PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Rabu, 01 November 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 7 Part 1

PS : All images credit and content copyright : TVN
Ponsel Ji Ho berdering, Ji Ho mengangkat dengan speaker. Karena tak menyimpan ponselnya Ji Ho bertanya siapa itu. Bok Nam mengaku sebagai cowo yang ada digang. Ji Ho mengingat kalau orang itu yang ditemuinya saat mencari Bok Nam. Bok Nam membenarkan. Ji Ho pun bertanya ada apa menelpnya.
“Ada yang mau kukatakan. Apa Ada kertas di sampingmu?” ucap Bok Nam. Ji Ho mencari note. Bok Nam meminta pulpen. Ji Ho bisa menemukanya.
“Kalau pacar? Apa.... Pacar, punya?” ucap Bok Nam. Ji Ho terdiam dan Se Hee yang duduk di kursi menatapnya terlihat kaget. 
Ji Ho dengan tegas mengatakan kalau ia tak punya pacar, dengan menatap Se Hee. Se Hee mendengar jawawab Ji Ho memilih untuk pamit pergi, seperti tak ingin mencampuri urusanya. 

Ji Ho bertanya pada kenapa menanyakan itu padanya. Bok Nam emngaku kalau memlihat lihat Bok Nam *anjing* di gang dan berjalan sendirian lagi. Ji Ho kaget berrpikir kalau Bok Nam kabur dari rumah lagi, Tapi menurutnya sudah tidak ada hubungannya dengan dirinya sekarang.
“Lagipula kafe itu pasti sudah dapat pekerja sambilan yang baru. Apa harus kuberitahu nama kafenya? Kau bisa langsung menghubungi mereka.” Kata Ji Ho
“Gang yang sama waktu kita bertemu kemarin... Datanglah ke sana jam setengah 12 siang... Saat itu, carilah si Bok Nam.” Kata Bok Nam lalu menutup telpnya. Ji Ho binggung kenapa ia harus melakukanya, tapi Bok Nam sudah menutup telpnya.

Akhirnya Ia bicara pada Kitty, mengingat Jam berapa tadi harus datang. Berpikir kalau sebelas. Tapi Ia mencoba mengingat kalau itu jam setengah 12 dan berpikir seperti tak peduli. Menurutnya kalau anjing itu memang sendirian. Kitty memberikan suaranya kalau Ji Ho untuk pergi saja.
“Ya, ini karena aku tidak punya pekerjaan.. Aku punya banyak waktu luang.” Kata Ji Ho. Kitty kembali mengeluarkan suara dengan  seperti nada mengajak.
“Apa? Kau saja selalu tidur siang.” Keluh Ji Ho seperti Kitty mengejeknya yang selalu tidur siang. 
Di kantor
Semua mengerubingi meja Bom, seperti menganggui wajah seorang pria yang dianggap sebagai selebriti, karena tampan sekali. Se Hee datang melihat semua berkumpul bertanya Ada apa ini. Sang Goo menjelaskan mereka tengah menyaring profil. dan ada anggota terkeren yang baru mendaftar.
“Daebak. Dia dapat nilai tertinggi...” ungkap Bo Mi. Beberapa pria mengaku iri dan Si pria terlihat berhasil. Wajah Bok Nam terlihat close up.
“Bukankah itu skor tertinggi yang kita miliki sejauh ini? Anggota yang daftar aplikasi kita paling tinggi cuma dapat sembilan.” Kata Sang Goo. Semua pria membenarkan kalau Bok Nam  orang pertama yang dapat nilai tertinggi.
“Ini artinya dia tipe orang yang disukai anak muda belakangan ini. Dia seperti anak anjing.” Ungkap Sang Goo dan ingin tahu umurnya. Bo Mi memberitahu kalau umurnya 24.
“Berarti aku dua tahun lebih tua.” Kata Sang Goo percaya diri melihat dilayar [Skor Diamond: 9.18]


Ji Ho mencoba mencari Bok Nam *anjing* di tempat gang pertama kali bertemu. Bok Nam menepuk pundak Ji Ho, tapi Ji Ho yang ketakutan langsung berteriak kaget. Bok Nam pun juga ikuta kaget karena teriakan Ji Ho.
“Makanya kenapa kau pasang wajah jelek begitu? Buat kaget orang saja.” Keluh Bok Nam.  Ji Ho pikir Bok Nam juga seperti itu.
“Lalu Bok Nam-nya mana?” tanya Ji Ho tak melihat ada anjing. Bok Nam menyuruh Ji Ho untuk ikut dengannya. 

Ji Ho yang ditarik tanganya, menahan Bok Nam sebelum masuk ke restoran karena ingin tahuk keberadaan anjing itu maka kenapa harus masuk ke sana. Bok Nam menyuruh Ji Ho agar masuk jadi  bisa menemukannya. Ji Ho menolaknya karena gagal melamar kerja sambilan direstoran itu.
“Apa?!!!Bukankah pemiliknya menyuruhmu mencari si Bok Nam?” kata Bok Nam heran.
“Ya, makanya... Saat pertama kali bertemu, aku disuruh cari anjingnya, setelah itu, dia tidak pernah menghubungiku lagi. Artinya aku gagal dapat pekerjaan itu.” Ucap Ji Ho
“Tapi kenapa? Bagaimana kau bisa gagal, padahal kau lulusan sarjana?” ucap Bok Nam heran.
“Aku tentu bisa gagal... Mungkin Bisa jadi karena umurku atau kurangnya pengalamanku. Bos kafe ini mungkin merasa tidak nyaman.” Kata Ji Ho.
“Tidak nyaman apaan. Menurutmu Merasa tidak nyaman denganmu karena apa ? Dari sekali lihat saja, kau pasti orang yang mudah disuruh-suruh. Jadi Bisa-bisanya dia tidak menerimamu? Dia itu memang tak bakat mempekerjakan orang.” Kata Bok Nam marah-marah sendiri.
“Apa ini pujian?” pikir Ji Ho binggung karena dianggap orang yang mudah disuruh-suruh. Bok Nam membenarkan kalau itu pujian.
“Kau bekerja keras hari ini karena Bok Nam lagi. Bos kafe ini memang mengerikan. Padahal dia duluan yang menyuruhmu cari anjingnya. Betapa Teganya dia tak menerimamu jadi pekerja sambilan?” kata Bok Nam mengajak Ji Ho untuk masuk.
Ia pikir harus mencari tahu kenapa bos cafe itu tak menerimanya. Ji Ho pikir kenapa harus masuk tapi Bok Nam sudah menariknya lebih dulu. 


Si Bos melihat Bok Nam memarahinya kalau sibuk dan bertanya kemana saja. Ji Ho binggung, Si Bos memanggil nama Bok Nam dan mencari-cari anjing disekitar cafe. Bok Nam mengatakan kalau sengaja membawa pekerja paruh waktu untuk membantu.
“Hei, Bok Nam. Aku tidak menyuruhmu seperti ini.”kata si Bos. Ji Ho makin binggung dimana Bok Nam itu.
“Dia akan kujadikan asistenku mulai besok.” Kata Bok Nam sambil memakai celemek. Ji Ho bisa melihat nama Bok Nam yang ada dicelemek.
“Rambutnya cokelat berbulu, Baju Merah muda. Jadi Bok Nam itu orang?” kata Ji Ho kaget karena salah mengira.
“Jika dia tidak dipekerjakan disini, maka aku akan mengundurkan diri.” Kata Bok Nam. Ji Ho dan si Bos berteriak kaget. 

Ji Ho keluar dengan Bos, di depan cafe si  bos mengaku  tadinya mau menelepon Ji Ho tapi toko lagi sibuk sekali. Ji Ho bisa mengerti, lalu bertanya apakah ia memang kurang cocok berkerja di cafe tapi terpaksa menerima karena Bok Nam.
“Tidak. Asal Bok Nam menyukaimu, aku tak masalah. Orang harus menyukai rekan mereka... Kalau begitu, sampai ketemu besok.” Kata Bos. Ji Ho pun mengucapkan terimakasih. 

Ji Ho melihat Bok Nam sedang merokok di parkiran dan mendekatinya, Bok Nam bertanya apakah Ji Ho sudah diterima kerja. Ji Ho menganguk. Bok Nam berkomentar kalau itu bagus,
“Kenapa kau begini padaku?” tanya Ji Ho. Bok Nam balik bertanya begini apa maksudnya. Ji Ho terlihat binggung menjelaskanya.
“Apa Maksudmu, aku menghubungimu Atau tidak memberitahu namaku,Atau soal mencarikanmu pekerjaan? Yang mana yang kau maksud?” ucap Bom Nam. Ji Ho menjawab kalau itu ketiga-tiganya.
“Hii.. Bok Nam! Kirim pesanannya sekarang juga.” Teriak Bos dari depan pintu. Bok Nam mengerti lalu naik motornya. 

Ji Ho hanya menatap dari jauh. Bok Nam menyuruh Ji Ho untuk mendekat, lalu memasangkan helm. Ji Ho binggung kenapa harus mengunakan helm. Bok Nam pikir Ji Ho tadi menanyakan hal itu, karena sekarang diminta mengirim pesanan jadi menyuruh Ji Ho naik motor.
Setelah itu Ia pikir Nanti bisa menjawab pertanyaanya kalau  sudah sampai. Ji Ho tak percaya begitu saja. Bok Nam dengan tatapanya menegaskan kalau serius jadi menyuruhnya agar naik karena sangat sibuk. 

Se Hee dkk baru saja makan siang dan akan kembali ke kantor, Bo Mi tiba-tiba melihat istrinya Se Hee yang dibonceng motor oleh seorang pria dan berhenti diseberang jalan. Sang Goo dkk melihat dari kejauhan saat Ji Ho turun melepaskan helm dan Bok Nam ingin merapihkan rambutnya. Ji Ho pun berusaha menghindar. Bok Nam pikir Ji Ho tak perlu canggung.
“Sekarang, jawablah. Kenapa kau melakukannya?” tanya Ji Ho tak ingin berlama-lama.
“Ya menurutmu kenapa? Itu karena aku menyukaimu.” Ucap Bok Nam blak-blakan. Ji Ho kaget karena ada orang yang menyukainya. Bok Nam pikir siapa lagi yang harus disukai selain Ji Ho yang ada didepanya.
Ia berbicara pada pelanggan di telp, kalau sudah dekat jadi meminta izin lebih dulu untuk datang, setelah menutup telpnya pamit pergi pada Ji Ho dan akan bertemu besok. Ji Ho lebih dulu bicara sebelum  Bok Nam masuk.
“Kurasa aku membuatmu jadi salah paham... Mengenai Pacar, memang aku tak punya..., tapi aku punya suami.” Kata Ji Ho. 


Dari seberang jalan, mereka melihat Ji Ho yang berbicara dengan pria yang lebih muda. Sang Goo menenangkan kalau pria itu adiknya, karena kelihatan mirip. Bo Mi mengeluh kalau mereka  sudah pernah lihat adiknya di pesta pernikahan. Sang Go memberikan kode agar Bo Mi jangan membuat temanya panik. 

Bok Nam mendengar Ji Ho yang punya suami malah bertanya “Lalu kenapa?” seperti tak ada masalah. Ji Ho kaget dengan komentar Bok Nam.
“Kalau kau punya suami, lalu aku bisa apa. Kalau kau punya suami, Apa kau tak boleh punya pacar?” ucap Bok Nam santai. Ji Ho kaget karena baru pertama kali melihat pria yang menyukainya bahkan setelah mengetahui memiliki suami. 

[Episode 6: Karena ini YOLO (You Only Live Once=Hidup Hanya Sekali) Pertamaku]
Di kamar,  Soo Ji kaget mengulang kalau Bok Nam mengatakan  "Kalau kau punya suami, apa kau tak boleh punya pacar?" dan ingin tahu apa yang dikatakan temanya setelah mendengar kalimat itu.   JI Ho mengaku kalau Tidak ada, karena terlalu tertegun untuk membalas ucapan Bok Nam.
“Anak-anak zaman sekarang memang begitu berani. Kau bilang Berapa umurnya? Apakah 24?” kata Soo Ji. Ji Ho membenarkan.
“Dan Bisa-bisanya dia main-main denganku? Soo Ji, bekerja keraslah menekuni pekerjaanmu, Walaupun sulit, tetaplah bertahan. Karena aku berhenti menjadi penulis, maka aku tak bisa apa-apa lagi.” Kata Ji Ho lalu membaringkan tubuhnya dengan helaan nafas.
“Bahkan Umurku sudah setengah jalan menjadi 60, tapi aku bekerja sama pria yang lebih muda dari adikku sendiri, dan aku dikerjai sama dia.” Kata Ji Ho merasa dipermainkan hatinya oleh Bok Nam.
“Menurutku, kau tak boleh bilang begitu denganku yang, selalu dikerjai sama pria-pria tua tiap hari.” Keluh Soo Ji. Ji Ho pun meminta maaf pada temanya.
“Lalu Ho Rang mana? Bukannya restoran tutup hari ini?” tanya Ji Ho mengingat satu temanya.
“Dia lagi uring-uringan sekarang.” Kata Soo Jin. Ji Ho kaget ingin tahu kenapa temanya bisa seperti itu. 


Ho Rang membalikan tubuhnya ke kanan dan kiri seperti tak bisa tidur nyenyak, dalam pikiran teringat kata-kata Won Seok “Tapi kau mencintaiku. Tentu saja. Kau tahu sendiri, aku mana bisa hidup tanpamu. Tapi aku tidak tahu apa menikah itu sama halnya dengan mencintai.”
“Pernikahan itu soal merawat anak-anak dan bertanggung jawab Jadi mana bisa aku memikirkan soal pernikahan sekarang? Cinta dan pernikahan kurasa dua hal yang berbeda.”
Ho Rang akhirnya bangun dari tempat tidurnya mencoba menyadarkan diri, kalau Tidak ada waktu baginya jadi seperti ini.

Soo Ji membuka kotak ayam goreng di meja makan, lalu mendengar suara bel rumah. Ia pikir kalau kurir lupa mengirim lobak, Ji Ho pikir tidak, karena lobaknya ada ditangannya. Soo Ji akhirnya bertanya siapa yang datang. Ho Rang berteriak kalau ia yang datang dan bergegas masuk setelah Soo Ji membuka pintu.
“ Ada apa? Kukira kau tidak bisa datang.” Ucap Soo Ji melihat temanya langsung duduk di meja makan.
“Rekomendasikanlah beberapa buku buatku.” Kata Ho Rang. Soo Ji heran apakah buku untuk dibaca.
“Kenapa kau butuh buku?” tanya Soo Ji sinis.  Ji Ho seperti bisa menebak temanya lagi uring-uringan, langsung bertanya buku apa yang dibutuhkan temanya.
“Tentang reproduksi umat manusia dan kebutuhan akan pernikahan.” Ucap Ho Rang. Ji Ho pikir ini berhubungan dengan Won Seok dan Soo Ji ingin tahu keadan temanya sekarang.
“Apa pikiranmu terasa mau meledak karena mendengar alasan dia?” kata Soo Ji
“Tidak. Pikiranku jadi lebih jernih sekarang. Dia mencintaiku, tapi dia tidak yakin soal pernikahan? Jika dia bilang begitu, apa dia pikir aku bakal langsung... mengatakan "Jika kau mencintaiku...,kenapa aku tidak berada di masa depanmu?" Haruskah aku menangis sendirian di kamarku? Memangnya dia anggap aku ini apa?” ucap Ho Rang dengan nada tinggi.
“Aku mulai merinding.  Kalau seperti ini terus, maka dia bisa-bisa pergi ke Cannes.” Komentar Soo Ji
“Kalian tahu, kan? Butuh waktu tujuh tahun memperbaiki Won Seok si lugu menjadi pacar yang sempurna seperti sekarang ini. Tapi aku hanya melatihnya untuk menjadi pacar sampai sekarang. Jadi sekarang, aku harus mengubahnya menjadi calon suami. Aku mau ke toko buku, jadi SMS aku judul bukunya.” Kata Ho Rang. Soo Ji menyuruh Ho Rang makan dulu.
“Tak perlu. Aku tidak punya waktu mengobrol dengan kalian.” Kata Ho Rang bergegas pergi.
“Seorang pria kelahiran tahun 1994 minta nomornya si Ji Ho.” Kata Soo Ji. Ji Ho berteriak kesal pada temanya.
Ho Rang berhenti melangkah langsung bertanya jadi berapa umurnya. Soo Ji menjawab kalau umurnya 24 tahun.  Ho Rang kembali duduk meminta Soo Ji agar mengeluarkan soju. Soo Ji terlihat bahagia. 

Se Hee melihat Ji Ho pulang lebih telat, Ji Ho berjongkoak melihat Se Hee sedang membersihkan lantai dan bertanya apakah kucingnya muntah. Se Hee pikir seperti itu karena baru melihatnya setelah pulang kantor. Ji Ho seperti  panik berpikir Kitty sakit.
“Terkadang, kucing muntah tanpa alasan..., tapi aku harus membawanya ke dokter hewan buat berjaga-jaga.” Ucap Se Hee
“Kalau kau besok lembur, maka aku bisa, besok sore yang bawa dia...” kata Ji Ho lalu teringat ucapan Se Hee sebelumnya.  “Aku hanya merasa sedikit tidak nyaman.  Dia 'kan kucingku..., tapi orang lain memanggilnya pakai nama lain. Jadi rasanya tidak nyaman.”
Se Hee melihat Ji Ho terdiam bertanya sore besok kenapa, Ji Ho mengaku kalau besok ia sudah berkerja. Se Hee mengetahui kalau itu Kafe YOLO di dekat kantornya karena melihat Ji Ho di dekat kantor siang tadi dan naik motor.
“Ya, tadi aku pergi ke dekat situ. Kau melihatnya, kan? Pekerja sambilan di sana menyuruhku ikut juga karena kami sibuk. Tapi dia itu suka mengerjai-ku. Sejak hari pertama bertemu...” ucap Ji Ho langsung disela oleh Se Hee.
“Kau sepertinya sejak hari pertama, sudah dekat dengannya... Si pekerja sambilan itu.” Kata Se Hee seperti terdengar cemburu.
“Yah.. itu karena kami bekerja di kafe yang sama.” Pikir Ji Ho
“Kalian hanya bekerja di sana, tapi sepertinya kau sangat dekat dengan si pekerja sambilan itu. Kalau begitu, beristirahatlah.” Ucap Se Hee akan kembali ke kamar. Ji Ho ingin bicara dengan Se Hee.
“Apa mungkin kau marah padaku?” tanya Ji Ho. Se Hee mengaku tidak karena tak ada alasan dirinya marah lalu kembali ke kamar.
“Benar juga. Kenapa dia harus marah? Lagipula Mana mungkin dia marah. Mungkin dia kecewa karena si kucing.” Komentar Ji Ho melihat Se Hee kembali ke kamar. 

Se Hee duduk dikamar dengan kucingnya, melihat foto profile Bok Nam, [Datanglah ke Kafe YOLO, Usia 24, Tinggal di Seoul, Mahasiswa]
Flash Back
Se Hee membuat kopi di pantry mendengar teman-temanya mengetahui  kalau Bok Nam yang mendapatkan nilai panggil tinggi yang sebelumnya bertemu diseberang jalan. Temanya melihat kalau pria  Mungkin kerja sambilan di Kafe YOLO, karena kafe itu baru buka.
“Kudengar Ji Ho juga lagi mencari pekerjaan sambilan Berarti, mereka pasti rekan kerja.” Kata Sang Goo seperti tak ingin membuat temanya resah
“Tapi pekerja sambilan macam apa yang mengendarai motor keren seperti itu. Bukankah motor itu harganya kira-kira 40 juta?” kata pekerja yang lainya. Bo Mi pikir Bisa jadi 2 kali lipat harganya.
“Kenapa dia kerja sambilan, padahal dia punya motor mahal ini? Ini Tak masuk akal.” Kata Bo Mi
Se Hee terdiam dikamar kembali melihat foto yang diunggal Bok Nam didepan motornya, dengan bertuliskan [Datanglah ke Kafe YOLO, Usia 24, Tinggal di Seoul, Mahasiswa]


Won Seok sibuk menyelesaikan formulir [Pendaftaran Tempat Hunian] lalu bertanya pada Ho Rang apakah lampu kamar mau dimatikan,  Ho Rang menjawab nanti setelah menyelesai selesai menonton video. Won Seok ingin tahu apa yang ditonton pacarnya.  Ho Rang memperlihatkan para pria yang sedang melakukan fitness.  
“Ho Rang.. Kenapa kau menonton itu? Kau bukan seperti biasanya.” Kata Won Seok heran
“Maaf, harap maklum... Aku lagi dalam masa suburku.” Ucap Ho Rang. Won Seok binggung bertanya Apa hubungannya dengan video itu.
“Wanita mengalami peningkatan hormon Luteinizing yang tajam pada saat seperti ini.” Kata Ho Rang terlihat jenius dengan kacamatany. Won Seok binggung Hormon apa yang dimaksud.
“Artinya, menyebabkan kenaikan kadar estrogen. Itu Mungkin karena aku ingin sekali menghasilkan keturunan, sampai-sampai secara naluriah aku ingin melihat pria berotot ini.” Kata Ho Rang. Won Seok langsung membuka kancing piayamanya. Ho Rang bingung apa yang akan dilakukan Won Seok.
“Jadi barusan 'kan kau bilang, estrogenmu lagi banyak-banyaknya, 'kan? Jadi pacar yang kuat seperti aku ada di sini, untuk mengeluarkan hormonmu. Aku harus mencaritahu alasan keberadaanku malam ini.” Ucap Won Seok sudah siap menariknya ke kasur.
Ho Rang malah membuat Won Seok terlempar ke kasur, meminta maaf karena ia tidak bisa melakukannya malam ini. Won Seok binggung untuk kesekian kalinya. Ho Rang menjelaskan, kalau Memang benar hasrat seksual wanita lagi tinggi-tingginya pada saat masa subur.  Tapi tetap saja, wanita tidak mengizinkan pria sebagai pasangan mereka.
“Secara psikologis, para wanita mencari, seorang pria yang aman dan stabil yang bisa melindunginya. Kita saja tidak punya niat untuk menikah, jadi kurasa tubuhku secara naluriah menganggapmu sebagai faktor berbahaya.”kata Ho Rang
“Burung tertentu juga seperti itu. Burung betina meninggalkan pasangan mereka jika si jantan tidak membangun sarang yang stabil.” Kata Ho Rang memberikan perumpaanya.
“Aku tidak tahu ada burung seperti itu... Berarti ini tentang binatang... Tapi kau dan aku bukan burung.”ucap Won Seok
“Manusia juga binatang. Apa Kau belum pernah baca "The Selfish Gene"? Tertulis disana "Manusia merupakan mesin bertahan hidup yang diprogram secara membabi buta untuk melestarikan molekul egois yang disebut sebagai gen."” Kata Ho Rang

Won Seok tak percaya kalau Ho Rang sudah membacanya. Ho Rang pun meminta Won Seok untuk bisa maklum selama masa suburnya karena butuh sarana untuk melepaskan keinginannya. Won Seok seperti sedih bertany pada Ho Rang, apakah mencintainya.
“Tentu saja. Kau tahu sendiri, aku mana bisa hidup tanpamu.” Kata Ho Rang. Won Seok pun meminta Ho Rang berhentilah menonton itu, dan tidurlah dengannya.
“Aku juga mempertimbangkannya setelah mendengar pendapatmu. Ada kemungkinan aku bakal hamil, jika aku tidur denganmu. Kita harus mempertimbangkan kemungkinan risikonya. Tapi aku tidak bisa melakukan hal seperti itu dengan orang yang tidak yakin. Jadi... Hanya karena aku mencintaimu, maka aku tidak akan tidur denganmu.” Kata Ho Rang. Won Seok melonggo kaget.
“Ini sungguh berat... Pikiran ini terlintas di benakku dari waktu ke waktu. "Apa cinta dan hasrat seksual itu hal yang sama?"” kata Ho Rang.
“Ho Rang... Dari mana kau beli kacamata itu?” tanya Won Seok. Ho Rang mengatakan baru beli hari ini.
“Ada pekerja baru di optik itu. Dia mirip seperti orang di video ini.” Kata Ho Rang. Won Seok seperti kesal memilih pergi ke kamar mandi. Ho Rang seperti senang karena Won Seok masuk ke dalam rencananya. 




Ji Ho keluar dari kamar bertemu dengan Se Hee yang akan berangkat ke kantor. Se Hee melihat Ji Ho yang bangun pagi juga. Ji Ho mengataakn harus kerja mulai hari ini. Keduanya akhirnya duduk di bus bersebelahan tanpa banyak bicara.
“Aku belum sempat sarapan tadi.” Ucap Ji Ho memakan cookies bar, Se Hee menganguk mengerti. Ji Ho pun memberikan satu buah untuk Se Hee karena enak sebagai pengganti sarapan.
Se Hee menerimanya dengan mengucapkan terimakasih dan menaruh dalam jaketnya. Ji Ho ingin menekan bel kalau akan turun, tapi Se Hee lebih dulu membantu menekan bel karena jaraknya yang dekat.
“Apa Kau turun di halte berikutnya?” kata Se Hee setelah menekan bel. Ji Ho membenarkan.
“Kafe-mu dekat perusahaanku.” Kata Se Hee. Ji Ho tahu lalu berpikir kalau memang Se Hee ada waktu bisa datang, lalu kembali teringat perkataan Se Hee.
“Aku ingin menghindari situasi di mana kita harus bertindak seperti pasangan yang sudah menikah.” Akhirnya Ia pikir Se Hee tak perlu melakukanya dan bergegas turun saat bus berhenti.
Se Hee mendengar suara memanggil Nunna, melihat Bok Nam sudah menunggu Ji Ho di halte bus dan bus pun pergi meninggalkan halte. 


Ji Ho kaget karena Bok Nam sudah memanggilnya “Nunna”. Bok Nam pikir apakah ia harus memanggilnya “Hyung” menurutnya Ji Ho itu  manis, jadi Noona dan untuk selanjutnya  akan memanggil seperti itu. Ji Ho tak percaya Bok Nam memang benar-benar berani.
“Tetap saja, jangan terlalu santai padaku... Aku ini lebih konservatif dari yang kau kira. Aku tidak ingin teman kencanku memperlakukanku dengan santai.” Kata Bok Nam lalu pergi menaiki motornya.
“Apa ada pelajaran privat yang mengajari orang keterampilan menggoda seperti itu? Daebak sekali dia.” Kata Ji Ho tak percaya melihat sikap Bok Nam bisa mengambil hati wanita. 

Ji Ho mencuci bahan-bahan makanan, Bok Nam memberikan sekeranjang paprika meminta Ji Ho agar mencucinya. Ji Ho menganguk mengerti dengan sekali menahan rambutnya agar tak terkena air. Tiba-tiba Bok Nam yang sedari tadi melihatnya langsung mengikat rambut Ji Ho. Ji Ho kaget, berpikir kalau ia bisa melakukanya sendiri.
“Aku sudah hampir selesai.” Kata Bok Nam yang terlihat rapih mengikat rambut Ji Ho dengan pita dibagian atas.
“Dari mana kau dapat ikat rambutnya?” tanya Ji Ho. Bok Na mengatakan kalau tadi beli waktu saat berangkat kerja.
“Noona, kau kelihatan lebih cantik kalau rambutnya diikat seperti ini.” Puji Bok Nam. Ji Ho pikir Bok Nam belum pernah lihat saat mengikat rambutnya. .
“Aku belum pernah mengikat rambutku di sini sebelumnya.” Kata Ji Ho
“Itu... aku bilang begitu karena kau mungkin terlihat jauh lebih cantik. Jadi Ikatlah rambutmu, karena bagian Lehermu bagus.” Goda Bok Nam kembali yang membuat Ji Ho terdiam. 

Ji Ho berdiri di belakang restoran, membaca pesan dari Soo Ji di grup
“Apa Kau lagi kerja? Bagaimana si pekerja sambilan ABG itu?” tulis Soo Ji
“Apa dia kaget waktu kau bilang sudah menikah?” tulis Ho Rang
“Tidak, dia sama sekali tidak kaget.” Balas Ji Ho
“Apa? Apakah dia masih mencoba menggodamu?” tulis Soo Ji
“Entahlah. Aku tidak tahu apa dia hanya ingin main-main atau memang menyukaiku. Tadi saja, dia membelikanku ikat rambut dan mengikat rambutku.” Cerita Ji Ho pada teman-temannya dalam grup.
“Apa? Hei. Bukankah itu namanya pelecehan seksual? Beraninya dia?”balas Soo Ji dengan emoticon marah.
“Dasar cabul... Kita harus kasih dia pelajaran.” Tulis Ho Rang dengan gambar wanita marah
“Ji Ho, tunggu sebentar... Kami sebentar lagi sampai.” Balas Soo Ji tak sabar melawan laki Abg yang mengoda temanya. 


Soo Ji dan Ho Rang sudah sampai di cafe, tapi wajahnya langsung melonggo tak berdaya melihat ketampanan Bok Nam. Bok Nam meminta maaf karen tadi Ho Rang yang pesan tak pakai krim kocok, tapi lupa  jadi akan membuatnya lagi.
“Tidak perlu. Tak apa... Berat badanku mudah turun. Jadi aku tak masalah pakai krim kocok... Terima kasih banyak, Akan kuminum ini sampai habis.” Ucap Ho Rang menebar senyum terkesima.
“Ini teh lavender pesanan Anda. Itu masih panas, jadi pelan-pelan minumnya. Selamat menikmati.” Kata Bok Nam pada Soo Ji. Ji Ho melihat temanya terpana akhirnya mendekatinya. 

“Hei. Kalian tadi bilang pelecehan seksual dan mau  memberikan pelajaran.” Keluh Ji Ho kesal melihat sikap temanya.
“Kawan, inilah kesempatanmu membuat kenangan seumur hidupmu.” Ucap Soo Ji terus menatap kearah Bok Nam. Ji Ho menyuruh temanya diam karena perkataanya benar-benar gila.
“Apa aku tidak menikah saja? Aku rasa pengalamanku tidak cukup akan dunia ini.” Kata Ho Rang
Ji Ho benar-benar tak habis pikir dengan dua temanya, Bok Nam memberikan senyumanya. Soo Ji dan Ho Rang langsung melambaikan tangan Ji Ho terlihat malu melihat sikap temanya. 

Semua pegawai mengupcakan Terima kasih, CEO Ma atas traktiranya. Sang Goo pikir tak perlu seperti itu karena bos mereka, jadi hanya itu yang bisa dilakuakn bahkan Biayanya pun tak sampai sejuta.
“Dan makanan penutupnya, Nam Se Hee yang bayar.” Ucap Sang Goo. Se He melotot pada temanya karena tiba-tiba ditunjuk.
“Kalau begitu, ke tempat kafenya si Ji Ho kerja sambilan saja.” Kata Bo Mi. Se Hee pun melotot kaget pada Bo Mi. Semua langsung setuju bergegas pergi dan Se Hee seperti tak bisa menolak. 

Ji Ho melihat Se Hee dkk datang, sempat memberikan salam dengan membungkuk pada suami kontraknya. Bo Mi dkk sibuk memilih cake yang akan dipesan lalu bertanya pada Ji Ho mana yang special dari cafenya karena Se Hee yang bayar.
“Cheesecake dan kue coklat sangat populer.” Kata Ji Ho. Bo Mi dkk sibuk memilih kue dari blueberry cheesecak, cholcoate mousse, cheesecake, Tiramisu.  Se Hee berjalan didepan kasir,  Bok Nam bertanya apa yang mau dipesan.
“Tujuh cangkir Americano.”kata Se Hee. Semua melonggo mendengarnya.
“Apa kau mau memesan kuenya?” tanya Bok Nam. Se Hee dengan wajah datarnya mengaku tidak.
“Siapa yang mau es kopi?” tanya Se Hee. Semua hanya diam. Se Hee pikir tak ada yang mau. 

Semua duduk dengan wajah menahan malau, Sang Goo heran malihat Se Hee benar-benar tak punya malu, karena harga kue tidak semahal itu dan tega tak mau mentraktir mereka padahal gajinya yang paling besar menurutnya itu sangat memalukan sekali.
“Sayangnya, pengeluaranku untuk bulan ini juga paling besar. Kalau angsuranku rumahku lunas, barulah...aku akan mentraktir makan malam perusahaan. Aku akan membelikan kalian daging sapi.” Kata Se Hee. Semua terlihat bersemangat.
“Kapan itu?” tanya Sang Goo. Se Hee dengan santai menjawab Tahun 2048. Ji Ho diam-diam mendengar pembicaran sambil membersihkan meja.
“Apa nanti aku bisa mengunyah dagingnya dengan semestinya? Apa kau pikir nanti masih hidup?” ejek Sang Goo.
“Masih ada 31 tahun lagi sampai 2048. Bukankah kau perlu hidup untuk mentraktir makan malam perusahaan?” keluh pegawai lainya. 

Bok Nam datang membawakan piring-piring berisi kue, Bo Mi binggung melihatnya. Bok Nam mengatakan Ini layanan dari mereka. Sang Goo pun mengucapkan terimakasih memuji Bok Nam memang orang yang baik dan iSecara pribadi, ada yang ingin ditanyakan pada Bok Nam.
“Apa kau dari keluarga yang penuh kasih, bahagia, dan kaya? Aku lihat motormu di luar dan Motor itu bukan hal yang dibeli, pakai uang sendiri karena harganya mahal. Apa kau anak dari keluarga yang terkenal dan kaya raya? Kau mungkin kerja disini hanya untuk cari pengalaman saja.” Kata Sang Goo.
“Tidak, bukan seperti itu.. Aku baru pindah ke ruang semi-basement, agar bisa beli motor itu.” Kata Bok Nam. Semua melonggo tak percaya.
“Kau mengorbankan rumahmu demi sepeda motormu. Kau memang menjalani hidup YOLO... Kau menjalani hidupmu.” Ungkap Sang Goo
“Aku hanya hidup sekali. Aku tidak ingin menyia-nyiakan hidupku Untuk bayar angsuran rumah. Kurasa orang yang "House Poor" agak menyedihkan” kata Bok Nam seperti mengejek Se Hee.
“Kau tak perlu berpendapat orang house poor agak menyedihkan. Setiap orang punya tujuan yang berbeda.” Balas Se Hee.
“Mana bisa itu disebut tujuan hidup. Itu artinya kau hanya tidak mengurus hidupmu. Bisa-bisanya kau mengorbankan hidupmu demi punya rumah? Hidup itu harus dinikmati.” Kata Bok Nam.
“ Kau ingin percaya bahwa menikmati setiap saat dalam hidupmu. YOLO sendiri itu pola belanja nihilistik. Penghasilanmu tak banyak dan kau tidak bisa menabung sama sekali. Jadi kau hanya ingin menghabiskan semuanya, untuk melupakan situasi menyedihkanmu.” Ucap Se Hee,
Bok Nam seperti terdiam mendengar kata “Melupakan” lalu berkomentar kalau Pendapat Se Hee yang  sangat berbeda darinya, jadi merasa kalau Se Hee pasti banyak belajar dan akhirnya menyuruh mereka agar menikmati kue dan melupakan stres mereka hari ini. Semua pun terlihat senang menikmati kue gratis dari Bok Nam.

Ji Ho mengantar Se Hee sampai ke depan pintu, Se Hee berkata kalau mereka akan bertemu dirumah. Ji Ho bertanya Apa nanti Se Hee pulang telat. Se Hee pikir Jika tidak ada kerjaan mendadak, maka bisa langsung pulang. Ji Ho mengerti dan mengucapkan juga kalau akan bertemu dirumah.
“Ji Ho , kau sendiri pulang telat?” tanya Se Hee seperti peduli dengan Ji Ho.

“Aku juga, kalau tak ada kerjaan mendadak, maka aku bisa langsung pulang. Kenapa?” kata Ji Ho. Se Hee mengaku cuma tanya saja lalu keluar dari restoran. 
Bo Mi keluar belakangan bertanya pada Ji Ho,  ingin tahu apakah kalau pria YOLO itu punya pacar. Ji Ho mengaku tak tahu, tapi menurutnya tidak. Bo Mi mengangguk mengert lalu pamit pergi dan memberikan semangat pada Ji Ho. 

Bo Mi jalan dengan Se Hee bertanya Apa yang akan dilakukan rekan kerjanya itu. Se Hee sibuk melihat ponselnya tak mengerti maksud Bo Mi. Bo Mi memberitahu kalau Pria Si YOLO itu menyukai Ji Ho, menurutnya Se Hee perlu mengkhawatirkannya. Se Hee malah balik bertanya kenapa harus seperti itu.
“Kau 'kan suaminya.” Ucap Bo Mi heran melihat sikap Se Hee yang datar.
“Meskipun aku suaminya, bukan berarti aku berhak menyuruh istriku apa yang harus dilakukan dengan kehidupan pribadinya. Bagaimanapun juga, itu tempat kerja yang dipilih Ji Ho. Apapun yang terjadi di sana, itu tentang kehidupan kerja Ji Ho. Aku tidak bisa menceramahinya karena aku suaminya.” Ucap Se Hee.
“Sudah kuduga kau seperti ini, tapi pernikahanmu... mirip sekali dengan kau, Tuan Se Hee.Walau begitu, kau harus menunjukkan rasa kecemburuan. Wanita terkadang suka kekasihnya cemburu.” Saran Bo Mi. Se Hee binggung.
“Kau bilang Kecemburuan? Apa Kau yakin sedang berbicara denganku sekarang?” kata Se Hee heran
Bo Mi pikir Se Hee itu sedari tadi cemburu, Se Hee mengatakan tidak. Bo Mi mengejak kalau Se Hee hanya bolak balik baca ramalan cuaca selama satu jam. Se Hee mengatakan Ada banyak hal yang perlu dibaca kalau soal ramalan cuaca. Bo Mi bisa mengerti dengan nada mengejek berjalan pergi.
“Heii.. Apa-apaan sikapmu barusan? Bo Mi.., aku ingin kau minta maaf... Ini ramalan cuacanya.. Aku bukan membaca ramalan cuaca Korea saja.” Tegas Se Hee memperlihatkan ponselnya. Bo Mi berjalan cepat seperti tak bisa percaya begitu saja.
Bersambung ke Part 2

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar