PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Minggu, 19 November 2017

Sinopsis The Package Episode 11 Part 2

PS : All images credit and content copyright : JBTC
So So bahagia melihat foto Ma Roo yang ada di ponselnya, tiba-tiba Ma Roo datang yang membuat So So kaget dan panik. Ma Roo heran melihat So So terlihat sangat kaget, So So balik bertanya kenapa Ma Roo ada diluar. Ma Roo beralasan kalau So So akan bosan sendirian.
“Bagaimana dengan museumnya?” tanya So So menyembunyikan ponsel ditangannya.
“Aku melihat Mona Lisa lalu segera keluar.” Kata Ma Roo seperti tak tertarik .
“Kau tidak boleh berkeliling museum dengan setengah hati.” Keluh So Si Ma Roo mengoda kalau takut  So So akan bosan.
“Apa kau akan menghiburku?” ucap So So. Ma Roo menganguk dan meminta So So memberikan ponselnya karena akan memotretnya.
Sementara di dalam Museum, semua hanya bisa melonggo karena banyak orang yang di depan lukisan. Tuan Oh mengeluh sambil bertanya-tanya apa ini satu-satunya Mona Lisa yang ada, bahkan semua orang berkerumun untuk melihat.

Kyung Jae dan yan lainya berusaha mengambil gambar dari bagian belakang mengunakan ponsel, sementara yang lainya mencoba melompat untuk melihat lukisan yang di penuhi oleh pengunjung. 

Ma Roo mengambil foto So So dengan gaya seperti bersandar di dinding besar.  So So melihat hasil foto hanya bisa mengeluh. Ma Roo dengan bangga kalau itu bagus untuk foto pertamanya. So So menyuruh Ma Roo untuk kembali mengambil fotonya. Ma Roo mengeluh karena So So ternyata pemilih.
So So mulai bergaya dan Ma Roo pun memberikan arahan yang benar, tapi karena terlalu mundur membuat So So terjatuh. Ma Roo malah memuji So So yang sangat imut lalu mengajak selfie dan memberikan ciuman di pipi pacarnya.
“Kau tidak bisa memotret seperti itu. Cepat Hapus itu!” keluh So So kaget.
“Ini kan teleponmu. Jadi Jangan menghapusnya, oke? Dan Sudah waktunya untuk berkumpul” kata Ma Roo bergegas pergi. So So pun melihat jam tanganya kalau mereka sudah terlambat.
Di kantor, Nona Oh akan pulang dan sempat berjalan ke depan meja Ma Roo, sudah kosong hanya tertinggal pohon kaktus yang dibiarkan diatas meja. Seperti masih merasa sedih tapi demi perkerjaan harus melakukanya. 



“Notre-Dame de Paris hancur saat Revolusi Perancis abad ke-18. Itu dibiarkan sendiri sampai awal abad ke-19.Tapi terlihat sangat mengerikan, sehingga kota ini meruntuhkannya. Saat itulah seorang penulis yang ingin melindungi tradisi katedral... dia mulai menulis. Hasilnya adalah...” ucap So So
“Dia menulis "Notre-Dame de Paris," yang dikenal sebagai "The Bongkok Notre-Dame." Novel Victor Hugo membawa banyak perhatian ke katedral. Dan warga dikumpulkan bersama untuk melindungi katedral. Pada akhirnya, katedral tersebut dibangun kembali, dan kita ada di sini untuk pemberhentian terakhir kita. Sekarang, kita akan pergi ke pusat kota Paris.” Jelas So So
So So mengajak mereka untuk berdiri melingkar dan saling berpegangan tangan,  mereka merasa canggung tapi karena sudah bersama-sama akhirnya saling pergengan tangan. So So memberitahu mereka sekarang berada Titik nol dan juga disebut Point Zero dalam bahasa Perancis, yaitu pusat kota Paris.

“Orang-orang bilang, jika kau menginjak Point Zero, kau akan kembali ke Paris. Semuanya, terima kasih sudah datang ke Paris. Dan aku bersyukur bahwa aku adalah pemandu kalian, dari sekian banyak pemandu lainnya. Dan aku harap kalian menghargai dan menyukai waktu yang kalian habiskan di Paris. Kuharap kita bisa bertemu lagi.” Ucap So So
Semua pun menjawab ya dan menaruh kaki diatas titik Nol, tapi hanya Nyonya Han yang tak menaruh kakinya. Tuan Oh heran istrinya yang tak mau melakukanya. Nyonya Han hanya bergumam  kalau tidak bisa kembali lagi. Tuan Oh menyuruh Nyonya Han agar segera menaruh kakinya.
“Berhentilah berpikir bahwa kau akan mati.” Gumam Tuan Oh. 


Flash Back
Tuan Oh turun dari mobil menemukan baju pakaian istrinya yang dibuang, Ia langsung mengambil baju-baju tebal istrinya ke dalam rumah.
“Apa kau tahu betapa gilanya aku? Aku berdoa agar kau bisa hidup lama. Tapi kau sudah bersiap untuk mati sebelum musim dingin. Kau tidak akan mati. Tidak semua orang meninggal karena kanker.”
Nyonya Han menatap sedih karena penyakitnya tak mungkin bisa kembali lagi. Tuan Oh akhirnya berjongkok menaruh pelahan kaki Nyonya Han agar menginjak titik Nol.  Semua pun terlihat bahagia karena berharap bisa kembali ke Paris dengan foto saling berpasangan. 

Ma Roo menemui So So di lobby hotel menagih janjinya kalau  akan menjawabnya hari ini Tentang lamarannya kemarin dan menunggu sepanjang hari. So So bertanya apakah Ma Roo merasa lelah. Ma Roo mengelengkan kepala.
“Apa kau punya SIM internasional?” tanya So So. Ma Roo mengaku punya satu untuk berjaga-jaga.
“Ada suatu tempat yang ingin aku datangi, tapi aku terlalu lelah untuk menyetir.” Ucap So So
“Kau tidak akan naik bus, kan?” pikir Ma Roo. So So dengan bangga memperlihatkan kunci kalau  sudah meminjam mobil.

Direktur masuk kembali ke dalam kantor sambil mengeluh karena tak menemukan kunci mobilnya. Salah satu pegawai memberitahu kalau So So meminta jadi mengirimkan kepadanya.
“Kenapa kau mengirim mobilku ke So So?” ucap Direktur. Salah satu pegawai dari Prancis menjawab dengan bahasanya. Direktur menyuruh mengunakan bahasa Korea.
“Dia bilang Bos sudah mengizinkannya.” Ucap Si pria singkat.
“Keduanya sungguh membuatku gila. Noonanya mengancam dan si adiknya berbohong. Lalu Apa kode area nya?” kata Direktur. Si Pria korea menjawab 02. Tuan Oh terlihat kesal heran karena itu nomor kode negara Seoul.

So So berbicara di telp dengan Bosnya mengucapkan terimakasih dan berjanji anak terus menjaganya. Tapi Direktur berteriak marah memanggil So So tapi So So langsung menutup telpnya. So So memberitahu Ma Roo kalau Bosnya itu hanya menyuruh untuk menjaga mobilnya.
“Apa ada tempat yang ingin kau datangi?” tanya Ma Roo
“Tempat dimana kita pertama kali bertemu.” Kata So So. Ma Roo pikir itu Bandara. So So hanya mengubar senyuman. 

Ponsel Yeon Sung terus bergetar, Na Hyun melihat ponsel ayahnya hanya biarkan  begitu saja. Yeon Sung keluar dari kamar mandi dan akan memakai kaos kakinya. Telp Yeon Sung terus saja bergetar, Na Hyun akhirnya memberikan ponsel pada ayahnya untuk mengangkatnya.
“Jangan melakukan hal yang tak berguna.” Ucap Yeon Sung sinis dan keluar dari kamar. Na Hyun hanya bisa melonggo diam karena ayahnya masih marah. 

So So dan Ma Roo sudah berada di dalam mobil di malam hari. Keduanya hanya terdiam, Ma Roo melihat So So yang gugup memegang tanganya, So So pun mengengam tangan Ma Roo yang mengemudikan mobil di tempat mereka pertama kali bertemu. 

Kyung Jae mempersiapkan kejutan di dalam kamar, lalu mengetuk pintu kamar mandi bertanya apakah So Ran sudah selesai, So Ran mengatakan sudah selesai dan akan segera keluar. Kyung Jae meminta So Ran agar segera keluar saja. So Ran keluar binggung, karena Kyung Jae mematikan lampu kamar.
“Terima kasih sudah berkencan denganku. Ini adalah layanan kamar anniversary ke-7.” Ucap Kyung Jae memberikan sebuket bunga dan juga kue serta wine diatas meja.
“Aku merasa seperti di Perancis. Terima kasih.” Ungkap So Ran dengan mata berkaca-kaca. 

“Aku bersyukur kepadamu selama 7 tahun terakhir ini Dan aku akan terus bersyukur.” Ungkap Kyung Jae duduk bersama pacarnya. So So juga merasakan hal yang sama.
“Ayo keluar dan letakkan ini saat kita selesai. Apakah itu namanya Pont Neuf? Rupanya, semua orang menempatkan gembok di sepanjang jembatan.” Ucap Kyung Jae memperlihatkan foto dari internet.
“Aku tidak yakin” kata So So melihat gembok berwarna merah. Kyung Jae memang tahu di mana tempat dan alamatnya.
“Tidak.. Maksudku.. Apa cinta adalah sesuatu yang harus dikurung? Aku tidak yakin apa itu benar untuk mengunci cinta seperti itu.” Jelas So Ran.
“Tentu kita harus menguncinya. Ayo kita meniup lilin.” Kata Kyung Jae tapi saat itu telpnya berdering sebelum meniup lilin.
Kyung Jae langsung berteriak bahagia kalau dirinya sudah berhasil, dan yang menelp adalah investornya. Ia dengan bahagia mengangkat telp dari seniornya kalau sedang menunggu teleponya, tapi saat itu wajahnya langsung berubah kaget dan bergegas masuk ke kamar mandi. So Ran hanya bisa menatapnya. 

“Hyung, Kau bilang aku melewati semua putaran.” Ucap Kyung Jae tak percaya
“Aku yakin saat ini, tapi CEO kami menolaknya pada saat-saat terakhir.
 kata si Seniornya.
“Tunggu, Hyung-nim, masalahnya... Aku baru saja akan melamar. Untuk menceritakan semuanya berhasil, dan kami bisa menikah sekarang...” kata Kyung Jae.
Seniornya itu seperti tak peduli, berkata kalau sangat yakin orang lain akan memberitahu saat kembali. Ia pun mengingatkan dengan  30 juta won yang dipinjamkan. Kyung Jae pikir seniornya itu menginvestasikan uangnya. Seniornya mengatakan Kyung Jae ada kesalahpahaman kalau ia meminjamkannya kepada Kyung Jae   dalam bentuk investasi.

“Bagaimanapun, aku ingin  kau membayarnya kembali. Aku sedang membutuhkannya.” Kata Senior langsung menutup telp. Kyung Jae terlihat frustasi ternyata semua yang diimpikan itu gagal. 


Kyung Jae duduk di dalam kamar mandi, So Ran hanya terdiam melihat lilin yang akhirnya mati sendiri lalu berdiri didepan pintu menanyakan kedaaan Kyung Jae. Kyung Jae meminta maaf dan meminta So Ran agar bisa menunggu dan bertanya apakah So Ran bisa makan tanpanya.
“Aku baik-baik saja, kau bisa keluar.” Ucap So Ran. Kyung Jae langsung menahan gagang pintu agar tak terbuka.
“Tunggu. Aku perlu menelepon lagi.” Kata Kyung Jae menahan tangisnya.
“Apa kau ingin aku pergi? Apa kau butuh waktu sendiri? Aku akan pergi jalan-jalan.” Kata So Ran lalu keluar dari kamar. Kyung Jae akhirnya hanya bisa menangis sendirian tanpa So Ran mendengarnya.
So Ran duduk di tepi sungai, Kyung Jae keluar dari kamar mandi melihat kue yang belum sempat mereka tiup. So Ran  mulai berjalan.  Sebuah pesan masuk “Ini adalah hari terakhirmu. Ingatlah untuk mengendarai kapal pesiar. Kau tahu pelayaran sungai Seine adalah yang terbaik bila kau sendiri, bukan? Kudengar ada yang bisa menjadi pemimpin dalam sebuah film di kapal itu.” Kepala timnya terlihat semangat mengirimkan pesan pada So Ran. 


Ma Roo sudah berhenti menyetir melihat So So tertidur dengan tangan yang terus di gengam, lalu akhirnya So So terbangun dan melihat kalau mereka sudah sampai. Ma Roo seperti tak yakin kalau disini mereka pertama kali bertemu. So So melihat sebuah gereja seperti ada dibukit. 

Nyonya Han mengeluh sangat lelah,  Tuan Oh pikir istrinay bukan pengemudi perahu jadi hanya duduk saja. Nyonya Han mengaku tidak dalam  suasana hati yang baik dan mau istirahat. Tuan Oh tak peduli menyuruh Nyonya Han segera masuk ke dalam kapal persiar saja. Nyonya Han pun mengalah untuk mengikuti suaminya.
“Orang harus lebih lembut seiring bertambahnya usia. Kau terus menjadi keras kepala.” Keluh Tuan Oh diatas kapal persiar
“Apa Kau senang?” tanya Nyonya Han. Tuan Oh mengaku sudah pasti bahagia.
“Jika kita ke Perancis,  maka harus naik ini.” Kata Tuan Oh sinis.
“Maksudku, apa kau bahagia karena kau selalu menang?” keluh Nyonya Han.
“Aku tidak menang. Tapi Kaulah yang menang  sambil berpura-pura kalah.” Ucap Tuan Oh.
“Aku harap kau berhenti mencoba untuk menang” keluh Nyonya Han. Tuan Oh menyuruh istrinya agar menikmati saja pemandangannya.
“Wow, kita harus benar-benar membuat restoran ikan mentah disini.” Ungkap Tuan Oh bahagia.
“Aku akan segera mati.” Kata Nyonya Han. Tuan Oh tak ingin membahasnya meminta istrinya berhenti bicara.
“Aku akan mati dan menderita kanker... Aku bilang aku sekarat.” Ucap Nyonya Han. Tuan Oh menyakin kalau itu hanya omong kosong.
“Kau tidak sekarat dan Siapa juga yang sekarat?” kata Tuan Oh marah
Nyonya Han sudah tahu kalau Tuan Oh akan marah. Tuan Oh pikir mana mungkin tidak marah dan ingin tahu kenapa Nyonya Han harus pergi dan terkena kanker, karena Seharusnya memberitahuku lebih awal, tapi malah membuang pakaian, Mengambil foto pemakaman, dan menangis sendirian.
“Kau tidak pantas melakukan ini!” ucap Tuan Oh. Nyonya Han kaget karena ternyata suaminya sudah mengetahuinya.
“Apa kau menganggapku bodoh?!” kata Tuan Oh dengan nada tinggi. Nyonya Han tak habis pikir dengan sikap suaminya sudah tahu tapi tetap saja keras kepala.
“Lalu, bagaimana seharusnya? Apa Kau pikir aku akan menggendongmu ke mana-mana?” keluh Tuan Oh.
“Ya, Aku pikir kau akan melakukannya! Aku pikir kau akan menggendongku  jadi aku tidak akan sakit lagi!” ucap Nyonya Han
“Dengan Merawatmu dengan hatiku sudah cukup! Aku bukan kakakmu! Kenapa aku melakukan itu untuk istriku?” ucap Tuan Oh sinis



Nyonya Han benar-benar tak habis pikir dengan Tuan Oh yang tak tahu malu karena mengatakan dirinya yang sedang sekarat dan melihat suaminya tidak sedih sama sekali. Tuan Oh pikir Haruskah seorang pria, terisak di jalanan atau mencari Tuhan  dan Buddha lalu berdoa, menurutnya Suami adalah langit dan istri adalah bumi jadi perlu untuk memenuhi perannya sebagai kepala rumah tangga.
“Jika aku menangis setiap hari...Jika aku menangis juga... kau akan merasa semakin lemah untuk memenangkan pertempuran. Itulah sebabnya aku akan lebih sering tersenyum. Aku... Ingin kau tersenyum sekali lagi. Aku tidak ingin kau sakit.” Ucap Tuan Oh sambil menangis.
“Apa yang harus aku lakukan? Aku belajar bahwa pria tidak seharusnya menangis. Aku menjalani hidupku... seperti orang bodoh. Apa yang harus aku lakukan? Jika kau meninggalkanku... Apa yang harus aku lakukan?” ungkap Tuan Oh yang memendam rasa sedihnya sendiri.
“Kau sudah belajar dengan baik. Siapa yang mengajarimu hal seperti itu?” keluh Nyonya Han yang ikut menangis. Tuan Oh masih terus menangis tanpa henti. Nyonya Han meminta suaminya untuk berhenti dan mengaku kalau itu memang salahnya.
“Aigoo... Aku sudah menyuruhmu berhenti.” Ucap Nyonya Han memegang wajah suaminya yang terus menangis.
“Jangan sampai sakit.” Ucap Tuan Oh. Nyonya Han berjanji kalau tidak akan sakit.
“Benar!.. Benar begitu. Jangan sakit!” kata Tuan Oh terisak. Nyonya Han pun akhirnya memberikan ciuman pada suaminya. Mereka berciuman diatas kapal persiar.
Flash Back
Tuan Oh menuliskan doa dalam buku geraja “Sayang, jangan sampai sakit. Mari kita hidup bahagia,  untuk waktu yang sangat lama. Aku ingin melihat wajah sehatmu setiap hari Aku berharap hanya ada  hari-hari bahagia yang tersisa.”


Ma Roo dan So So menaiki tangga bersama, lalu So So memberitahu kalau ditempat itu mereka pertama kali bertemu. Ma Roo pikir mereka pergi ke tempat ini  pada hari ketiga. So So menceritakan kalau diberitahu bahwa akan bertemu cinta sejatinya di tempat ini.
“Mereka bilang ia akan  membawaku ke kaki malaikat. Aku pikir itu omong kosong. Tapi... aku bertemu orang itu.” Ucap So So. Ma Roo bertanya Siapa itu orangnya.
“Kau...” jawab So So. Ma Roo binggung kalau ia dianggap sebagai cinta sejatinya. So So pikir seperti itu .
“Kau bilang tidak percaya pada takdir.” Kata Ma Roo. So So mengaku kalau akan mempercayainya sekarang.
“Lalu... Kita mungkin 2 orang yang harus bertemu. Itulah kenapa... Kita akan bisa bertemu lagi, meski kita putus.” Ucap So So
Ma Roo kaget kalau mereka berdua akan putus.  So So mengaku selama ini merasa seperti sedang bersama pacarnya sepanjang hari dan sangat senang karena ingin kembali ke Korea bersamanya. Ia tidak tahu rasanya nyaman, dan merasakan kekuatan takdir.
“Tapi... ada sesuatu yang lebih penting daripada takdir.. Yaitu .. Aku.. Aku masih perlu lebih mencintai diriku sendiri... Jika aku tidak bisa mencintai diri sendiri, maka Aku akan mencoba mengisi kekosongan itu... Dengan cinta dari orang lain.” Ucap  So So
So So mengutip kalimat "Berikan lebih banyak perhatian padaku. Cintailah aku sedikit lagi. " Ia pikir akan berakhir bersembunyi di balik cinta Tanpa bisa melakukan apapun. Ma Roo bertanya apakah So So ingat ketika ia mengatakan bahwa So So adalah wanita yang keren.
“Tapi kau bertindak bodoh. Apa yang kau takutkan?” ucap Ma Roo
“Jatuh cinta.... Aku takut cinta ini akan menyakitkan.” Kata So So. Ma Roo pikir itu tak benar da tak akan pernah.
“Aku akan sering meneleponmu, dan mengunjungimu ke Perancis kapanpun aku bisa.” Kata Ma Roo.
“Jangan telepon aku, karena Ini akan dimulai dengan panggilan setiap hari. Tapi kemudian akan seminggu sekali, sebulan sekali. Aku tidak ingin memudar... Seperti itu.” Ucap So So
“Lalu... apa kita putus sekarang?”tanya Ma Roo menahan rasa sedihnya. So So mengangguk dengan mata berkaca-kaca.
“Jika kita... kebetulan benar-benar bertemu, seolah itu takdir. Lalu... saat itu... Aku tidak akan takut lagi.” Ucap So So. Ma Roo menjawab dengan anggukan. So So meminta agar Ma Roo mengatakan sesuatu.
“Tolong jangan hapus fotoku.” Kata Ma Roo. So So menganguk setuju. Ma Roo pun menerima keputusan So So untuk mereka mengakhiri hubungan ditempat mereka pertama kali bertemu.
Bersambung ke episode 12

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar