedang cantik tapi malah baru bangun tidur. Won Seok pikir sudah menyuruhnya mandi. Ho Rang tak peduli memilih untuk kembali berpelukan.


Sang Goo menaiki bus sambil mendengarkan musik, lalu seseorang berambut panjang menaiki bus. Sang Goo seperti merasakan seusatu tapi saat melihat wajahnya bukan orang yang di kaguminyanya. Tiba-tiba seorang pria yang duduk di depan Sang Goo binggung karena melihat tetesan air diatas ponselnya. Saat itu Sang Goo hanya bersenandung di dalam bus.
“Mari selesaikan pertemuan kita hari ini.” Ucap Sang Goo. Bo Mi buru-buru keluar. Sang Goo memperingatkan kalua CEO-nya sedang bicara jadi menyuruhnya duduk. Bo Mi pun kembali duduk.
“Semuanya, aku ada kabar baik. Aku sudah merekrut pengembang super kompeten untuk perusahaan kita.” Ucap Sang Goo. Semua terlihat tak percaya mendengarnya dan ingin tahu orangnya.
“Mungkin kalian sudah kenal dia, yaitu CEO Shim Won Seok Jadi Tepuk tangan yang meriah.” Kata Sang Goo bangga. Tapi semua hanya terdiam dengan wajah melonggo.
“Hei... Kenapa kalian ini?” ucap Sang Goo heran. Se Hee dengan kode mulutnya mengajak Sang Goo untuk bicara diluar saja. Sang Goo pun menyelesaikan rapat lebih dulu. 

Keduanya berbicara di ruang tengah, Sang Goo heran rekan kerjanya yang  tak suka  dengan Won Seok. Se Hee pikir apa lagi alau bukan karena "Get Up" itu gagal total, menurutnya Jika Sang Goo merekrut karena temannya dan rasa kasihan maka sebaiknya ia harus  mencegah untuk merekrut Won Seok .
“Se Hee, apa menurutmu aku ini pribadi yang moralnya sudah hancur? Won Seok mungkin terlihat naif tapi dia seorang jenius sejati. Apa Kau ingat situs sensasional, "07 Finder"?” ucap Sang Goo. Se Hee menganguk.
“Kau tahu mahasiswa  Jurusan Teknik Komputer yang membuat situs mencari cewek  seksi dari angkatan tahun 2007. Dulu itu sangat populer dan  servernya sampai penuh berkali-kali. Dan kau harus tahu, bahwa Won Seok yang buat situs itu.” Cerita Sang Goo
“Apa kau Tahu berapa umurnya saat itu?  Dia baru 18 tahun. Dia sekolah lebih awal dan tamat SMA lebih cepat. Nilai dia terbaik, meskipun dua  tahun lebih muda dari teman sekelasnya.... Ya, jujur, memang dia tak  terlalu tahu soal bisnis. Tapi sebagai pengembang, dia yang terbaik.” Ucap Sang Goo.
Se Hee hanya menatapnya, Sang Goo pikir kalau Se Hee tak percaya  padanya. Se Hee tetap terdiam, Sang Goo merasa Se Hee memperlihatkan wajah seperti baru  melihat kucing liar hujan-hujanan. Se Hee mengaku tidak seperti itu.
“Apanya yang tidak? Apa Tahu hal yang paling menyebalkan di dunia? Harus berhenti buang air kecil setengah  jalan, lalu tidak menyeka setelah BAB dan orang yang tidak mengatakan  apa yang ingin dia katakan.” Keluh Sang Goo memberikan perumpamaan.
“Aku mengerti. Jadi ayo kita bicara di luar.” Ucap Se Hee. Sang Goo pikir untuk apa keluar karena udara yang dingin.
“Aku tahu... CEO Ma, kau. Apa mungkin.... kau menangis?” ucap Se Hee. Semua rekan kerjanya langsung melonggo ingin tahu pembicaraan mereka. 
Sang Goo mengelak menurutnya tak ada alasan untuk menangis. Se Hee melihat Mata Sang Goo jadi merah seperti itu setelah menangis. Sang Goo mengtakan Kulit di bawah matanya lebih sensitif daripada kulit lainnya dan tetap mengelak, yang tak tahu apapun tentang dirinya.
“Meskipun aku sudah mengenalmu  selama 18 tahun..., tapi aku tidak bisa bilang kalau tahu segalanya tentangmu.” Ucap Se Hee.
“Ya, meskipun kau teman terdekatku,  kau tidak bisa tahu segalanya.” Ucap  Sang Goo mengaku hanya alergi jadi selalu  agak merah dengan terus mengelak kalau tak menangis
“Benar. Semua orang tidak tahu segalanya tentang dirinya sendiri. Jadi, seseorang juga tidak akan tahu  segalanya tentang orang lain.” Kata Se Hee. Sang Goo membenarkan.
“Tapi...,...kenapa kau menangis?” ucap Se Hee. Sang Goo heran Se Hee tetap bertanya. 



Soo Ji melihat motor Bok Nam yang terlihat masih baru seperti tak terjadi apa-apa. Bok Nam seperti baru menyadarinya lalu mengaku kalau ingin motornya tetap bersih sebelum karena ingin mengucapkan selamat tinggal padanya.
“Kau bilang "Sebelum aku mengucapkan selamat tinggal"? Apa Kau mau menjual motormu? Hei... Kau mau jual berapa?” ucap Soo Ji sambil merangkul Bok Nam layaknya seperti adik sendiri. Bok Nam mengatakan kalau itu rahasia. 

Saat itu Sang Goo berjalan dengan rekan kerjanya melihat Soo Ji sedang memeluk Bok Nam sambil tersenyum bahagia. Pikiran melayang saat Soo Ji memujinya lucu karena terlihat marah lalu menurutkan di jalan.
“Kalau aku menghabiskan waktu bersamamu, bisa-bisa aku nanti tidur denganmu... Oh, ya... nomornya bukan 303, tapi 304. Kamar kita.” Ucap Soo Ji ternyata masih mengingat Sang Goo dan pertemuan mereka terakhir kalinya.
“Apa Memang aku pernah bilang ingin berkencan denganmu? Kubilang aku ingin tidur denganmu... Aku jahat... Aku memang jahat, makanya bisa bertahan di kerjaan ini..” ucap Soo Ji 

Sang Goo seperti tak tahan melihat Soo Ji tiba-tiba mengeluarkan air matanya. Se Hee melihatnya, Soo Ji bingung melihat Sang Go yang tiba-tiba pergi begitu saja. Sang Goo melepas kacamatanya sambil terus menangis. Soo Ji akan ke mobil binggung melihat Sang Goo yang menangis
“Kenapa... Apa Kau sakit?” ucap Soo Ji. Se Hee melihat dari kejauhan. Saat itu terdengar terikan rekan kerjanya yang mencari Sang Goo. Soo Ji langsung menarik Sang Goo ke dalam mobilnya. Se Hee pun menghalangi semua rekan kerjannya kalau Sang Goo tak ada di parkiran mobil. 

“Jika karyawanmu tahu bosnya menangis..., pasti sangat memalukan. Ada apa? Apa Kau lagi sakit? Mau kubawa ke rumah sakit?” ucap Soo Ji khawatir.
“Aku sudah memikirkannya..., tapi kurasa tidak bisa  berhenti dari pekerjaanku. Aku sudah banyak merenungkannya. Aku rasa  tak bisa menjual perusahaanku. Tapi jika aku tidak melakukannya..., maka aku tidak bisa melihatmu lagi... Dan .. hatiku... sangat sakit.”ungkap Sang Goo sambil menangis
Soo Ji hanya melonggo mengingat sebelumnya pernah berkata “Jika kau ingin sekali tidur denganku, jual  perusahaanmu dan berhenti dari pekerjaanmu. Maka aku akan berkencan denganmu.”
“Jadi karena aku menyuruhmu  menjual perusahaanmu... Apa Kau anggap itu serius?” ucap Soo Ji mengejek
“Cinta itu penting bagiku... Tapi......pekerjaanku juga penting... Ahh. Ini Memalukan sekali.... Walaupun begitu...memikirkan tidak akan melihatmu saja membuatku jadi seperti ini.” Ungkap Sang Goo sambil menangis.
Soo Ji tiba-tiba menatap serius, lalu bertanya apakah boleh menciumnya. Sang Goo dibuat kaget, seperti tak percaya. Soo Ji kembali mengulang pertanyaan. Sang Goo pikir tak boleh karena tidak bisa  merelakan pekerjaanya.
“Jadi.. Apa Tidak boleh?” ucap Soo Ji mengoda. Sang Goo mengeluh kalau bukan seperti itu. Soo Ji kembali bertanya apakah boleh melakukanya. Sang Goo menganguk. Soo Ji lebih dulu mendekat mencium  Sang Goo, lalu Sang Goo menutup matanya dan terlihat air mata yang mengalir.
“Kebanyakan kita salah paham  dengan orang lain. Kita tidak harus mengatakan "Aku paham bagaimana perasaanmu."”
Se Hee melihat dari kejauhan keduanya sedang berciuman dalam mobil. Bo Mi yang kebingungan mencari bos-nya akan menelp. Se Hee mengambil ponsel Bo Mi mengajak untuk mentraktir mereka makan kue. Bo Mi terlihat binggung. 

Saat masuk cafe, Ji Ho dan Se Hee sambil menyapa dengan senyuman, seperti sudah tak ada rasa canggung. Bok Nam pun melihat dari kejauhan karena tak ada  kesalah paham lagi. Ji Ho dan Se Hee terus sambil menatap senyum.
“Alasan aku masih tetap berharap adalah... karena aku tahu manusia punya batas. Jikalau kita tak berusaha..., sampai kapanpun, kita tak bisa saling memahami. Walau dunia seperti ini, ternyata cinta masih ada.”

Won Seok membaca pesan dalam grupnya,  kalau ia pindah ke Gyul Mal Ae dan karena menghentikan proyek mereka. Beberapa rekan kerjanya mengeluh kalau merasa menyedihkan karena membuang-buang waktu dua tahun karena Won Seok dan ingin lihat bagaimana hasilnya.
“Asalkan kau mencintai seseorang..., maka kita harus berusaha keras.”
Ho Rang keluar dari rumah mengatakan sudah siap, wajahnya terlihat bahagia karena akan segera menikah dengan Won Seok.
“Berusaha keras demi orang lain membuat hidup terasa memang suatu hal yang layak dicoba.” 

Ji Ho melihat bagian buku dibelakang [Kita harus bekerja keras  selama kita jatuh cinta.] Bok Nam pikir Buku itu pasti seru, karena Ji Ho yang  selalu membacanya. Ji Ho mengaku kalau itu seru lalu bertanya apakah Bok Nam masih marah padanya.
“Marah kenapa? Oh, maksudmu bagaimana  hidupku hampir hancur.. karena aku mencoba memukulmu?” sindir Bok Nam. Ji Ho mengatakan sungguh minta maaf.
“Aku membiarkannya karena suami palsumu itu memang keren. Tak kusangka aku bakal  terlena dengan ucapan dia. Majikan rumahmu itu orang baik, Nuna.” Ucap Bok Nam. Ji Ho binggung ucapan apa itu.
“Aku bertanya kapan dia datang  bayar kaca spion dan juga bertanya kenapa dia menikah denganmu.” Kata Bok Nam. Ji Ho ingin tahu apa yang dikatakan Se Hee. 


Ji Ho menunggu bus dan melihat Se Hee sudah duduk ditempat biasanya, lalu keduanya duduk bersebelahan dengan senyuman.Setelah itu jalan menuju apartement, Ji Ho bertanya Kenapa CEO Ma tidak datang hari ini. Se He e mengaku Sang Goo yang ada janji lain. Ji Ho membahas Won Seok akan kerja di perusahaan Se Hee.
“Ya, kurasa dia akan  masuk timku.” Ucap Se Hee dengan wajah datarnya.
“Ada banyak sekali bintang  malam ini. Wahh... Apa itu Bintang Big Dipper?” ucap Ji Ho terlihat bahagia menatap kearah langit dan Se Hee melihat Ji Ho yang berjalan didepanya terlihat bahagia. 


Se Hee melihat foto diruang tengah dan mendengar suara Ji Ho bersenandung lalu keluar dari kamar mandi. Ji Ho bertanya apa yang dilihatnya. Se Hee mengatakan kalau itu Foto pernikahan mereka. Ji Ho mendekat dan melihat kalau fotonya terlihat bagus, bahkan lupa kalau ada foto.
“Rekan kerjaku yang membuat ini sebagai hadiah pernikahan.” Cerita Se Hee.
“Tapi ini kelihatan sepi.” Pikir Ji Ho melihat foto dengan teman-temanya. Se Hee merasa Ji Ho seharusnya mengundang banyak orang.
“Sebenarnya, aku tidak punya banyak teman. Aku cuma punya 2 teman.” Kata Ji Ho.
Se Hee pikir Dua itu sudah banyak. Ji Ho heran Banyak darimananya. Se Hee merasa kalau Menurutnya punya satu teman sudah lebih dari cukup dalam hidupnya. Ji Ho pun bertanya tentang cinta. Se Hee mengatakan Menurutnya satu cinta juga sudah cukup dalam hidup ini. Ji Ho tersenyum mengaku kalau ia juga seperti itu. Dalam hidup ini satu cinta sudah lebih dari cukup.


“Soo Ji pernah berkata, lebih baik  bertemu pacar sebanyak mungkin seperti halnya bertemu  agen hunian rumah. Lalu Ho Rang pernah berkata, pria yang kau nikahi adalah cinta dan takdir hidupmu. Tapi menurutku..., sejak aku masih kecil,  menurutku satu cinta... dalam hidup, sudah lebih dari cukup.” Gumam Ji Ho sambil melihat foto dengan dua orang temanya saat menikah.
Se Hee sedang berkerja dikamarnya, lalu melihat mousenya yang tak bergerak. Akhirnya Ia membuka sebuah kotak untuk mengambil mouse lain dan terlihat ada buku berjudul [Koleksi Puisi: The Island]  dalam selipan buku terlihat surat [Formulir pendaftaran pernikahan,  24 Desember 2005, dengan Suami: Nam Se Hee dan Istri: Jung Min]

Ji Ho tersenyum mengirimkan pesan pada temanya kalaumenyukai seseorang. Soo Ji heran membacanya, Ho Rang ingin tahu siapa. Ji Ho menuliskan “Suamiku.”. Soo Ji mengeluh kalau Ji Ho itu pasti bercanda. Ho Rang pikir Ji Ho sedang pamer padanya.
“Kalau begitu aku juga akan bilang keras-keras kalau aku cinta Won Seok.” Balas Ho Rang. Soo Ji yang kesal menyuruh Ji Ho tidur saja. Ji Ho meraba foto suaminya terlihat sangat bahagia karena akhirnya menyukai Se Hee yang menjadi suami kontraknya.
“Satu-satunya cinta dalam hidupku...baru bermula.”
Bersambung ke episode 10

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.


FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar