PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Kamis, 05 Oktober 2017

Sinopsis While You Were Sleeping Episode 6

PS : All images credit and content copyright : KBS
Jae Chan sudah duduk di cafe dengan memakai plester di tanganya, saat itu Hong Joo datang membawa obat kebingungan mencari Jae Chan, sampai akhirnya Jae Chan menariknya untuk duduk didekat jendela. Hong Joo memberitahhu kalau Luka bakar bisa terinfeksi jika tak ditangani dengan benar dan menyuruh Jae Chan agar mendekatkan wajahnya.
“Tenang saja. Aku bisa mengoleskannya sendiri.” Kata Jae Chan. Hong Joo tanpa rasa canggung langsung memegang wajah Jae Chan agar menatapnya.
“Sedang apa kau?” ucap Jae Chan gugup tiba-tiba Hong Joo ada didekatnya. Hong Joo melihat luka Jae Chan sudah melepuh.
“Kau mungkin akan masuk rumah sakit jika membuat sarapan lagi.” Kata Hong Joo. Jae Chan mengulang kalau bisa mengoleskannya sendiri.
“Apa Kau sudah berhasil berbicara dengan adikmu?” ucap Hong Joo sambil mengoleska salep
“Jangan membuatku memulainya. Dia membentakku dan bilang aku tak pantas menyebut diriku jaksa. Aku sangat mencemaskannya. Diapun tak tahu aku menolongnya, Sungguh tak tahu diri.” Cerita Jae Chan
“Benar, 'kan? Gadis bernama So Yoon itu sama saja. Aku mengajaknya tinggal di rumahku karena mencemaskannya. Seharusnya ia berterima kasih, tapi aku malah dicaci maki. Kenapa kita melakukan semua itu untuk menolong mereka?” keluh Hong Joo.
Jae Chan terus menatap Hong Joo yang mengobatinya dengan telaten. Hong Joo teringat kalau Jari Jae Chan juga teriris dan sibuk membuka salep. Jae Chan buru-buru melepaskan plesternya, Hong Joo pikir Orang lain mungkin tak tahu, tapi ia tahu kalau Jae Chan sudah berusaha begitu keras sambil memasang plester, setelah itu memuji Jae Chan sudah Kerja dengan baik. Jae Chan juga membalas kalau Hong Joo juga seperti itu. 


Flash Back
Hujan turun dengan Ayah Jae Chan berlari berteduh di depan minimarket dan dikagetkan dengan melihat anaknya sudah ada disampingnya lalu bertanya alasanya mengikutinya. Jae Chan mengaku ada yang ingin disampaikan. Ayah Jae Chan binggung
“Aku berniat untuk memulainya di atas Tingkat Sembilan.” Kata Jae Chan. Ayahnya kaget mendengarnya.
“Apa Kau mendengar semuanya saat malam itu? Hei, memangnya kau memahami artinya?” ejek Ayah Jae Chan.
“Entahlah. Memangnya apa?”kata Jae Chan. 

Di halte bus
Hong Joo menunggu bus dengan kacamata masih berembun. Jae Chan bertanya apakah Hong Joo selalu memakai kacamata dan punya lensa kontak. Hong Joo mengaku Punya, tapi lensa kontak agak merepotkan, lalu mengoda dengan bertanya apakah terlihat lebih baik tanpa kacamata.
“Tidak, tadi berembun, jadi kukira kau terganggu.” Kata Jae Chan.
“Itu sama sekali tak menggangguku. Kenapa? Apa itu mengganggumu? Apa Aku terlihat berbeda tanpa kacamata? Apa Kau semakin menyukaiku?” kata Hong Joo sengaja menurunkan kacamatanya untuk mengoda.
“Tetaplah memakainya jika itu tak mengganggumu.” Kata Jae Chan seperti sudah bisa mengenal sifat Hong Joo yang percaya diri.
“Jika kau terganggu, aku rela melepaskannya. Tapi.. Omong-omong, apa yang terjadi dengan kasus Park Jun Mo? Apa Kau akan menyelidikinya kembali?” kata Hong Joo.
Jae Chan mengatakan kalau itu sudah berakhir, jadi Bagaimana  bisa menyelidikinya kembali. Hong Joo pikir Jae Chan akan mengabaikannya lagi Bahkan setelah keributan semalam, padahal Adiknya nyaris membunuh seseorang. Jae Chan tak peduli menurutnya Yang penting, sudah menyelamatkan adiknya.
“Hei.. Apa maksudmu? Kau harus menemukan bukti lain dan mendakwa Park Jun Mo.” Ucap Hong Joo. Jae Chan bertanya Dengan apa.
“Haruskah kukatakan ia memukulinya di dalam mimpimu? Apa Kau ingin aku mendakwanya tanpa bukti? Hari ini tenggang waktunya.” Kata Jae Chan.
“Minta perpanjangan waktu.” Kata Hong Joo. Jae Chan pikir tak bisa terus meminta perpanjangan waktu.

“Bulan ini saja, aku punya 300 lebih kasus lama. Jika aku bersikeras menyelidiki lagi maka kasus yang sudah jelas ini, aku akan dipindahkan ke tempat yang jauh. Aku tak punya koneksi, jadi bisa saja dipecat.” Kata Jae Chan.
“Apa Kau akan mengubur kasus itu hanya karena takut dipecat?” ejek Hong Joo. Jae Chan mengaku takut dipecat.
“Dengar, aku harus membuang mobil baruku karena insiden itu dan Cicilanku masih 36 bulan. Aku juga harus membayar bunga cicilan rumahku. Jadi, aku tak pernah punya uang di rekeningku. Mataku meneteskan air mata lagi.” Kata Jae Chan ingin menghentikan taksi.
“Hei... Ingat ini!.. 45-15-35-43-27-33... Nomor lotre yang menang pekan ini... Aku melihatnya dalam mimpiku. Aku tak pernah membeli lotre walaupun melihat nomor yang menang. Tapi aku hanya membagi informasi ini denganmu. Hadiahnya 2,8 juta dolar.” Kata Hong Joo menyakinkan.
“Berhenti bicara omong kosong. Apa Kau berharap aku percaya?” kata Jae Chan tak percaya
“Ya, cepat temui mereka.” Kata Hong Joo. Jae Chan pikir kalau di pecat itu masalah walaupun memenangkan 2,8 juta dollar.
“Anggap saja itu asuransi dan lakukan saja.” Kata Hong Joo mencoba menyakinkan.
“Apa Kau pikir aku terlihat seperti pecundang menyedihkan, yang menurut hanya karena uang?” kata Jae Chan.
“Aku hanya... Kau bicara soal pinjaman dan cicilan mobil. “Kata Hong Joo
“Aku bukan tipe orang yang memilah-milah perkataan karena uang.”. tegas Jae Chan lalu menghentikan Taksi. Hong Joo melihatnya hanya bisa mengeluh Jae Chan suka menyombong, tapi tidak konsisten. Walaupun begitu menurutnya Jae Chan keren.

Jae Chan bertemu dengan Yoo Bum melihat dahi temanya diberi plester mengejek kalau sedang jerawatan, lalu  mengajak makan siang bersama karena berjanji membelikannya sushi. Jae Chan menolak karena ia jaksa yang menangani kasus Yoo Bum. Yoo Bum pikir Tidak lagi.
“Kau cepat sekali marah. Apa Itu semua untuk pamer? Sepertinya kau tidak mendakwa Park Jun Mo dan membatalkan kasusnya.”ejek Yoo Bum
“Kata siapa aku membatalkan kasusnya? Aku belum menyerahkannya kepada Park Jun Mo. Aku sedang mempelajari dokumennya, dan tampaknya tak bisa kubiarkan.” Kata Jae Chan berani melawan. Yoo Bum berteriak marah.
“Itu kasus penyerangan, dan korban tak mau pelaku dihukum. Apa maksudmu, Jae Chan?” kata Yoo Bum membela klienya yang tak bersalah.
“Itu baru bisa jika hanya kasus penyerangan biasa. Aku juga melihat beberapa hal yang sangat mencurigakan. Ada beberapa orang yang perlu dipanggil juga.” Kata Jae Chan
“Kau bilang Hal yang sangat mencurigakan, Orang yang harus dipanggil? Tidak ada hal semacam itu. Takkan ada apapun bahkan jika menelaah dokumennya berbulan-bulan. Kenali lawanmu jika ingin menggertak. Dan Jae Chan, Aku tahu kartumu.” Ucap Yoo Bum mengancam.
“Yoo Bum. Apa Kau tahu yang lebih mengerikan daripada tidak mengetahui apapun?!! Yaitu Saat berpikir kau mengetahui segalanya.” Balas Jae Chan dengan gagah melawan Yoo Bum lalu berjalan dengan santai.
Setelah jarak beberapa jauh, Jae Chan langsung bersembunyi dibalik mobil. Dadanya berdegup kencang karena merasa sudah gila berani melawan Yoo Bum si licik, lalu mencoba mengingat nomor undian 45-15-35-43-27-33.

Hyang Mi menarik trolly untuk kasus yang sudah diselesaikan Jae Chan berbanding terbalik dengan tumpukan kasus yang diselesaikan Hee Min. Jae Chan melihatnya lalu memastikan kalau akan mengantarkannya kepada Park Jun Mo. Hyang Mi dengan mengejek kalau tak mungkin dirinya terlihat seperti akan dibuang ke tempat sampah.
Jae Chan melihat beberapa berkas lalu mengambilnya, kalau ingin memeriksa kasus Park Jun Mo lagi lalu bergegas pergi. Hyang Mi mengeluh dengan Jae Chan menngaku  hanya menggali dan marmot tanah.
“Itu sebabnya banyak kasus yang belum terselesaikan. Bertindak lamban jauh lebih buruk daripada bersikap bodoh. Aku kasihan kepadamu.” Ucap Sek Hee Mi. Diam-diam Tuan Park didepan ruangan melihat Jae Chan mengambil kasus yang ingin disetujuinya. 

Jae Chan masuk ke dalam ruangan meminta Tuan Choi agar memanggil  Park Jun Mo, lalu Lakukan pemeriksaan silang untuk dokter Rumah Sakit Kiyoung, dan korban yaitu Nyonya Do dan memanggil  keduanya di hari yang sama.
“Kupikir kasusnya sudah ditutup karena tak bisa diusut.” Kata Tuan Choi
“Aku mengusutnya kembali.” Kata Jae Chan yakin. Tuan Choi pun tak bisa mengelak pada perintah atasanya.
“Ohh.. yahh. Hampir lupa. Tolong minta dokter itu membawakan semua rekam medisnya.” Kata Jae Chan. Tuan Choi mengerti dan langsung mengeluh kalau harus lembur lagi.

Tuan Choi menelp Yoo Bum terlihat sedikit binggung. Yoo Bum dengan nada bahagia pun bertanya Kenapa menghubungi kantornya padahal  punya nomor ponselnya, lalu merasa merasa kalau mereka hanya membahas pekerjaan padahal tak seperti itu.
“Ini memang soal pekerjaan. Jaksa Jung ingin memanggil Tuan  Park untuk penyelidikan ulang. Aku ingin memastikan waktu yang tepat untuknya.” Kata Tuan Choi
“Ah, ia keterlaluan... Dia bisa mengirimkan semua pertanyaannya.” Ucap Yoo Bum biasa membuat bermain dengan kejaksaan.
“Kurasa kau tak memahami situasi ini. Tampaknya ia akan meminta surat panggilan jika Pak Park tidak hadir. Jika begitu, ini akan menjadi masalah besar.” Jelas Tuan Choi
“Aku tak bisa membiarkan itu. Aku akan berbicara dengannya. Jangan mengkhawatirkan masalah itu.” Kata Yoo Bum
Tuan Choi mengerti lalu menutup telpnya. Yoo Bum langsung mengumpat marah sambil mengacak-ngacak semua barang diatas meja, setelah itu menelp sekertarisnya agar mencari keberadaan istri dan putri Park Jung Mo.
“Aku sudah memintanya datang, tapi sepertinya takkan mudah.” Kata Tuan Choi. Jae chan juga berpikir seperti itu.
“Jaksa Jung... Pak Park ingin bertemu denganmu.” Kata Hyang Mi setelah memberikan berkasnya. Jae Chan nampak gugup, tapi berusaha untuk tenang mengingat nomor lotre 45-15-35-43-27-33, kalau ia akan memenangkanya. 


Jae Chan langsung diberikan minuman saat masuk ruangan Jaksa Park, Jaksa Park memuji kalau wajah Jae Chan itu memberikan dampak positif terhadap divisi mereka dan menurutnya Akan lebih baik jika bisa berkontribusi, untuk meningkatkan kinerja mereka. Jae Chan pun berjanji akan berusaha keras. Jaksa Park pun menyuruh Jae Chan untuk meminum tehnya.
“Sepertinya kau tak memasukkan kasus Park Jung Mo, ke dalam tumpukan laporan yang kau kirimkan untuk disetujui. Dan Kudengar itu kasus penyerangan dan korbannya tak menuntut. Kasus itu sudah jelas. Bukankah kau terlalu mengulurnya?” kata Jaksa Park yang membuat Jae Chan tak jadi meminum tehnya.
“Aku tak bisa mempercayai rekam medis dan ia bisa saja sering melakukan hal itu.” Kata Jae Chan.
“Apa Kau yakin bukan karena ini kasus Pengacara Lee Yoo Bum?” kata Jaksa Park. Jae Chan mengaku Bukan itu alasannya.
Di ruang depan, Sek Min sibuk mengetik yang terjadi didalam ruangan karena suara keduanya bisa terdengar. Tuan Park pun meminta Jae Chan  untuk memberikan berkas kasusnya dan fokuslah pada kasus lain, menurutnya karena itu sebabnya banyak kasus menumpuk.
“Aku akan menyelidiki lebih dalam dan memeriksa jika ada hal lain.” Kata Jae Chan
“Ada banyak kasus lain yang lebih mendesak. Kenapa kau bersikeras ingin menyelesaikan kasus itu? Jika terus seperti ini, maka kau seolah-olah ingin membalas Pengacara Lee.” Kata Jaksa Park
“Apa tidak boleh? Membalas dendam atau tidak, maka tak ada salahnya memeriksa kasusnya dengan teliti.” Kata Jae Chan berani melawan. Jaksa Park pikir Jae Chans sedang bercanda karena berani melawanya.
“Aku tak peduli meski Anda salah paham dengan maksudku. Jika kasusnya kutinggalkan hanya demi menghilangkan kesalahpahaman, maka kasusnya akan memburuk di masa depan. Jadi, aku berencana memeriksa semua hal, termasuk kejadian di masa lalu, dengan teliti.” Tegas Jae Chan.
“Hei... Beraninya kau!” teriak Jaksa Park 



Di ruangan Jaksa Lee
Sekertarisnya tak percaya kalau Tuan Park meneriakinya, "Beraninya kau!" menurutnya Tuan park pasti kesabarannya sudah habis. Karena kalimta "Beraninya kau!" jarang mengatakan itu. Ia pikir motto orang baru Jae Chan adalah "hidup dengan bersemangat, dalam waktu singkat." Dan Sepertinya terus melawan Tuan Park.
“Dia pemberani! Dia hidup seakan-akan ini hari terakhirnya!” kata Jaksa Lee melihat Jae Chan yang berbeda
Sementara Hee Min satu kampus dengan Jae Chan menceritakan dulu pernah dipukul oleh Jae Chan saat melawanya, menurutnya seniornya dikampus itu tak bisa menahan diri. Sekertarisnya bertanya apakah Jae Chan.  seperti itu saat masih kuliah.
“Tidak. Kenapa ia begitu berani? Apa Dia memenangkan lotre?” pikir Hee Min. 

Jae Chan sudah mengemudikan mobil baru, Salesnya mennanyakan perasaan Jae Chan kalau ini model luar biasa yaitu salah satu sedan mewah yang paling hemat bahan bakar jadi Akan berfungsi hanya dengan bau gas.
“Bisakah kau memotretku saat aku sedang mengemudi?” kata Jae Chan. Sei Sales pun dengan senang hati mengambil gambar Jae Chan.
“Apakah karena bagian dalamnya yang berwarna merah? Sangat sempurna untuk CEO muda.” Kata Si sales
“Mobil apa yang bagus untuk dijadikan mobil kedua?” tanya Jae Chan percaya diri karena bisa mendapatkan uang untuk mobil kedua.  Si Sales kaget tapi membuatnya senang.
“Benar. Memang sedang trendi membeli mobil baru untuk bersantai, sebagai tambahan mobil utama yang dipakai untuk bekerja.  Kemewahan yang menjadi kebutuhan.” Ungkap si Sales. Jae Chan melihat Hong Joo berjalan sendirian lalu sengaja menghentikan mobilnya. 

Jae Chan bertanya kemana Hong Joo akan pergi, Hong Joo pikir itu bukan urusanya. Jae Chan mengaku kalau Ada yang ingin dikatakan kalau sudah bilang kepada atasanya  bahwa akan menyelidiki ulang kasusnya dan akan mengungkap kebenarannya, apapun yang terjadi. Hong Joo tak percaya mendengarnya.
“Kenapa kau menyulitkan aku kalau akhirnya setuju juga? Apa Tindakan dan ucapanmu selalu bertolak belakang? Apa Kau munafik?” ejek Hong Joo
“Tidak... Bisa dibilang, aku selalu menepati janjiku.” Kata Jae chan. Hong Joo merasa tak seperti itu lalu bertanya mobil siapa yang dipakai Hong Joo.
“Aku sedang uji kemudi.” Kata Jae Chan. Hong Joo pikir Jae Chan  akan membelinya. Jae Chan juga tak tahu.
“Apa Kau membeli itu karena mempercayai kebohonganku, soal nomor lotre yang menang?” kata Hong Joo panik. Jae Chan agar kaget kalau ternyata itu bohong.
Hong Joo tak percaya kalau Jae Chan bisa mempercayainya. Jae Chan mengelak kalau gila mempercayai omong kosong seperti itu.  Hong Joo mengucap syukur dengan karena  Jae Chan berani melawan bukan karena bosnya.
“Sudah kubilang, aku bukan tipe orang, yang mau melakukan segalanya demi uang.” Ucap Jae Chan.
“Tentu aku tahu kau tak seperti itu, sekarang” kata Hong Joo. Jae Chan pun pamit pergi, lalu tiba-tiba seperti merasakan kakinya lemas saat berjalan. 


Jae Chan mengingat sudah melawan Yoo Bum dengan mengatakan “Aku sudah mempelajari berkasnya, dan sepertinya aku tak bisa melepaskannya begitu saja. Jadi, aku berencana memeriksa semua, termasuk insiden di masa lalu.” Setelah itu berbicara dengan Jaksa Park yang dibuatnya berteriak marah.
“Aku pasti sudah gila. Astaga...” ungkap Jae Chan kebingungan dengan nasibnya sekarang.
Sementara Sales menelp istrinya memberitahu klienya hari ini ingin membeli mobil tambahan jadi mereka bisa membelikan ponsel baru untuk anak mereka dan buru-buru menutup telpnya saat Jae Chan akan masuk ke dalam mobil.
“Pak, aku sudah memikirkan yang terbaik untukmu. Anda bilang ingin mobil kedua. Untuk mobil tambahan, kurasa mobil SUV sempurna. Itu sebabnya aku merekomendasikan model ini untuk Anda. Bagaimana menurutmu?” kata  Sales mengebu-gebu.
“Baguslah. Aku akan memikirkannya.”ucap Jae Chan.
“Benar. Kurasa terlalu cepat, jika kita membicarakan mobil tambahan sekarang. Lalu kapan Anda akan membeli model ini?” kata Sales
“Kurasa aku akan membelinya suatu hari nanti.” Ungkap Jae Chan dengan nada lemas. Wajah Sales langsung dongkol menyuruh Jae Chan untuk kembali ke toko sebelum jalanan mulai macet.


Hee Min masuk ruangan berbicara di telp membahas Jae Chan kalau ia lebih senior tapi terus memanggil namanya di tempat kerja, bahkan melawan Tuan Park seakan-akan hendak meninggalkan pekerjaan ini.  Ia pikir tahu karena sudah menangani kasus Park Jung Mo tahun lalu.
“Antusiasme saja tak cukup untuk menyelesaikan kasus itu.” Ucap Hee Min dengan memutar kursinya dan kaget melihat Jae Chan sudah ada di pojok ruanganya.
“Ada apa, Jaksa Jung? Sedang apa kau disini?” tanya Hee Min. Jae Chan menatap kertas lotre mengaku berpikir untuk meninggalkan pekerjaan ini.

“Apa Kau mendengar semuanya?” kata Hee Min panik. Jae Chan pun merobek kertas lotre mengajak Hee Min bicara santai saja karena tak ada orang diruangan. Hee Min mencoba menjelaskan tapi Jae Chan lebih dulu berbicara.
“Apa Kau juga gagal mendakwanya saat menangani kasusnya tahun lalu?” kata Jae Chan. Hee Min mencoba membela diri.
“Aku kemari bukan untuk berdebat, tapi Aku bertanya karena penasaran.” Ucap Jae Chan.
“Ya, aku tak berhasil mendakwanya dan Maaf aku masih terdengar formal. Ini takkan terjadi jika kau berhasil mendakwanya.” Kata Hee Min.
Jae Chan bertanya apakah Hee Min tak menyesal. Hee Min mengaku Tidak, karena akan membuat keputusan serupa jika bisa mengulangnya. Jae Chan ingin tahu alasanya. Hee Min yakin Jae Chan sudah dengan slogan "Kami akan berjuang demi keadilan dan hak asasi manusia Kami akan menjadi jaksa yang membantu kaum lemah" Jae Chan tahu kalau Itu Sumpah Jaksa.
“Terkadang, memperjuangkan keadilan, dan membantu kaum lemah tak berjalan beriringan. Seperti pada kasus Park Jun Mo. Ada banyak kasus KDRT,. menangkap suami, sang pemberi nafkah, akan membuat keluarganya kesulitan menopang hidup mereka sendiri.” Kata Hee Min
“Istrinya menulis pernyataan bukan karena memaafkannya.” Pikir Jae Chan.

“Kita semua tahu dan Kita hanya berpura-pura tidak tahu, karena ingin istrinya membuat keputusan. Antara tetap hidup dalam ruangan penuh duri, atau memberanikan diri menerobos dinding berduri itu. Orang-orang seperti kita, yang hidup di tengah taman bunga, bahkan tidak berhak memutuskan pilihan untuknya. Apa Kau ingin mendakwa dan menangkapnya tanpa hak itu? Tapi Itu, bukan keadilan tapi Itu keberanian yang bodoh.” Jelas Hee Min. Jae Chan pun hanya diam saja. 
Hee Chan keluar dari kantor kejaksaan Distrik Hangang Seoul" lalu mengingat ucapan Hee Min “Orang yang tak bisa membedakan tidak pantas menjadi jaksa.” Setelah itu menatap ID cardnya sebagai jaksa. Setelah itu berdiri seperti melihat kenangan kembali bersama dengan ayahnya. 
Flash Back
Tuan Jung sibuk memilih payung sambil menahan tawa. Hae Chan kesal meminta Tuan Jung Berhenti tertawa dan mengomel karena tak mau memberitahunya karena ingin tahu maksud Ayahnya memulai di level lebih tinggi dari Tingkat Sembilan. Tuan Jung mengartikan kalau Jae Chan  harus lulus ujian hukum.
“Aku akan melakukannya. Lalu Aku bisa menjadi apa jika lulus ujian hukum?” kata Jae Chan. Tuan Jung mengatakan  Jae Chan bisa menjadi banyak hal.
“Banyak pekerjaan yang akan tersedia, tapi ayah tak yakin.” Ejek Tuan Jung.
Saat itu seorang tentara masuk, Tuan Jung seperti merasakan sesuatu yang aneh dari tasnya.  Jae Chan melihat ayahnya hanya diam ingin tahua apa yang dingikan oleh ayahnya. Tuan Jung meminta tolong Jae Chan agar pulang mengambilkan ponselnya. Jae Chan menganguk mengerti.
“Jae Chan. Bagaimana jika menjadi jaksa? . Ayah ingin melihatmu menjadi jaksa.” ucap Tuan Jung sebelum Jae Chan keluar. Jae Chan pun langsung menyetujuinya dan akan mencobanya.
Jae Chan pun menunggu di pinggir jalan dengan payung, tiba-tiba kaca di dibelakangnya pecah dan terdengar bunyi letusan. Si tentara kabur dengan senapan panjang ditanganya. Jae Chan berlari masuk ke minimarket dan langsung menangis melihat ayahnya sudah terluka parah.
“Saat itulah aku sadar, Ayahku sudah membuat pilihan.”
Rumah duka penuh dengan wartawan dan juga penjabat yang keluar masuk, yaitu dari Kapten Jung Il Song dan supir bus, Nam Chul Du, yang menyelamatkan banyak orang dari tentara pelarian. Di ruangan yang berbeda. Jae Chan bersama ibu dan adiknya hanya bisa menangis karena kepergian Tuan Jung tiba-tiba.
“Ayah mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan orang lain. Dunia ini menyebutnya pahlawan. Tapi, Ibuku kehilangan suaminya karena pilihan itu, Lalu Seung Won dan aku kehilangan ayah kami tak bisa bilang, pilihannya membuatku bangga. Sebenarnya aku membenci itu. Untuk orang lain, pilihannya berarti keadilan. Tapi untukku, itu hanya keberanian yang bodoh.” 


Woo Tak terdiam melihat Jae Chan melamun dan akan pergi. Jae Chan pun bertanya apakah ada yang bisa dibantuh. Woo Tak  mengaku bisa dipercaya. Jae Chan binggung apa maksudnya.  Woo Tak pikir Jae Chan tak mengingatnya.
“Aku pria yang hampir tertabrak mobil di Hari Valentine.” Cerita Woo Tak, lalu melihat dahi yang diberi plester menanyakan keadaanya. Jae Chan mengaku baik-baik saja.
“Kau pria itu. Seharusnya aku berterima kasih lebih awal. Namaku Han Woo Tak.” Kata Woo Tak. Jae Chan pun mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri.
“Kau seorang jaksa.” Kata Woo Tak melihat ID Cardnya. Jae Chan mengaku memang berkerja di kejaksaan lalu melepaskan ID Cardnya.
“Apa Kau terluka?” tanya Jae Chan. Woo Tak dengan bangga kalau tak terluka karena berkat Jae Chan menjadi baik-baik saja.
“Aku ingin mentraktirmu makan dan Syukurlah kita bertemu. Bagaimana jika makan malam bersama hari ini? Apa Kau sudah ada janji?” kata Woo Tak. Jae Chan mengaku tak ada. Woo Tak pun mengajak Jae Chan untuk segera pergi kalau akan mentraktirmu makan daging panggang.
Saat berjalan mereka membahas kalau lahir di tahu naga dan ternyata mereka sebaya jadi bisa mengunakan bahasa Banmal selayaknya teman. Jae Chan langsung menolak. 


"Restoran Samgyeopsal Hong Joo"
So Yoon mengangkat piring bersih, Hong Joo melihatnnya menyuruh So Yoon belajar saja karena tak membutuhkan bantuannya. So Yoon dengan nada sombong mengaku melakukannya bukan untuk membantu tapi hanya bosan. Hong Joo mengejek So Yoon memang luar biasa.
“Seperti seseorang yang kukenal, perkataan dan ucapan berbeda. Kau sepertinya tegar, tapi sebenarnya lemah. Kau sepertinya baik, tapi perkataanmu jahat.” Ejek Hong Joo
“Bibi, dia ini pianis jadi Tak boleh melakukan pekerjaan yang bisa melukai tangannya.” Kata Seung Won mengambil dari tangan So Yoon dan So Yoon pun tersenyum mengikuti masuk ke dalam restoran. 

Sementara Hong Joo binggung bertanya-tanya dimana bibi yang di panggil oleh Seung Won. Dan saat itu Woo Tak datang bersama dengan Jae Chan menurutnya kebetulan sekal kalau bertemu lagi. Jae Chan binggung karena mereka seperti sudah saling kenal.
“Aku mengantarnya pulang dengan mobil polisiku beberapa hari lalu. Aku kemari karena ingin makan daging.” Kata Woo Tak.
“Yah, Apa kebetulan seperti ini bisa terjadi?” ucap Hong Joo terlihat senang dengan kedatangan Woo Tak
“Aku menyesal tak menanyakan namamu hari itu. Siapa namamu?” kata Woo Tak. Hong Joo pun menyebutkan namanya.
“Aku lahir di tahun 1988. Tahun Naga.” Kata Woo Tak setelah memberitahu namanya. Hong Joo mengak lahir ditahun yang sama.
Woo tak pun mengajak mereka untuk mengunakan bahasa banmal.  Hong Joo langsung menyetujuinya.  Jae Chan hanya diam saja melihat keduanya terlihat akrab. Woo Tak membuat lelucon kalau mereka bertiga itus shio naga jadi Seperti naga terbang. Hong Joo tertawa lalu berpikir kalau  Itu konyol sekali.
“Omong-omong, kau lebih cantik tanpa kacamata.” Komentar Woo Tak memuji. Hong Joo tersipu malu karena ada yang mujinya. Jae Chan seperti tak peduli memilih untuk  masuk restoran saja. 


Yoo Bum mengemudikan mobilnya, lalu anak buahnya memberitahu kalau sudah Aku menemukan keberadaan istri dan anak Park Jun Mo dan langsung memutar balik mobilnya dengan cepat.
Di restoran, Seung Won melayani kakaknya dengan sengaja menaruh makanan dengan cara membanting. Jae Chan langsung memarahi adiknya kalau sudah melarang terlibat dengan So Yoon dan sekarang malah ada di restoran Hong Joo dengan mengenakan celemek. Seun Chan mengaku kalau Itu yang ingin ditanyakan lalu bergegas pergi. Jae Chan pun hanya bisa mengumpat marah.
“Kupikir kalian berdua akur, tapi kalian sama seperti yang lainnya.” Komentar Woo Tak sambil memakan timu.
“Apa Kau juga tahu ia adikku? Apa Ini bukan kebetulan? Dari mulai berpapasan denganku sampai membawaku kemari.” Kata Jae Chan curiga

“Aku juga penasaran dengan itu. Ini semua kebetulan, atau takdir?” ucap Woo Tak memegang tangan Jae Chan seperti ingin mengoda. Jae Chan binggung dengan ucapan Woo Tak.
“Ahh.. Sebenarnya aku tak merasakan apapun. Apa Berarti ini bukan takdir?” kata Woo Tak.  Jae Chan berdiri dari tempat duduknya, Woo Tak bertanya kemana Jae Chan akan pergi. Jae Chan mengatakan mau ke toilet.

“Apa Mimpiku sungguh akan menjadi kenyataan? Di dalam mimpiku... Dalam perjalanan,. menuju restoran ini bersama Kyung Han, aku berpapasan dengan Jae Chan”
Mereka pun bertemu didepan kantor kejaksaaan bersama dengan Tuan Oh.
“Di dalam mimpiku, kami berpisah setelah berkenalan,. dan datang bersama Kyung Han. Sisanya sama dengan yang ada di dalam mimpiku. Dari tempat duduk pelanggan, sampai makanan yang mereka pesan. Semuanya persis. Aku hanya membuat, perubahan kecil dan Alih-alih Kyung Han, tapi kemari bersama Jae Chan.” 
Jae Chan kembali sambil mengeluh kalau tak ada air. Woo Tak mengaku merasa tak sabar. Jae Chan meminta Berhenti bergurau dan katakan dengan jujur apakah Ini semua kebetulan atau  sengaja membawanaya kemari menurutnya Lebih baik tak membicarakan omong kosong seperti takdir. Woo Tak meminta Jae Chan berhenti bicara.

“ini sama dengan mimpiku,maka pria itu akan masuk lewat pintu itu dalam lima detik.” Gumam Woo Tak lalu mulai menghintung mundur.
Saat itu juga Yoo Bum masuk ke dalam restoran, suasana mulai tegang. Nyonya Do dan anaknya terlihat agak ketakutan. Hong Joo langsung memegang tangan So Yoon dan langsung menanyakan alasan Yoo bum datang.  Woo Tak benar-benar tak percaya kalau Yoo Bum  masuk tepat dalam hitungan terakhir.
“Aku kemari bukan untuk menemuimu, Hong Joo. Tapi untuk berbicara dengan kalian sebagai pengacara Park Jun Mo.” Kata Yoo bm
“Aku sudah melihat banyak hal. Ini bukan kebetulan, ini takdir. Kau mengenal pria itu, 'kan?” kata Woo Tak. Jae Chan menatap Woo Tak dengan wajah binggung.
“Aku benar-benar penasaran, dengan Perubahan kecil yang kubuat. Akankah, itu mencegah kejadian buruk, yang akan segera terjadi?” gumam Woo Tak ternyata juga memiliki kemampuan membuat mimpi jadi kenyataan. 

Tempat abu "Mendiang Jung Il Song” saat baru meninggal, hanya foto keluarga. Sampai bertahun-tahun berlalu, Jae Chan memperlihatkan "Rapor, SMA Donggang" dan juga fotonya sebagai "Kantor Kejaksaan, Jaksa, Jung Jae Chan"
Bersambung ke episode 7

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

1 komentar:

  1. Bisa gak, kalo langsung di sediakan ling ep selanjut nya atau sebelum nya di bawah sini, jadi gak perlu bolak balik bolak balik. Ribet.

    BalasHapus