PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Kamis, 09 November 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 10 Part 1

PS : All images credit and content copyright : TVN
Flash Back
Ji Ho duduk sendirian, tiba-tiba Ho Rang langsung duduk samping Ji Ho langsung mengenalkan namanya dan sudah pernah sekelas waktu SMP. Ji Ho sempat terdiam, lalu mengatakan kalau sudah mengetahuinya.
“Aku juga masuk sini karena ingin sekelas denganmu. Kau 'kan murid terbaik di sekolah kita. Aku hari ini duduk di sampingmu, jadi bantu aku masuk universitas di Seoul.” Ucap Ho Rang yakin. Ji Ho terlihat binggung tiba-tiba Ho Rang seperti sudah saling mengenal dekat.
“Tapi, kau... Kenapa bicaramu pakai logat Seoul?” ucap Ji Ho heran.
“Aku pindah kesini dari Seoul.  Apa Kau belum tahu?” kata Ho Rang. Ji Ho pikir Ho Rang sudah pindah semenjak Tk. Saat itu berapa murid datang memberitahu kala guru mereka akan datang. 

Pak Guru masuk kelas memperingatkan anak murinya untuk fokus kalau mereka sudah umur 18 tahun dan masih baru kelas 1. Lalu ia memberitahu hari ini ada murid pindahan dengan nama Woo Soo Ji yang baru pindah dari Jinju jadi meminta agar memperkenalkan diri.
Soo Ji hanya memberikan hormat dan terlihat sinis dengan teman-teman barunya. Guru binggung apakah Soo Ji hanya seperti itu saja. Soo Ji memangguk. Guru pun menyuruh Soo Ji agar Duduk di kursi yang kosong. Ho Rang melihat Soo Ji berpikir kalau pemain voli. 

Pak Guru mengingatkan Rapor mereka harus ditandatangani, lalu keluar kelas. Ho Rang pikir kalau Ji Ho memiliki nilai tinggi saja. Ji Ho hanya diam melihat lembaran rapornya. Ho Rang tak percaya melihat Ji Ho ada di peringkat 2 dari 147 anak, dan bertanya-tanya siapa yang ada diperingkat pertama.
Dibangku paling belakang, semua anak-anak mengerubungi Soo Ji adalah  murid terbaik dan meminta diajarinya belajar. Ji Ho dan Ho Rang hanya bisa menatap Soo Ji yang menerima peringat 1 di sekolah. 

Ho Rang pulang sekolah merasa heran dengan Soo Ji yang dapat nilai bagus  padahal gayanya  sepertinya atlet. Ji Ho pikir Sepertinya Soo Ji  juga dapat nilai paling tinggi juga di Jinju. Ho Rang bertanya apakah Ji Ho tahu alasan Soo Ji  pindah ke Namhae. Ji Ho mengatakan tak tahu.
“Ibunya ternyata mengelola  rumah pelacuran di Jinju..., dan seorang pria yang sudah menikah... Dia juga tidak punya ayah. Bahkan Kalaupun punya, dia mungkin tak tahu siapa ayahnya.” Ucap Ho Rang penuh semangat
“Hei.. Jangan cerita ke orang lain hal seperti ini, oke” ucap Ji Ho tak ingin temanya memberita
“Aku Tak akan melakukanya. Lagipula Kenapa aku harus cerita-cerita?” ucap Ho Rang. 


Ji Ho baru saja pulang tak sengaja melihat Soo Ji duduk sendirian. Soo Ji menatap ke arah langit dengan banyak bintang bertaburan, tapi setelah itu mengeluh karena tempat tinggalnya itu adalah desa yang membosankan.

Esok harinya, Soo Ji tiba-tiba menghampiri Ho Rang yang ingin carai gara-gara denganya. Ho Rang berani melawan kalau tak seperti itu. Ji Ho binggung ingin tahu alasan Soo Ji melakukan itu pada temanya.
“Katanya kau yang memulai rumor kalau ibuku mengelola rumah pelacuran.” Ucap Soo Ji marah
“Aku juga tahunya dari orang lain.” Ucap Ho Rang
“Kalau begitu, apa kau juga baru tahu kalau dia berselingkuh dengan pria yang sudah menikah juga? Siapa yang mulai gosip ini?” kata Soo Ji langsung menarik rambut Ho Rang.
Ho Rang menjerit kesakitan dan Soo Ji berusaha merelai, tapi tubuhnya malah terdorong. Soo Ji berusaha terus menarik Ho Rang dan keduanya pun saling menarik rambut. 

Akhirnya ketiganya kena hukuman dengan mengangkat tangan, rambut Ho Rang sudah tak karuan karena di tarik oleh Soo Ji. Seorang guru yang lewat, melihat keduanya bangga dengan dua murid terbaik di kelasnya, tapi melihat mereka hukum jadi sangat malu.
Si guru pun memberikan setilan di kepala Ho Rang, dengan memarahi Ji Ho yang harus ikut-ikutan. Guru berikutnya lewat merasa kalau itu salah Ho Rang dan langsung memberikan pukulan di dahinya, guru yang berikutnya pun melakuan hal yang sama. 

Ketiganya pulang bersama, Ho Rang langsung berteriak kesal karena hanya ia dirinya yang dipukul, menurutnya apakah anak bodoh  juga bukan manusia, karena mereka berdua juga harusnya dipukul dan mengejaknya keduanya sudah mirip pangsit yang sangat jelek!
“Ho Rang, jangan menangis.” Ucap Ji Ho mendekati Ho Rang yang berjongkok sambil menangis.
“Hei... Apa ini? Kau rupanya bisa pakai logat Namhae. Jika kau tak terima diperlakukan begini, maka rajin-rajinlah belajar.” Ucap Soo Ji dengan gaya sinisnya.
“Aku tak pandai belajar. Kalau aku bisa, maka aku juga pasti sudah jadi murid terbaik” teriak Ho Rang kesal. Soo Ji merasa tak peduli memilih untuk pergi saja.
“Jangan sombong kau! Aku benci kau!” teriak Ho Rang melihat Soo Ji pergi begitu saja. 

Ji Ho dan Ho Rang sedang duduk ditaman, Ho Ran datang mengetahui kalau temanya datang ke rumah dengan mengejek kalau itu Tindakan kekanak-kanakan, karena memberikan apel sebagai permintaan maafnya. Ho Rang hanya diam dengan wajah sinis.
“Permintaan maafmu sudah kuterima. Dan Jawaban soal yang kulingkari pakai spidol merah, tiga kali. Itu Pasti masuk di ujian. Selain itu Juga, jangan beraninya kau pakai logat Seoul di depanku. Aku tak suka dengarnya.” Ucap Soo Ji memberikan buku pada Ho Rang
Ho Rang terlihat kesal dengan sikap Soo Ji, tapi Ji Ho tersenyum bahagia.
“Demikianlah kami bertiga menjadi sahabat.” Gumam Ji Ho 

Ho Rang berlari ke tempat duduk Soo Ji memberitahu kalau nilainya dapat 70 di pelajaran Matematika. Ji Ho dan Soo Ji terlihat bahagia dan memuji Ho Rang sudah Hebat. Lalu ketiganya pun main dipantai dengan menuliskan nam mereka bertiga [Woo Soo Rang Ji Ho]

Setelah itu berusaha untuk menangkap ikan di danau, Ji Ho terlihat pandai menangkap ikan dibanding yang lainya. Di malam hari, mereka duduk di tepi pantai. Soo Ji mengakuk kalau ingin menjadi bos. Ji Ho yakin kalau Soo Ji pasti akan menjadi bos.
“Tapi kau sangat pintar. Kenapa kau mau berbisnis? Lebih baik Jadi dosen saja Atau konglomerat.” Ucap  Ho Rang heran.
“Kalaupun begitu, aku pasti akan bergantung pada gajiku. Hidup hanya sekali. Mana bisa kita  hidup di bawah perintah orang selamanya? Aku pasti akan menghasilkan uang sendiri.” Ucap Soo Ji yakin
“Benar juga. Kau 'kan mudah marah, mana bisa kerja disuruh-suruh sama orang. Tapi Kalau aku, ingin menikah  dengan pria sukses yang giat bekerja dan menjadi ibu rumah tangga.” Kata Ho Rang
“Kau bilang Pria sukses yang giat bekerja? Kenapa? Apa Kau tidak mau menikah langsung saja dengan keluarga kaya?” tanya Ji Ho
“Tidak... Jika dia dapat uang dari orang tuanya,  berarti aku harus tinggal sama mertuaku. Jika pria itu sukses dari nol, maka semuanya milik kami berdua saja.” Kata Ho Rang bahagia.
“Berarti salah satu dari kita akan  menikahi seorang profesional? Mungkin dokter atau pengacara?” pikir Soo Ji
“Belakangan ini, orang teknik yang terbaik. Pebisnis lulusan sarjana teknik. Itulah pria idealku.” Ungkap Ho Rang  dan bertanya dengan mimpi Ji  Ho.
“Kau pikir Apa lagi? Dia ini mau jadi penulis.  Benar, 'kan?” ucap Soo Ji  yakin
“Bukan... Yah.. Memang benar aku ingin menjadi  penulis karena aku suka menulis..., tapi itu bukan impianku. Impianku... cinta.” Ucap Ji Ho dengan senyuman. Kedua temanya heran merasa kalau cinta itu bukan impian.
“Tetangga sebelahmu Min Gook menyukaimu. Kau bisa Pacari saja dia.” Ucap Soo Ji. Ho Rang pikir pria itu jelek dan lebih baik berkencan dengan Seung Hoon saja.
“Bukan itu maksudku... Aku ingin punya cinta dalam hidupku. Aku ingin bertemu seseorang, seperti takdir. Itulah impianku.” Jelas Ji Ho. 


Ji Ho tersenyum mengirimkan pesan pada temanya kalaumenyukai seseorang. Soo Ji heran membacanya, Ho Rang ingin tahu siapa. Ji Ho menuliskan “Suamiku.”. Soo Ji mengeluh kalau Ji Ho itu pasti bercanda. Ho Rang pikir Ji Ho sedang pamer padanya.
“Kalau begitu aku juga akan bilang keras-keras kalau aku cinta Won Seok.” Balas Ho Rang. Soo Ji yang kesal menyuruh Ji Ho tidur saja. Ji Ho meraba foto suaminya terlihat sangat bahagia karena akhirnya menyukai Se Hee yang menjadi suami kontraknya. 

Ji Ho mengosok giginya dengan wajah tersenyum bahagia, sambil bergumam mengingat saat Se Hee mengatakan sesuatu padanya.
“Sebenarnya, aku masih belum tahu apa itu pernikahan. Namun, menyukai seseorang... Dalam hidup, satu cinta... sudah lebih dari cukup. Dan Ucapan dia terus terngiang di hatiku.”
Ketika keluar dari kamar mandi Ji Ho melihat Se Hee sedang membereskan kotoran kucing dengan rambut berantakan, karena baru bangun.
“Bagian belakang kepalanya pun kelihatan keren.” Gumam Se Hee sambil tersenyum 

Se Hee akhirnya melihat Ji Ho menyapanya lebih dulu, Ji Ho bertanya apakah Kucingmu sudah baikan. Se Hee menganguk karena dari pihak rumah sakit mengatakan kalau sakitnya cuma sementara. Ji Ho terus menatap Se Hee tanpa berkedip karena rasa bahagianya.
“Kenapa? Apa ada yang aneh di wajahku?” tanya Se Hee. Ji Ho menjawab dari hati “Ya”
“Kau tampan.” Jawab Ji Ho dalam hati lalu berpura-pura melihat sesuatu di jendela depan dan berpikir ada yang harus bersihkan.
“ Aku bisa melihat orang yang  kusuka setiap hari. Pernikahan rupanya...enak juga.” Gumam Ji Ho akhirnya kembali berjalan disamping Se Hee.
Saat itu terdengar suara seseorang masuk, Ibu Se Hee tiba-tiba datang melihat keduanya ada dirumah. Keduanya melonggo kaget karena ada tamu yang tak diundang masuk rumah. 


[Episode 10: Karena Ini Saat Pertamaku  Punya Mertua]
Ibu Se Hee membawakan lauk dari acar deodeok, makarel rebus karena Se Hee suka masakan ikan rebus. Se Hee mengeluh ibunya yang datang tak memberitahu lebih dulu. Ibunya pikir untuk apa mengabari datang ke rumah anaknya.
“Ini 'kan akhir pekan, jadi  Ibu pikir kalian di rumah. Ayo kita taruh ini  di kulkas.” Ucap Ibu Se Hee. Se Hee ingin menaruh tapi Ji Ho  pikir lebih baik ia yang melakukanya.
“Kau itu tidak tahu apa-apa  kerja di dapur. Jadi Kamilah yang harus mengurus pekerjaan rumah. Benarkan , Ji Ho?” ucap Ibu Se Hee. Ji Ho menganguk dan memasukan kotak makan di kulkas, Se Hee menatap Ji Ho seperti tak enak hati. 

Ji Ho dan Se Hee duduk di sofa dengan jarak yang jauh, Ibu Se Hee langsung datang dan duduk ditengah-tengah mereka, lalu berceritak kalau Wakil Kepala Sekolah Hwang mengirimikan sekardus apel, bahkan juga sudah membungkusnya untuk ayah Ji Ho jadi pasti enak.
“Apa Kau suka apel?” tanya Ibu Se Hee. Ji Ho mengaku suka karena bukan orangnya pilih-pilih makanan. Ibu Se Hee memberikan kode agar JI Ho bisa mengupasnya, tapi Se Hee pikir lebih baik ia yang melakukanya.
“Katanya kau bekerja di kafe.” Ucap Ibu Se Hee. Ji Ho membenarkan karena  harus bekerja.
“Kau khawatir kalau membebani suamimu, kan? Ternyata kau Manis sekali,  Dimana anakku ini bisa ketemu kau?” puji Ibu Se Hee pada Ji Ho.
“Kau tidak lupa tentang upacara  peringatan besok, 'kan? Kalau kau pulang kerja cepat...” ucap Ibu Se Hee dan langsung dijawab anaknya besok pulang telat.
“Lagipula 'kan aku tidak pernah  ikut upacara pemakaman keluarga. Kenapa tiba-tiba...” ucap Se Hee dan kali ini ibunya yang menyela ucapanya.
Ibu Se Hee tah anaknya sibuk, tapi hanya menyuruh kalau ada waktu, lalu melihat anaknya yang memotong kulit apel dengan tebal, akhirnya mengambil apel agar mengupas sendiri. Tapi matanya memberikan kode agar Ji Ho yang menyelesaikan untuk mengupas kulit apel.
Saat pesan dari grup masuk “Ji Ho, kami sudah sampai. Kapan kau datang?” dan Ji Ho membacanya sambil mengupas apel. Se Hee tahu kalau tadi Ji Ho bilang akan bertemu dengan temanya.  Ji Ho sedikit gugup tapi membenarkan. Se Hee menyuruh Ji Ho pergi saja karena nanti bisa telat. Akhirnya Ibu Se Hee pun terpaksa untuk mengupas apel sendiri. 

Ji Ho datang dengan meminta maaf pada temanya,  yang sudah lama menunggu. Ho Rang dengan bangga sengaja memamerkan cincin di jari tanganya kalau mereka belum lama menunggu. Ji Ho memberitahu kalau Ibu mertuanya tiba-tiba datang. Ho Rang pikir tak masalah.
“Astaga, kenapa aku tiba-tiba pusing?” ungkap Ho Rang berpura-pura menopang kepala dengan tanganya. Ji Ho masih tak sadar berpikir temanya pura-pura sakit.
“Hei... Cincin apa ini? Apa Won Seok kasih ini padamu? Apa Kau mau menikah?” ucap Ji Ho baru tersadar. Ho Rang langsung berteriak bahagia kalau ia akhirnya akan menikah. Soo Ji yang duduk di depanya terlihat malu karena keduanya sama-sama menjerit. 

Ibu Se Hee berjalan pulang bertanya apakah anaknya Ktak mau datang ke rumah. Se Hee menjawab Lihat saja nanti. Ibu Se Hee mengatakan aklau ayah Se Hee mau bayar angsuran rumah anaknya. Se Hee langsung menolak,
“Sampai kapan kau  seperti ini sama ayahmu? Kau itu sudah menikah sekarang, jadi sekaranglah saatnya  lupakan dan melanjutkan hidup.” Ucap Ibu Se Hee.
“Kau Lupakan dan melanjutkan hidup? Apa maksudnya? Lupakan apa? Lagipula pernikahanku tidak ada  hubungannya sama Ayah.” Ucap Se Hee.
“Se Hee... Ayahmu juga sangat menyesal. Dia itu sudah tua.” Kata Ibu Se Hee mencoba agar bisa mendamaikan keduanya.
“Ibu.. Pulanglah. Aku ada urusan... Dan...jangan datang tanpa mengabari dulu. Itu namanya tidak sopan terhadap orang yang tinggal bersamaku, Lalu Pulanglah naik taksi.” Ucap Se Hee memberikan uang pada ibunya lalu pergi.
“Tadi dia bilang “Orang yang tinggal denganya? Padahal dia istrinya, kenapa dia  memanggilnya seolah istrinya itu penyewa?” ucap Ibu Se Hee heran. 


Ho Rang dengan bahagia menceritakan saat menyuruh Won Seok untuk melihat baik-baik tangannya lalu akhirnya melihat cincin ada di jari manisnya. So Ji merasa tak menyangka kalau Won Seok akan melamar temanya  dengan cara seperti itu menurutnya Usahanya selama ini,  akhirnya terbayar juga.
“Ya, maka dari itu. Won Seok dulu biasanya beli senter, saat kau bilang takut berjalan  sendirian malam-malam.” Ucap Ji Ho mengejek
“Aku 'kan sudah bilang kalau aku akan mengubahnya menjadi seperti Mark Jukebox Karena dia bergabung dengan perusahaan  suamimu, jadi dia harus sukses sekarang.” Kata Ho Rang bangga. Soo Ji ingin membenarkan nama pendiri facebook, tapi Ji Ho memberi kode kalau itu tak perlu.
“Tapi kau, kenapa ibu mertuamu  tiba-tiba datang?” tanya Soo Ji. Ji Ho mengatakan kalau ibu Se Hee datang untuk membawakan lauk.
“Apa dia Ke rumah pengantin baru  pada hari akhir pekan?!! Jangan bilang dia tahu  kata sandi rumahmu dan memasuki rumahmu  tiba-tiba.” Ucap Soo Ji kaget. Ji Ho seperti merasa heran karena menurutnya tak ada yang salah. Ho Rang pikir itu Tidak mungkin.
“Berarti hidup bersama mertuamu sudah bermula” ungkap Soo Ji.
“Dia cuma datang saja, jadi tak perlulah dipusingkan.” Kata Ji Ho santai

“Ya, mungkin itu wajar-wajar saja. Itu 'kan rumah anaknya,  jadi dia punya hak masuk rumah anaknya.” Kata Ho Rang
“Hei, tapi mana bisa dia masuk rumah anaknya seenaknya? Kau jadi mandiri bersama keluargamu sendiri saat bertumbuh dewasa. Yang punya hak seperti itu harusnya istri si suamilah yang bisa masuk rumah seenaknya.” Kata Soo Ji
“Benar... Tapi itu hanya berlaku buat yang tinggal di negara barat. Ini bukan Amerika, tapi Korea. Dia pasti berpendapat Ji Ho tak  punya hak akan rumah itu karena anaknya yang  bayar rumah itu dan juga Ji Ho 'kan tidak bayar sewa  juga di rumah itu.” Ucap Ho Rang. Ji Ho tiba-tiba terbatuk.
“Benar juga. Mertuamu pasti tak bisa apa-apa..., kalau misalnya istri dari anaknya bayar sewa juga.” Kata Soo Ji mengejek. Ji Ho pun berusaha untuk menyangkalnya merasa kalau itu Tak masuk akal.
Ji Ho pikir mertuanya juga tidak terlalu  Mengintimidasi, bahkan bersikap baik jadi akan bersikap baik padanya, karena ingin mengambil hatinya.  Ho Rang pikir Ji Ho sudah kena sindrom ingin jadi menantu yang baik. Ji Ho terlihat binggung. 


Se Hee menatap didepan cermin berpikir karena ada luka di dahinya jadi Ji Ho yang terus menatap wajahnya, lalu seorang wanita menghampiri bertanya apakah Se Hee akan memotong rambutnya.  seperti biasa. Se Hee membenarkan.
“Tapi, apa ada yang aneh denganku?” tanya Se Hee.  Si pegawai menrasa kaalu Se Hee kelihatan sama saja. Se Hee pun memperlihatkan kartu diskon yang masih berlaku agar bisa memotong rambut. 

Ji Ho melihat dari internet “Sindrom menantu yang baik?” lalu mengingat kembali pembicaraan dengan teman-temanya.
Flash Back
“Biasanya pengantin baru wanita begitu. Mereka menahan diri karena mereka merasa harus menjadi  menantu yang baik dan penurut.” Jelas Soo Ji
“Tapi aku paham perasaan mereka. Aku juga mau dicintai  suami dan mertuaku.” Kata Ho Rang yang memang ingin menikah. Soo Ji mengatakan kalau itu sudah biasa dialami istri baru.

Ji Ho pun bertanya-tanya pada dirinya apakah  mengalami sindrom menantu yang baik dan ingin tahu alasan dirinya yang tidak bisa menolak  permintaan mertuanya.
“Ahh.. Ini tidak mungkin... Kenapa mereka tidak bisa menolak?” ucap Ji  Ho lalu terdiam melihat sosok pria yang dicintainya dengan potongan rambut yang berbeda.
“Hanya saja aku tak bisa  menolak pria itu.” Gumam Ji Ho lalu berkomentar Rambut Se Hee yang beda.
“Ya.. Aku menata rambutku karena aku merasa sedikit terganggu. Ini Aneh, kan?”kat Se Hee. Ji Ho langsung menjawab kalau menyukainya wajahnya langsung panik.
“Maksudku, gaya rambutmu... Aku suka gaya rambut barumu.” Jelas Ji Ho. Se Hee pun bisa mengerti dengan wajah datarnya. 

Keduanya naik lift, Ji Ho bertanya apakah Ibu Se Hee sudah pulang. Se Hee mengatakan sudah dan meminta maaf  tentang yang tadi pagi, karena sudah memperingatkan ibunya jangan datang seperti ini, tapi... Ji Ho langsung menyela kalau itu masalah
“Tidak, dia 'kan cuma  datang ke rumah anaknya sebagai ibunya.” Ucap Ji Ho santai
“Tetap saja, tidak bisa begitu caranya. Kurasa kita harus mengganti  kata sandi rumah kita.” Ucap Se Hee mengeluarkan ponselnya. Ji Ho pikir Tak perlu seperti itu.
“Jika itu karena kau khawatir denganku. Aku sungguh tak masalah “ ungkap Ji Ho. Se Hee mengaku dirinya yang keberatan lalu mengeluarkan ponsel untuk mengubah nomor sandinya. Ji Ho hanya menatapnya mengingat kejadian dengan Bok Nam. 

Flash Back
Bak Nam mengatakan kalau sudah memaafkan keduanya karena suami palsu Ji Ho yang memang keren, bahkan tak menyangka bisa luluh dengan ucapannya dengan memuji Majikan rumah Ji Ho itu memang orang baik, Ji Ho ingin tahu apa yang dikatakan oleh Se Hee.
“Aku bertanya kapan dia mau  bayar kaca spion dan juga tanya  kenapa dia menikah denganmu.” Ucap Bok Nam. Ji Ho penasaran apa lagi yang dikatakn Se Hee.
“Kau pikir apa lagi? Dia bilang menikahimu karena sewa rumah Dan dia bilang dia menghormatimu... Dia menghormatimu sebagai "bek"” Kata BOk Nam. Ji Ho binggung apa maksud Se Hee yang menghormatinya sebagai "back"

Ji Ho duduk sambil menonton sepak bola, Se Hee keluar kamar mengambil minum bertanya-tanya apa artinya Se Hee yang menghormati sebagai “Back”. Se Hee melihat Ji Ho menonton bertanya apakah itu siaran ulang. Ji Ho mengangguk.
“Arsenal beruntung punya back  yang hebat seperti Koscielny.” Ucap Ji Ho. Se Hee pikir kalau dia yang hebat.
“Oh, ya aku mau ke supermarket karena ini sudah akhir pekan.” Kata Se He. Ji Ho ingin ikut karena harus belanja harian.


Keduanya mendorong trolly sendiri dengan belanjaan masing-masing. Ji Ho penasaran akhirnya bertanya, kalau Bok Nam mengatakan Se Hee yang menghormatinya sebagai “back.” Se Hee menceritakan Bok Nam yang bertanya alasan menikah dengan Ji Ho. Ji Ho ingin tahu apa maksud yang dikatakan Se Hee.
“Yah, maksudnya seperti yang persis kukatakan. Kau satu-satunya penyewa yang  kuhormati dalam hidupku. Kau tidak pernah lupa  menyortir barang tak dipakai. Aku bahkan tidak perlu lagi kasih makan kucing. Dan yang terpenting..., kau tahu bagaimana cara  mempertahankan diri dengan baik.” Ucap Se Hee. Ji Ho  binggung apa maksudnya itu. 


Flash Back
Saat bertemu dengan orang tua Ji Ho, Se Hee terlihat tak bisa membuat ayah Ji Ho tenang. Akhirnya Ji Ho langsung menendang kaki Se Hee agar bisa berlutut didepan ayahnya. Setelah itu saat datang ke rumah Se Hee tanpa ada rasa ragu memanggil Se Hee dengan panggilan “Oppa...” mengaku kalau mencintai Se Hee.

“Ahh.. Jadi itu maksudnya back.” Kata Ji Ho mengerti. Se Hee pikir  Pernikahan bukan hanya  suatu persoalan.
“Lebih tepatnya keingintahuan orang lain di sekitar kita daripada apa yang penting bagi kita. Contohnya tadi pagi... Kau juga tahu cara menangani situasi tadi. Semua jadi lancar karena kau yang  memperkenalkan ibuku ke keluarga kalian. Jadi aku harus berterima kasih banyak  akan hal itu.” Ucap Se Hee lalu pamit karena harus beli makanan kucing. Ji Ho pikir juga mau cari beras. Mereka pun berpisah. 


Ji Ho terdiam mengingat pembicaraan di saat dengan Ho Rang.
Flash Back
Ho Ran bertanya apakah tahu nama panggilan suaminya di kantor. Ji Ho mengaku tak tahu. Ho Rang mengatakan kalau Se Hee itu adalh Cicilan rumah di kirinya dan Kucing di kanannya, maksudnya adalaha Otak kirinya itu selalu soal cicilan, dan otak kanannya selalu soal kucingnya. Ji Ho tak percaya mendengarnya lalu tertawa.
“Apa Menurutmu itu lucu? Lalu kau di sebelah mananya?” ucap Ho Rang. Ji Ho terdiam.
“Maksudku, jika dia hanya memikirkan  cicilan dan kucingnya..., Lalu kau bagaimana? Kapan dia memikirkanmu?” kata Ho Rang. Ji Ho hanya menjawab kalau tak tahu. 

Ji Ho menatap Se Hee sedang membayar belanjaan dikasir, sambil bergumam apa yang Dalam pikiran Se Hee sekarang.
“Aku sadar seharusnya tidak  berpikir seperti ini. Aku sadar tak pernah  dipikirkan oleh pria itu.” Gumam Ji Ho dan Se Hee masuk sibuk dikasir dengan barang belanjaan.
“Aku hanyalah seseorang yang menjamin  dia mendapat biaya sewa tetap. Aku hanyalah penyewa. Aku hanyalah orang yang tetap menjaga keyakinannya tentang kehidupan pernikahan. Aku hanyalah back hebat baginya.” Gumam Ji Ho sedih. 

Keduanya pulang bersama sambil makan es krim, Ji Ho masih bergumam “Apa kira-kira yang ada di pikiran  pria ini?”.. Lalu mulai bertanya pada Se Hee apakah memiliki impian. Se Hee terlihat binggung.
“Jadi, apa kau punya tujuan hidup yang ingin dicapai?” tanya Ji Ho. Se Hee seperti memikirkan Tujuannya.
“Aku cuma ingin hidupku...tidak terjadi apapun.” Kata Se Hee. Ji Ho terlihat kaget kalau Se Hee hanya ingin Tidak terjadi apapun.
“Aku hanya ingin keseharianku sama seperti hari ini. Aku ingin pergi bekerja dan  membayar cicilanku. Aku ingin pulang ke rumah lalu menonton bola sambil minum bir.” Jelas Se Hee. Ji Ho tak percaya kalau itu adalah impianya.
“Lagi pula, aku ingin mati  di rumahku sendiri. Impianku... ya seperti itu.” Kata Se Hee lalu berjalan lebih dulu.
“Apa ada cara memasuki ruang hati pria itu?” gumam Ji Ho melihat Se Hee yang berjalan didepanya. 


Ho Rang merapihkan pakaian Won Seok layaknya seorang istri. Won Seok mengeluh karena harus mengunakan dasi, karena bisa pakai pakaian kasual dan tidak perlu pakai jas. Ho Rang pikir karena ini hari pertama masuk kerja jadi tidak berlebihan.
“Kesan pertama itu sangat penting.” Ucap Ho Rang akhirnya menyelesaikan tgasnya.
“Tapi, Sang Hoon tidak berteman denganku lagi di Facebook. Apa Kau belum menjelaskan pada orang-orang "Get Up"?” ucap Ho Rang. Won Seok pikir tak perlu khawatir.
“Mereka senang aku dapat pekerjaan ini.” Kata Won Seok menyakinkan. Ji Ho memuji Ho Rang yang sudah seperti  Mark Jukebox sekarang.
“Ho Rang... Apa Kau bahagia sekarang?” tanya Won Seok. Ho Rang mengaku sangat bahagai dengan cincin yang ada ditanganya.
Won Seok dengan senyuman mengaku kalau Ho Rang bahagia, maka ia juga lalu pamit pergi dengan meminta kecupan. Ho Rang pun memberikanya lalu mengucapkan kalimat seperti seorang istri pada suaminya yang berkerja untuk mencari nafkah.
Bersambung ke part 2

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar