PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Sabtu, 04 November 2017

Sinopsis While You Were Sleeping Episode 23

PS : All images credit and content copyright : SBS
“Pasien mati otak akan sulit bertahan selama sepekan dan segera meninggal. Kemudian lanjutkan dengan autopsi setelahnya.” Sek Tuan Park mendengar pembicaran Jae Chan dan sibuk mengetik dalam layar chat.
“Kepala... Bisakah kita menjalankan autopsi dan transplantasi organ secara bersamaan?” ucap Jae Chan.
Sek Hee Mi menjerit kaget menurutnya ini  Luar biasa karena Pasien mati otak untuk kasus Jaksa Jung akan diangkat organnya dan diautopsi secara bersamaan. Hee Mi berkomenta kalau terlalu gegabah.
“Ini kasus yang langka.” Kata Jaksa Park seperti tak begitu yakin
“Benar, tapi kasus-kasus itu memiliki banyak kesamaan dengan kasus ini. Cedera pada semua korbannya, terdapat di kepala dan tidak mempengaruhi organ mereka. Serta, autopsi membuktikan adanya tanda peluru di leher mereka. Kita tidak perlu memeriksa organnya. Kita bisa memastikan penyebab kematiannya hanya dengan memeriksa leher dan kepalanya.” Ucap Jae Chan. 

Di ruangan
Hyang Mi menerima kabar dari Sek Tuan Park,  Tuan Choi yang ikut melihat ingin tahu apa yang dikatanya Jae Chan. Hyang Mi memberitahu kalau Jae chan akan tetap mengungkap kebenaran.  Ia tak percaya dengan sikap Jae chan karena bisa begitu percaya diri.
“Tak ada yang mendukungnya.” Kata Tuan Choi. Hyang Mi binggung.
“Apa Kau tidak mengenal Jaksa Jung? Dia bagaikan lalat capung. Ciri khasnya adalah memulai sesuatu tanpa memikirkan langkah berikutnya. Tapi kali ini terlalu berlebihan. Dia pasti ada di suatu tempat, sedang stres menyesali kata-katanya.” Ucap Tuan Choi yakin. 

Jae Chan membawa berkas keluar dari gedung, dengan rambut dan baju tak karuan, lalu memukul mulutnya sendiri yang membuat tubuhnya jadi  kesakitan.
“Kenapa aku mengatakan hal seperti itu tanpa punya rencana? Aku tidak beruntung saat ini. Lalu aku harus bagaimana?” keluh Jae Chan lalu mendengar bunyi telp, bertanya-tanya siapa yang menelp padaha l sedang malas bicara. Terlihat nama "Anak Anjing Kecil"
Jae Chan pun berusaha untuk terdengar ceria bertanya pada Hong Joo ada apa menelpnya. Hong Joo mengaku penasaran dengan pilihan Jae Chan tadi. Jae Chan mengatakan sudah membuat pilihan yang sama dengan pacaranya. Hong Joo pikir Itu pilihan riskan.
“Apa Kau yakin soal itu?” kata Hong Joo terdengar khawatir.
“Tentu saja! Itu sebabnya aku memutuskan hal itu.” Kata Jae Chan yakin.
“Yang benar saja... Apa Kau sedang menjambak rambutmu sendirian?” kata Hong Joo. Jae Chan panik melihat sekeliling.
“ Ah... Kau melihat ini di mimpimu, 'kan?” ucap Jae Chan. Hong Joo mengaku mengikuti dering teleponnya.
Jae Chan kaget melihat Hong Joo tiba-tiba sudah ada disampingnya,  llau berteriak ada tikus. Hong Joo ketakutan langsung memeluk Jae Chan yang membuatnya jatuh didada pacarnya. Jae Chan terlihat gugup lalu mengaku kalau kakinya sedari tadi kram. Hong Joo dengan wajah malu mengangkat tubuhnya. 
Keduanya duduk dikursi taman, Jae Chan merapihkan rambut dengan pantulan kacamata yang digunakan Hong Joo. Lalu Hong Joo memasang kembali dasi dengan bertanya Apakah tidak yakin soal ini. Jae Chan menganguk kalau ia seperti baru belajar berjalan, tapi kini harus berlari.
“Seolah-olah kura-kura yang lambat harus menangkap dua kelinci cepat.” Ungkap Jae Chan.
“Jangan khawatir. Kau akan menderita karena dirimu lambat. Tapi kau pasti akan menangkap keduanya.” Ucap Hong Joo. Jae Chan kaget mendengarnya.
“Aku bermimpi soal ini. Transplantasi organ itu akan selesai dengan baik. Kau menang dalam persidangan dan memenjarakan terdakwanya.” Ucap Hong Joo. Jae Chan tak percaya mendengarnya tapi Hong Joo memperlihatkan wajah menyakinkan.
“Setelah menangkap dua kelinci, maka kita akan pergi melihat laut. Laut dekat pemberhentian bus itu... Ahh.. Syukurlah.. Kenapa kau memberitahukan mimpimu kepadaku?” ucap Jae Chan bersemangat.
“Aku tidak mau kau ceroboh.” Kata Hong Joo. Jae Chan pikir Jangan khawatir, karena takkan ceroboh.
“Pergilah bekerja sekarang.” Ucap Hong Joo. Jae Chan pun penuh semangat membawa berkas-berkasnya, tapi kembali lagi dengan karena melupakan jasnya dan memberikan kecupan pada Hong Joo.
“Terima kasih sudah memberitahuku soal mimpimu.” Ucap Jae Chan lalu pergi ke bagian PINTU MASUK UNTUK PEMOHON
“Kau bahkan tak bisa mendeteksi kebohongan.” Keluh Hong Joo melihat Jae Chan yang percaya dengan ucapanya. 

Jaksa Son terlihat ragu untuk masuk ruanganya, tangan Jaksa Lee menepuknya menyuruh Jaksa Son untuk sebaiknya kembali ke rumah sakit. Jaksa Son bingung kenapa harus kembali kesana.
“Jaksa Jung mendapat persetujuan untuk transplantasi organ.” Ucap Jaksa Lee. Jaksa Son tak percaya, matanya langsung berkaca-kaca. 

Di meja operasi, Hwan mulai menjalani otopsi dan pemindahakn organ. Wajah tegang Tuan Lee di  depan ruang operasi, lalu bercerita Saat Hwan-Hee dibawa ke ruang operasi, meninggalkan sesuatu di genggaman tangan anaknya.
“Aku memberinya ini saat dia berusia enam tahun. Kurasa untuk ulang tahunnya. Saat mendapatkan itu dariku, maka dia langsung bertekad untuk menjadi penulis. Aku tak bisa...memaafkan orang...yang menghalangi impian anakku.” Ucap Tuan Lee sambil menangis. Jae Chan pun mengenggam tangan Tuan Lee.
“Jangan khawatir, Pak... Aku Akan membuat dia dinyatakan bersalah di persidangan.” Ucap Jae Chan. 

Saat itu Dokter memberitahu kalau akan membedah arteri utamanya dan garis lurus terlihat di monitor, Dokter membeirtahu Waktu kematiannya adalah 2 Juni, pukul 5.17 sore di tangan Hwan memegang sebuah pulpen dari ayahnya agar bisa terus mengapai cita-citanya sebagai penulis.
Dokter pun akan memulai pemindahan organ dan akan memulai pembedahan. Setelah organ dipindahkan, Chan Hoo pun ikut dioperasi untuk menganti ginjalnya milik Hwan. Tuan Lee melihat anaknya akhirnya meninggal hanya bisa menangis histeris diruang operasi. 


["BAGIAN 12: MENGETUK PINTU SURGA"]
Hong Joo mengambil gambar foto pantai dengan tulisan dibagian tengah “ HANYA ADA SATU JUDUL DI DUNIA LAIN. YAITU LAUT” senyumanya terlihat bahagai hanya menatap gambar pantai. Woo Tak tiba-tiba datang,  bertanya apakah akan berangkat kerja. Hong Joo mengangguk.
“Naiklah. Aku akan mengantarmu.” Ucap Woo Tak. Hong Joo menolak karena Hanya butuh beberapa menit dengan bus.
“Masuklah. Kau akan tiba lebih cepat.” Kata Woo Tak membuka pintu mobilnya.
“Aku mengatakan itu hanya untuk bersikap sopan dan  berharap kau tidak pergi.” Akui Hong Joo lalu masuk ke dalam mobil Woo Tak. 

Hong Joo meminta izin untuk mengisi power bank dimobil. Woo tak pun menunjuk konektornya yang ada di mobilnya. Hong Joo lalu bertanya apakah Woo Tak tidak bermimpi tentang persidangan kali ini. Woo Tak mengatakan tidak.
“Tapi katamu, kau bermimpi Jae-Chan akan memenangkan kasusnya.” Ucap Woo Tak
“Aku tidak bermimpi soal itu dan Ucapanku bohong.” Akui Hong Joo. Woo Tak kaget dan ingin tahu alasan Hong Joo berbohong soal itu.
“Jae-Chan terlalu tertekan soal itu. Aku hanya ingin menghiburnya. Tapi Aku seharusnya tidak berbohong. Dia akan marah jika mengetahuinya.” Kata Hong Joo merasa sangat menyesal.
“Aku sudah bilang. Jika kau bisa menutupinya sampai akhir, itu bukan kebohongan” kata Woo Tak.
Hong Joo terdiam mengingat saat dalam mimpinya Hak Young mengatakan “Aku tak bisa menjadi pembunuh seperti ini. Akan kuberitahukan semua rahasiamu kepada polisi.” Seperti Woo Tak agar gugup.
“Apa Kau pernah berbohong seperti itu, Woo-Tak? Kebohongan yang bisa ditutupi.” Tanya Hong Joo seperti ingin memastikan. Woo Tak mengaku  Tidak pernah.


Yoo Bum bertemu dengan Tuan Moon yang sudah mengunakan baju tahanan, memberitahu kalau tidak perlu memakainya besok di persidangan, karena sudah mengatakan kepada pihak penjara. Tuan Moon pun bisa mengucap syukur mendengarnya.
“Dasar.. Lee Hwan-Hee si berengsek itu. Bisa-bisanya kau mengatakan itu sebagai penulis perwakilan Korea? Karena si brengsek itu, maka aku didakwa atas pembunuhan.” Ucap Tuan Moon marah
“Tapi bukankah kau pantas disebut sebagai pembunuh? Pertama, kau mencekik asisten itu.” Ucap Yoo Bum yang membuat Tuan Moon terdiam karena membayangkan kejadian pada Hwan.
“Lalu dia kehilangan kesadaran. Kau mendorongnya ke dalam lift.Kau berniat membunuhnya.” Ucap Yoo Bum dengan menunjuk tulisan dalamm berkasnya "Dakwaan atas pembunuhan"
“Ini sebabnya kau didakwa atas pembunuhan. Kau seorang pembunuh.” Ucap Yoo Bum seperti tak suka dengan klien yang tak mau mengaku kesalahanya.
“Kau berjanji akan membuatku dinyatakan tidak bersalah.” Ucap Tuan Moon ketakutan.
“Aku akan melakukan itu. Tapi jangan melupakan perbuatanmu yang sebenarnya. Jadi, akan sepadan dengan upah sewaku yang mahal.” Kata Yoo Bum memperingatakan
Tuan Moon bertanya apakah ia Bisa  dinyatakan tidak bersalah. Yoo Bum menjelaskan kalau sangat sulit jika Tuan Moon didakwa atas pembunuhan disengaja Tapi ada keuntungnya,  kalau jaksa yang mendakwanya atas pembunuhan.
“Kau akan lebih mudah dibebaskan jika didakwa atas pembunuhan.” Ucap Yoo Bum yakin. 
Hee Mi pikir Jika Jae Chan  mendakwanya atas pembunuhan, maka TUan Moon bisa lolos. Jae Chan pikir pelaku yang membunuh korban, jadi, memang harus dakwa atas pembunuhan, jadi tak ada cara lain lain dan Jaksa Park juga setuju.
“Sangat sulit membuktikan dakwaan pembunuhan di persidangan. Persiapannya juga tidak cukup. Jika dia dinyatakan bersalah, akan terjadi masalah besar. Mungkin lebih aman jika mengubah dakwaannya dari awal. Lebih baik Dakwa dia atas penganiayaan dan penyerangan.” Saran Jaksa Park
“Tak bisa. Ini jelas pembunuhan.” Ucap Jae Cahn bersikukuh
“Kenapa kau begitu gegabah? Apa Kau punya buktinya?” kata Jaksa Lee. Jae Chan mengaku kalau memiliki bukti. 

Di mobil, Hong Joo berharap  Jae-Chan tidak gegabah dengan mengandalkan mimpinya dan tak bisa bersikap berani tanpa alasan. Woo tak yain kalau Jae Chan takkan bertindak gegabah, lalu melihat Hong Joo seperti mencari sesuatu di dalam mobilnya.
“Aku tak bisa menemukan power bankku.” Kata Hong Joo binggung.
“Mungkin terjatuh di bawah jok. Kau Tunggu sebentar, Akan kuambilkan untukmu.” Ucap Woo Tak
“Tidak usah. Aku punya cadangan. Berikan nanti saat menemukannya. Warnanya merah dan ukurannya tak terlalu besar.” Kata Hong Joo. Woo Tak pun menganguk mengerti. Hong Joo akan pamit pergi tapi Woo Tak memanggilnya.
“Hong-Joo.. Jangan cemaskan Jae-Chan. Aku sudah mengalami penyelidikan dengan dia. Dia sangat terpercaya dan selalu berhati-hati.” Ucap Woo Tak. Hong Joo tahu kalau Jae Chan berhati-hati tapi wajahnya terlihat sangat khawatir. 

Jaksa Lee merasa Jae Cahn itu terlalu gegabah, seperti melaju di jalan tol tanpa sabuk pengaman jadi menurutnya Pakai sabuk terlebih dulu sekarang dengan menuntut penyerangan sebagai dakwaan pendahuluan. Jaksa Son pikirItu terlalu menyedihkan.
“Dakwaan pendahuluan berarti jaksa mengaku kepada hakim bahwa dia tidak yakin dengan kasusnya.” Kata Jaksa Son
“Pokoknya, aku akan mendakwanya atas pembunuhan.” Ucap Hae Chan yakin. 

Yoo Bum sudah tahu kalau Jaksa Jung akan mendakwa Tuan Moon atas pembunuhan. Tuan Moon binggung Bagaimana dakwaan pembunuhan lebih mudah untuk membuatnya bebas. Yoo Bum menjelaskan Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan disengaja itu sederhana.
“Jika kau yakin korban akan mati saat kau dorong, itu pembunuhan. Tapi "Dia takkan mati." Jika kau berpikir begitu, maka itu bukan pembunuhan.” Ucap Yoo Bum
“Jauh lebih sulit membuktikan dakwaan pembunuhan. Jika dia tak bisa membuktikan itu pembunuhan, kau akan bebas. Kita lihat apakah Jaksa Jung bisa membuktikan pembunuhan. Aku juga ingin mengetahuinya.” Ucap Yoo Bum. Dan saat itu Jae Chan sudah mengunakan jubah dan Yoo Bum siap mengikuti sidang.

“Terdakwa Moon Tae-Min adalah dosen di Universitas Myungwon. Korban Lee Hwan bekerja sebagai asistennya. Terdakwa membuat para asistennya, termasuk korban, melakukan pekerjaan pribadinya seperti mengajar anak-anak, mencuci mobilnya, atau membantunya pindahan.” Ucap Jae Chan dengan memperlihatkan foto-foto saat Hwan berkerja seperti budak untuk Tuan Moon.
“Dia membuat Tuan Lee Hwan mengerjakan urusan pribadinya. Dia bahkan menyerang para asistennya, karena tidak menyukai sikap mereka. Tanggal 30 Mei, pukul 4 sore, Professor Moon menyerang asistennya di acara penerbitan karena dia dendam terhadap sang asisten yang melaporkan dirinya atas penyerangan dan eksploitasi pekerja Professor Moon memanggil Pak Lee dan menyerangnya.” Ucap Jae Chan. 

“Korban Lee Hwan menampilkan foto Pak Lee tanpa izin pada hari itu. Terdakwa menganggap bahkan penyerangannya dapat dibenarkan.” Ucap Yo Bum. Jae Chan pun melawan
“Dalam proses penyerangan, terdakwa mencekik korban sampai pingsan. Hal itu membuat terdakwa memutuskan untuk membunuh korban. karena khawatir orang-orang tahu dan dia bisa kehilangan segalanya.” Balas Jae Chan.
“Saya mengakui ada pertengkaran kecil dan perkelahian fisik. Tapi korban, Lee Hwan, terlalu mabuk untuk bisa melakukan percakapan yang benar hari itu. Itu sebabnya terdakwa segera meninggalkan lokasi.” Kata Yoo Bum membela klienya.
“Terdakwa mendorong korban yang kehilangan kesadaran, melalui celah di bawah pintu lift, agar korban jatuh dari ketinggian 20 meter. Tanggal 2 Juni 2016, tiga hari setelah kejadian. pukul 5.17 sore, terdakwa menyebabkan korban tewas.” Ucap Jae Chan
“Saat terdakwa meninggalkan lokasi, korban tak bisa menahan amarah,. lalu menendang pintu lift dan membuat keributan. Itu membuatnya jatuh dengan sendirinya dari pintu lift.” Ucap Yoo Bum.
“Dengan ini, saya mendakwanya atas pembunuhan menurut KUHP Pasal 250 ayat 1. Terdakwa tidak memiliki motif untuk membunuh korban.” Kata Jae Chan.
“Tak ada bukti bahwa terdakwa membunuh korban. Dengan ini, saya menyangkal dakwaan.” Kata Yoo Bum,
Hakim pun meminta agar pengacara memeriksa semua bukti. Yoo Bum mengatakan kalau Bukti nomor 34 tidak disetujui. Lalu Bukti nomor 43 juga. Hakim melihat  Bukti nomor 43 adalah pengakuan saksi dengan memastikan kalau Yoo Bum tidak menyetujuinya. Yoo Bum membenarkan.
“Dia satu-satunya saksi kasus ini, tapi usianya 4 tahun 9 bulan. Anak kecil ini sangat diragukan bisa bersaksi secara logis. Tapi kita perlu mendengar saksinya.” Kata Yoo  Bum menatap sombong pada Jae Chan. Jae Chan seperti lelah untuk meladeni sifat Yoo Bum yang licik. 

Jaksa Son terlihat sangat sibuk dengan semua buku-bukunya, Jaksa Park melihat Jaksa Son masih ada di dalam ruangan bertanya apakah belum pulang. Jaksa Son mengaku kalau ada yang harus diperiksa jadi mempersilahkan Jaksa Park untuk pulang lebih dulu saja. Jaksa Park pamit lebih dulu dan Jaksa Son sibuk dengan membaca semua buku. 

Woo Tak dan Jae Chan membantu membersihkan Touge bersama dengan Hong Joo yang sibuk dengan kancing bajunya. Woo Tak bertanya apaka bisa anak lima tahun bersaksi di persidangan. Jae Chan juga tahu karena anak itu akan takut bicara di depan semua orang.
“Anak itu mudah ketakutan. Bahkan Saat kuselamatkan, dia menangis dan mengompol. “ cerita Woo Tak
“Tapi hanya anak itu saksinya, 'kan? Jika tak ada kesaksian dari saksi, bukankah terdakwa akan dibebaskan?” kata Hong Joo
“Aku harus mendapatkan kesaksiannya dengan cara apapun. Kau bilang, mendengar kesaksian anak itu?” ucap Jae Chan.
“Bagaimana kau melakukan itu? Bukankah anak itu juga ketakutan di kantor polisi?” ucap Nyonya Yoon.
“Aku mencoba menunduk dan bicara dengan bahasa anak kecil.Berkomunikasi dengan emosi perasaannya. Lalu dia perlahan memberikan kesaksian.” Cerita Woo Tak. Jae Chn ingin tahu caranya da meminta agar diajarkan.
“Kenapa kau takut dengan paman itu? Jika memberi tahuku, kakak akan menghajar dia untukmu.” Ucap Woo tak dengan gaya imut-imut.
Nyonya Yoon dan Seung Won tak bisa menahan tawanya. Hong Joo mengerti kalau Jae Chan harus bicara dengan cara anak-anak lalu bertanya apakah Jae Chan bisa menanyakan saksi seperti itu di persidangan. Jae Chan pikir untuk apa melakukanya karena bisa memanggil walinya atau psikolog anak.
“Ibu, sebaiknya ini kutaruh dimana?” ucap Jae Chan membawkan touge yang sudah selesai.
“Kau bilang Ibu? Panggil saja aku seperti sebelumnya." kata Ibu Hong Joo lalu menyuruh semua pergi berkerja saja. Tiga pria pun keluar mengucapkan terimakasih atas makanannya.
“Kau Pergilah. Aku akan menjahit kancing kemeja sebelum pergi.” Ucap Hong Joo pad ketiganya
Hong Joo berteriak pada ibunya, bertanya apakah melihat keranjang jahitnya, lalu membuka laci kamar ibunya dan menemukan kotak cincin milik Jae  Chan yang disimpan oleh ibunya. Nyonya Yoon masuk kamar memberitahu kalau Jae Chan meninggalkan ponselnya.
“Ibu, kenapa ini ada disini? Apa Ibu sengaja menyembunyikannya?” ucap Hong Joo. Ibu Hong Joo membenarkan.
“Aku tidak mengerti. Kenapa?” kata Hong Joo heran. 

Woo Tak memberitahu Anak itu sangat menyukai Sinterklas jadi sangat lancar memberikan kesaksian saat mengatakan sebagai teman Sinterklas.  Jae Cha mengucapka Sinterklas. Woo Tak mengatakan kalau yang dimaksud  Kakek Santa denga gaya imut
“Gayaku lebih seram. Aku tak bisa bersuara seperti itu dengan memendekkan lidahku.” Ucap Jae Chan mengelak.
“Kenapa tak bisa? Sebelumnya kau bisa mengatakan “Woo Bin-Ku, kau buang air besar. Lega, 'kan? Aku bisa memendekkan lidahku. Kau sudah makan? Apa rasanya lezat?” kata Seung Won dan Jae Chan langsung mencubit adiknya.
“Kau juga hebat, Seung-Won. Apa Kau tak bisa melakukannya?” kata Woo Tak. Jae Chan mengaku tetap tak bisa lalu tersadar lupa membawa ponsel dan segera masuk rumah karena Mungkin tertinggal di dalam.
“Kakakku pasti bisa memendekkan lidahnya. Tapi Benarkah?” ucap Woo Tak tak percaya. Seung Won mengatakan kalau kakaknya melakukan  Dengan sempurna.

Jae Chan masuk ke dalam rumah mendengar suara Hong Joo berbicara pada ibunya, karena ingin tahu alasan bersikap kejam kepada Jae-Chan belakangan ini dan apa salahnya sampai bersikap dingin kepadanya. Ibunya tahu kalau Hong Joo bertemu dengannya di pemakaman 13 tahun yang lalu.
“Apa Kau baik-baik saja bertemu dengannya? Tapi Ibu tidak baik-baik saja. Ibu masih berusaha melupakan tentang ayahmu. Lalu Saat melihat Jae-Chan, maka ibu teringat kecelakaan ayahmu. Apa Kau baik-baik saja soal itu? Karena kalau Ibu tidak.” Ucap Nyonya Yoon.
“Ya. Aku baik-baik saja.” Kata Hong Joo seperti menutupi perasaan yang sebenarnya.
“Tidak, kau tidak baik-baik saja. Apa yang kau katakan saat Jae-Chan pingsan waktu itu? Kau bilang tak bisa mengubah apapun di mimpimu...seperti kecelakaan ayahmu, lalu kau sangat cemas. Kau menangis keras dan tak bisa berpikir sehat. Entah dengan yang lain. Tapi sebagai ibumu, aku sudahtahu.” Ucap Nyonya Yoon. Jae Chan terus mendengar dari depan pintu.
“Ibu bisa tahu pemikiranmu dan bisa membaca pemikiranmu. Kematian ayahmu, kecelakaan Jae-Chan, dan semua itu. Kau menyalahkan dirimu dan menderita karena itu. Kau terus menyalahkan dirimu dan hatimu terluka. Kau akan terus melakukan itu.” Ucap Nyonya Yoon. Hong Joo mengeluh mendengar ibunya berkata seperti itu.
“Saat kau bertemu Jae-Chan, ibu takut kau akan terluka. Itu sangat merisaukan ibu. Jadi...” kata Ibu Hong Joo dan langsung disela oleh anaknya.
“Aku sungguh baik-baik saja.. Aku bahagia karena dia... Bahkan Aku sungguh bahagia... Jangan bersikap dingin kepadanya. Tolong sukai dia seperti aku, oke? Bisakah Ibu bersikap baik kepadanya?” kata Hong Joo memohon dengan air mata yang mengalir sedari tadi.
Jae Chan berpura-pura baru masuk rumah dengan sengaja menutup pintu lalu memangil Hong Joo apakah melihat ponselnya. Hong Joo buru-buru menghapus air mata dan mengambil ponsel Jae Chan dari ibunya dan berlari keluar dari kamar, berkomentar kalau Jae Chan pasti banyak pikiran sampai melupakan ponselnya

Jae Chan menatap Hong Joo yang berdiri didepanya, teringat kata-kata Hong Joo “13 yang tahun lalu, kau adalah bekas luka dan luka bagiku. Kurasa tidak masalah jika aku melepaskannya. Tapi itu sangat menyakitiku dan Itu buruk.” Saat itu juga Hong Joo menangis histeris karena Ia terkena peluru.
“Wah, lautnya indah sekali...Apakah akan terlihat sama di kameraku?” ucap Hong Joo melihat dari kameranya. Jae Chan hanya terdiam tak menanggapinya.
“Ada apa? Apa Kau mengkhawatirkan persidangan hari ini?” tanya Hong Joo.
“Tidak. Aku punya saksi dan hasil autopsi.” Kata Jae Chan yakin
“Saksinya berusia lima tahun. Hasil autopsinya tidak jelas karena transplantasi organ.” Pikir Hong Joo
“Ya, tapi ada mimpimu yang bisa kuandalkan.” Kata Jae Chan.
Hong Joo meminta Jae Chan agar  jangan lengah. Jae Chan meminta Hong Joo agar Jangan khawatir, karena takkan lengah. Hong Joo pun memperingatkan kalau Jae Chan lengah maka akan menghajarnya. 


Lampu hijau menyala tanda PERSIDANGAN SEDANG BERLANGSUNG Hakim pun akan memulai untuk bertanya pada saksi. Di layar terlihat seorang anak kecil duduk disamping ibunya. Jae Chan dengan gaya bicaranya menyapa Lim Se-Young dan bertanya apakah bisa mendengarnya. Se Young menjawab “Ya” kalau bisa mendengarnya.
“Seorang polisi menyelamatkanmu waktu itu, 'kan? Apa Kau bisa memberi tahu kami, yang kau katakan kepadanya?” ucap Jae Chan. Se Young menjawab Tak bisa dngan wajah ketakutan
Beberapa orang yang menonton merasa Saksinya terlalu muda, merasa tak mungkin anak kecil bisa bersaksi. Jae Chan pun meminta gar Se Young harus mengatakan sama seperti yang diucapankan kepada polisi. Se Young seperti ketakutan hanya bisa menangis memeluk ibunya.
“Saya rasa sulit mendapatkan kesaksiannya. Mari kita coba lagi saat dia sudah tenang. Kita akan kembali kepada Pembela untuk pemeriksaan silang.”ucap Hakim 

“Tidak, saya bisa bertanya karena ini bukan tentang kecelakaan itu.” Kata Yoo Bum mengambil mic dari tangan Jae Chan. Jae Chan terlihat kebingungan dan juga tegang.
“Disini terlalu menyeramkan, kan dan  Apa Kau mau pulang?” ucap Yoo Bum dengan gaya santai. Se Young membenarkan.
“Lalu Kau naik apa kesini?” tanya Yoo Bum. Se Young menjawab kalau Naik bus. Yoo Bum ingin tahu bus yang mana. Se Young menjawab tak ingat.
“Jika kau memberi tahu nomor bus yang kau naiki hari ini, maka kau bisa pulang sekarang. Apa Kau sungguh tidak ingat?” ucap Yoo Bum memberikan kata imbalan untuk anak kecil agar mau menjawabnya.
“Aku ingat. Sepertinya bus nomor enam.” Ucap Se Young karena ingin segera pulang
“Ibu Se-Young, bisakah kau memastikan ini? Apakah kalian kemari dengan bus nomor enam?” tanya Yoo Bum. Ibu Se Young menjawab kalau mereka  naik bus nomor 434.
“Apa kau berbohong, Se-Young?” kata Yoo Bum sengaja menjebak. Se Young terlihat kesal memilih untuk menjawab tak tahu dan kembali memeluk ibunya.  

Suara dari penonton kembali terdengar kalau Anak itu baru berusia lima tahun jadi tak mungkin bisa bersaksi. Yoo Bum pun menyelesaikan pertanyaan menaruh mic didepan Jae Chan dengan senyuman liciknya.  Jaksa Lee tak percaya kalau Yoo Bum membuat anak itu berbohong dalam sekejap.
“Hanya dia saksi kita... Maka Tamat sudah jika kita memohon kesaksian seperti itu.” Ucap Hee Mi melihat Jae Chan seperti menahan amarah.
“Jaksa, Anda akan mengajukan pertanyaan tambahan?” tanya Hakim. Jae Chan menjawab “Ya”
“Yang Mulia, untuk berkomunikasi dengan saksi memakai emosinya,...Saya akan menanyakan dia tanpa memakai istilah hukum.” Ucap Jae Chan meminta izin. Hakim pun mempersilahkan. Jae Chan mencoba untuk bersiap diri dengan meremas baju mengurangi rasa malunya.
“Lim Se-Young!.. Kakak  adalah temannya Kakek Santa! Kau tahu Kakek Santa, 'kan?” ucap Jae Chan dengan gaya seperti anak keicl
“Apa Kakak sungguh temannya Kakek Santa?” ucap Se Young mau menatap Jae Chan dan semua orang hanya bisa melonggo dan menahan tawa melihat sikap Jae Chan seperti ada dalam taman kanak-kana.
“Ini seragam untuk temannya Kakek Santa. Lalu Kakak bisa terbang dengan ini saat Natal!” ucap Jae Chan. Jaksa Lee dan Hee Mi terlihat malu dengan sikap Jae Chan.
“Kau takkan berbohong kepada Kakek Santa, 'kan? Jadi, kau juga takkan bohong kepada teman Kakek Santa, 'kan” ucap Jae Chan mulai membujuk. Se Young pun menganguk.
“Kau menggambar ini untuk polisi waktu itu, 'kan? Gambarnya sangat bagus. Apa Kau ingat yang dikatakan paman ini kepada dia pada hari itu?” ucap Jae Chan memperlihatkan kalau itu gambar Tuan Moon dan juga Hwan.
“Ya, aku ingat.” Ucap Se Young. Jae Chan meminta mereka untuk  mendengarkan bukti nomor 67 yang terekam pada ponsel korban dan bandingkan itu dengan kesaksian Se Young.
“Yang Mulia, jika kita mendengar buktinya sekarang, anak itu mungkin mengulanginya... Tidak. Dia mungkin sudah mendengarnya.” Ucap Yoo Bum.
“Kita akan mendengar kesaksian anak, lalu mendengarkan buktinya. Rekaman ini ditemukan saat penyelidikan jaksa. Ini pertama kalinya Lim Se-Young mendengarkannya.” Kata Jae Chan. Hakim pun meminta Jae Chan agar melanjutkan pertanyaannya.
“Se-Young... Apa yang dikatakan paman ini kepada dia?” kata Jae Cahn menunjuk gambar Tuan Moon pada Hwan.
“Paman itu mendorongnya dan bertanya apakah dia mabuk. Dia mengatakan sesuatu soal mabuk.” Ucap Se Young. Jae Chan meminta agar memutar rekaman suara dari ponsel.
“Apa Kau mabuk? Tindakanmu itu tak bisa kumaafkan meskipun kau mabuk.” Ucap Tuan Moon.
“Jadi, apa yang dikatakan kakak ini kepada paman ini?” tanya Jae Chan.
“Dia mengatakan tidak membutuhkan sesuatu dan juga mengatakan dia belajar membersihkan sepatunya.” Ucap Se Young. Jae Chan memintaa agar memutar rekaman.
“Benar. Aku tidak butuh dipublikasikan. Aku hanya belajar cara memoles sepatu dan mencuci mobilmu. Apa gunanya menjadi penulis?” ucap Jae Hwan.
“Kesaksiannya mirip dengan rekaman. Kini kita punya kesaksian saksi yang bisa dipercaya dan saatnya bukti pembunuhan.” Ucap Jae Chan pada Hakim. Tuan Moon mulai terlihat tegang.

“Se-Young, kakak hampir selesai. Apa yang terjadi kepada mereka berdua setelah itu?” tanya Jae Chan.
“Paman berbaju abu-abu mencekik kakak di kanan dan mendorongnya. Dia mendorongnya sampai terdengar suara sangat keras” jawab Se Young
“Lalu bagaimana dengan pria berbaju putih?” tanya Jae Chan.Jawab Se Young menjawa dengan polos kalau Hwan tiba-tiba tertidur
“Lalu apa yang dilakukan paman itu kepada pria yang tertidur?” tanya Jae Chan. Se Young menjawab kalau Tuan Moon mendorongnya ke pintu lift.
“Artinya, dia sengaja mendorongnya. Dia melakukannya dan itu Cukup, Yang Mulia.” Ucap Jae Chan menyudahi sidang kedua. 


Jae Chan berjalan keluar dari ruang pengadilan, melihat Yoo Bum memanggilnya “Teman Kakek Santa” memilih untuk kabur.  Yoo Bum menyuruh Jae Chan untuk Berjalanlah perlahan, karena nanti bisa terbang. Jae Chan akhirnya bertanya ada apa memanggilnya.
“Bagaimana kau melakukan itu di depan banyak orang? Kau berusaha sangat keras.” Ejek Yoo Bum.
“Tentu aku harus berusaha keras. Terdakwa berusaha lolos tepat di hadapanku. Jadi Aku bisa melakukan lebih dari itu, bahkan bisa melakukan hal yang lebih buruk.” Ucap Jae Chan
“Kau bilang Lebih buruk? Bisakah aku melihatnya lain kali?” kata Yoo Bum . Jae Chan menegaskan kalau itu sudah pasti.
“Autopsi dan transplantasi organ jarang dilakukan bersamaan.” Kata Yoo Bum. Jae Chan pikir  Tidak juga.
“Apa Kau sudah memeriksa setiap kasusnya?” tanya Yoo Bum. Jae Chan mengatakan Sudah.
“Aku menantikannya.” Ejek Yoo Bum. Jae Chan pun mempersilahkan lalu pergi. Yoo Bum menatap sinis seperti sudah mempersiapkan sebuah rencana. 
bersambung ke Episode 24

 FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar