PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Rabu, 29 November 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 16 Part 2

PS : All images credit and content copyright : TVN
Ji Ho masuk kamar melihat Se Hee sedang tertidur, lalu melihat Woori dan menanyakan kabarnya dan bertanya Bagaimana bisa sampai dirumah atap, berpikir kalau kakaknya Se Hee yang  membawanya naik taksi. Ji Ho menatap Se Hee yang tertidur memeluk bantal siput akhirnya ikut berbaring.
“Ji Ho... Aku tadi lihat tasmu... Dan sekarang, kau ada dalam mimpiku.” Ucap Se Hee membuka matanya melihat Ji Ho yang ada didepanya.
“Kau pasti sangat merindukanku, Sampai aku muncul di mimpimu.” Komentar Ji Ho.
“Dan sekarang, kau bicara. Apa Liburanmu ke Mongolia, menyenangkan?” ucap Se Hee. Ji Ho binggung Se Hee membahas Mongolia.
“Ya, Mongolia... Apa kau senang meninggalkanku? Karena tak ada aku..., Apa kau senang-senang?” ucap Se Hee. Ji Ho mengaku Tidak.
“Sama sekali tidak menyenangkan.. Aku sangat merindukanmu... Setiap hari, aku merindukanmu..”ungkap Ji Ho
“Jangan membuatku tertawa.”komentar Se Hee seperti tak percaya
“Aku mencintaimu..Aku mencintaimu... Sangat.” Ungkap Ji Ho. Se Hee seperti tak percaya
“Dasar kau...jahat... Aku tahu kau tidak akan berada di sisiku. Karena saat aku terbangun nanti,  maka kau pasti tak ada. Jadi kenapa kau bilang mencintaiku? Kau jahat, Ji Ho” ucap Se Hee sambil menangis kembali menutup matanya.
“Maafkan aku... Aku sekarang tidak akan  kemana-mana lagi.” Kata Ji Ho meraba kepala Se Hee.
“Kenapa mimpi ini begitu menyedihkan? Walau begitu..., aku senang. Melihatmu seperti ini pun, aku senang. Meskipun dalam mimpiku, tapi aku senang.” Ungkap Se Hee dengan air mata mengalir. 


Se Hee terbangun dari tidurnya, lalu meminum botol air minum diatas meja dan tiba-tiba terdiam berpikir kalau Ji Ho memang datang. Tapi ia berpikir kalau Woori  yang membuat teh yuzu tapi akhirnya berpikir menderita demensia alkohol.
“Apa Kau sudah bangun?” ucap Ji Ho yang sedang menjemur selimut melihat Se Hee keluar sudah minum bir.
 “Apa Kau baru bangun, langsung minum-minum? Apa Perutmu baik-baik saja?” kata Ji Ho. Se Hee masih melonggo kaget karena tenyata Ji Ho memang datang. Ji Ho dengan santai mengajak Se Hee sarapan dan menyuruhnya mandi karena baru. Se Hee masih binggung dan mencium bajunya.

Ji Ho makan dengan lahap kepiting dengan tangan. Se Hee hanya menatapnya mengeluh dengan sikap Ji Ho alau Sekarang bisa makan kepiting pedas itu. Ji Ho binggung memangnya kenapa, berpikir kalau sarapan pakai kepiting.
“Bukan itu maksudku.” Ucap Se Hee. Ji Ho binggung ingin tahu Kenapa tidak boleh makan kepiting pedas
“Kita ini sudah bercerai... Kita... Aku tidak bisa memahami situasi ini. Kita menikah dan kau menghilang  karena pergi ke Mongolia. Tapi kau muncul tiba-tiba seperti ini. Sekarang, kau makan kepiting pedas di depanku. Aku tidak bisa memahami situasi ini.” Kata Se Hee dengan wajah datar.
“Jadi apa kau mau...aku pergi sekarang? Baiklah... Aku pergi sekarang.” Kata Ji Ho membersihkan tanganya dan akan keluar dari rumah. 


Se Hee menahan tangan Ji Ho mengatakan bukan seperti itu maksudnya, tapi ingin tahu kemana saja mantan istrinya itu. Ji Ho menjawab kalau ada i Insa-dong. Se Hee kaget kalau Ji Ho itu ada di Insa-dong lalu mencoba menahan amarahnya dengan berjalan ke arah lain.
“Apa Kau marah?” ucap Ji Ho. Se Hee menyangkal. Ji Ho bertanya apakah Se Hee memang tidak marah. Se Hee menganguk.
“Tapi sepertinya kau marah “ ejek Ji Ho. Se He menegaskan tak marah tapi akhirnya tak bisa menahannya.
“Kau bilang Insa-dong?!! Kalau kau di Insa-dong, kenapa tega sekali kau tidak pernah meneleponku?!! Kau sedekat itu, jadi betapa teganya kau tak pernah mengunjungiku? Apa Kau sadar betapa aku merindukanmu? Apa kau sadar betapa  berat itu bagiku?” ucap Se Hee meluapkan semua emosinya. Ji Ho tersenyum melihat Se Hee yang marah.
“Apa Kau tersenyum sekarang? Kenapa kau tersenyum? Kau membuatku jadi gila. Kau sampai membuatku menjual apartemenku dan Bisa-bisanya kau tersenyum sekarang?” ucap Se Hee marah
“Se Hee.. kau pasti sedang kesal sekarang. Ini pertama kalinya aku melihatmu seperti ini. Kau bilang "Apa kau sadar betapa aku merindukanmu?" "Apa kau sadar betapa berat itu bagiku?" Padahal sebelumnya kau, tidak pernah menceritakan perasaanmu.”ungkap Ji Ho senang bisa melihat semua perasaan Se Hee.
“Terima kasih sudah membuka Kamar 19-mu... Maafkan aku... karena aku meninggalkanmu  di saat-saat terberatmu. Apa Kau mau kupeluk?” ucap Ji Ho membentangkan tanganya.
Se Hee yang kesal memilih untuk tak peduli dan langsung duduk di atas tempat tidur. Ji Ho mendekat agar mereka bisa berpelukan karena sudah lama tak bertemu. Se Hee menolak, tapi Ji Ho tetap mendekat ingin memeluknya. Se Hee mendorong Ji Ho sampai akhirnya keduanya saling menatap diatas tempat tidur.
“Apa kau tidak perlu makan sarapan lagi?” tanya Se Hee. Ji Ho mengatakan  tak perlu makan lagi. Keduanya pun berciuman dan terlihat dibagian jemuran ada dua buah baju tidur yang dicuci. 



Won Seok melihat tablet dengan grafik  dan hasil Tingkat Kecocokan 91,666%, tapi wajahnya terlihat bimbang.
Flash Back
Bo Mi memberitah  tingkat kecocokan mereka dan sudah menganalisisnya. Ia pikir Secara teoritis, sangat sulit dapat tingkat setinggi itu. Jadi ia akan menunggu jawabannya.
Won Seok binggung karena dengan hasil itu pasti sudah pasti sangat cocok dengan Bo Mi yang lebih dulu mengajaknya berkencan. 

Won Seok datang menemui Bo Mi didepan gedung, Bo Mi bertanya apakah Won Seok sudah buat keputusan. Won Seok menganguk, lalu dengan bahasanya menganggap Bo Mi sudah seperti Mac OS yaitu terbaru, menarik dan intuitif jadi merasa nyaman di dekatnya.
“Tapi...Meski hal-hal bisa sedikit rumit dan sulit..., maka aku masih merindukan Windows. Secara rasional, Mac OS sangat ideal bagi ku. Tapi pikiran dan ragaku. masih ingat seperti apa Windows itu. Jadi Maaf, Bo Mi.” Ucap Won Seok
“Ya, aku mengerti... Itulah penolakan paling romantis yang  pernah kudapatkan dalam hidupku.” Ungkap Bo Mi. Won Seok tak percaya mendengarnya.
“Aku ucapkan Terima kasih... Tapi, sampai kapan kau akan terjebak dalam  OS kuno itu? Bukankah kau perlu memperbarui Windows-mu? Akuntan itu bilang, dia akan melamarnya besok... Jadi kau sebaiknya harus memperbarui dirimu sebelum diformat.” Kata Bo Mi
Won Seok binggung kalau Bo Mi sudah tahu sebelumnya. Bo Mi memilih untuk pergi meninggalkanya. 




Se Hee tidur dengan alas lengan Ji Ho  dan memeluknya. Ji Ho membangunkan Ji Ho kalau harus makan malam. Se Hee dengan mata tertutup meminta agar tidur lebih lama karena selama ini kurang tidur dan makin mendekap Ji Ho untuk tidur lebih nyenyak.
“Kau bisa tidur lagi setelah makan malam.” Ucap Ji Ho
“Apa Kau mau kubuatkan  nasi omelet?” kata Se Hee membuka matanya dengan penuh semangat.
“Kita pesan ayam goreng saja.” Kata Ji Ho dengan wajah cemberut. 

Ji Ho dan Se Hee akhirnya makan bersama di teras,  dengan pemandangan yang indah. Se He mengetahui Ji Ho yang tidak menandatangani kontraknya karena Jung Min memberitahunya. Ji Ho membenarkan. Se Hee pikir karena dirinya membuatnya tak enak hati maka Ji Ho harus merelakan pekerjaan itu.
“Kenapa semua orang mengira, kalau aku mengorbankan hal lain demi mendapatkan hal lain? CEO Ko juga berpikir begitu.” Ucap Ji Ho heran.
“Aku tidak mudah menyerah begitu saja. Karena aku ini generasi anak malang yang lahir tahun 1988. Kesempatan itu sangat berharga dan sulit didapat. Jadi aku mana bisa mudah mengorbankannya. Tapi di antara kesempatan itu, ada cinta salah satunya.” Ucap Ji Ho
“CEO Ko Jung Min dan ayahmu membantuku menyadari apa yang seharusnya dipertahankan. Aku tidak boleh mengorbankan cinta. Jadi Aku bukannya mengorbankan apapun dan Cintalah yang kupilih. Jatuh cinta bukanlah sesuatu yang bisa mudah didapat dalam hidup ini, Itu Sulit sekali mendapatkannya” jelas Se Hee.
“Jadi jika pernikahan kita hanyalah suatu sistem  yang menyakiti cinta kita, kurasa aku tidak ingin menikah denganmu bahkan kelak nanti. Jadi Bagaimana menurutmu, Se Hee ?” ucap Ji Ho
“Aku tidak pernah ingin menjauh darimu, Ji Ho.. Dan juga... aku ingin menjadi wali sah-mu agar aku selalu bisa berada di sampingmu apapun yang terjadi. Namun. aku sangat sepaham,  pernikahan bisa mengubah jalan cinta kita. Aku tidak ingin perasaan kita terluka karena tradisi keluarga  yang tidak penting. dan aturan dari orang tua kita.” Kata Se Hee.
Se Hee pun mengajak mereka berdua mencari tahu bagaimana bisa  bersama menghadapi kedua orang tua mereka. Ji Ho setuju lalu bersulang  bersama. Senyuman dari keduanya terlihat, Ji Ho lalu bertanya apakah Se Hee bertemu dengan Jung Min sendirian, Kapan, Dimana dengan nada cemburu.
“Jadi begini... CEO Ko meneleponku duluan.” Ucap Se Hee. Ji Ho makin marah mendengarnya. Se Hee berusaha untuk tetap santai walaupun terlihat gugup.
“CEO itu aneh sekali.. Kenapa dia menelepon kekasih orang?” kata Ji Ho. Se Hee pikir kalau ia perlu menganti nomor telpnya.  Ji Ho pikir tak perlu. Se Hee mengalihkan pembicaran mengajak mereka mulai makan karena Ayamnya mulai dingin.
Ji Ho menelp Ho Rang bertanya kenapa harus pergi ke Kantor daerah. Ho Rang pikir sebaiknya membuang sofa itu, karena pemilik gedung meneleponnya. Ji Ho merasa itu benar karena melihat  Sofanya jadi berjamur dan Ada goresan juga.
“Nanti akan kulaporkan itu sebagai sampah  dan mengambilnya  hari ini.” Kata Ho Rang. Ji Ho mengertil lalu menutup telpnya.
Ji Ho membaca pesan dari Jung Min “Aku sudah dengar dari pengacaranya. Selamat atas langkah pertama yang sukses dan perusahaan produksi lain akan segera menghubungimu. Aku mempromosikan tulisanmu  yang menyuarakan hati penggemar. Kuharap kau menulis apa keinginanmu.”
Senyuman Ji Ho terlihat lalu mencari nama [Kekasihku] di ponselnya. 

Se Hee masuk kantor menyapa Sang Goo yang ada diluar ruangan. Sang Goo menyapa dengan santai lalu tersadar kalau Se Hee yang akhirnya bekerja setelah sekian lama. Se He terlihat penuh semangat masuk kantor. Sang Goo pikir kalau Se Hee akan berhenti, jadi membersihkan mejanya tapi ternyata kembali bekerja sendiri.
“Aku rindu lelucon-lelucon payahmu itu.” Ucap Sang Goo lalu melihat ponselnya yang berdering tertulis nama [Kepunyaanku]
“Apakah itu tertulis "Kepunyaanku"? Ponselmu pasti tertukar sama punya orang lain.” Pikir Sang Goo. Tapi Se Hee mengangkat telpnya dengan santai, Bo Mi dkk dibuat binggung dengan sikap Se Hee tak seperti biasanya.
Ji Ho bertanya apakah Se Hee sudah sampai kantor. Se Hee mengaku sudah. Ji Ho bertanya Apa hari ini  pulang telat, karenaHo Rang akan datang membuang sofa tapi mereke berdua  tidak bisa menggotongnya.
“Biarkan saja. Nanti aku yang urus itu.” Ucap Se Hee lalu seperti mengungkapkan kalau mencintai Ji Ho juga dan memberikan kecupan juga sebelum menutup telp  
Semua melonggo binggung, Bo Mi dan Sang Goo tak percaya kalau Se Hee bisa berubah 180 derajat. Se Hee berpikir tak ada yang salah bertanya apakah Sang Goo mencabut kabel komputernya. 


Tuan Shin memperlihatkan tabletnya kalau akan mempersiapkan beberapa hal dan membeli apartemen pada  tahun keempat pernikahan, jadi Pernikahan itu sebenarnya proyek terbesar dalam hidup. Menurutnya  agar tidak gagal mereka harus mempersiapkan semuanya perlahan.
“Young Hyo..  Aku minta maaf... Aku tak bisa menerima perasaanmu. Aku hari ini sebenarnya ingin memberitahumu soal ini.” Ucap Ho Rang. Tuan Shin pikir sudah menduganya.
“Maafkan aku.” Ucap Ho Rang. Tuan Shin ingin tahu alasanya Ho Rang menolaknya.
“Aku ingin tahu Alasan yang jujur... Dengan begitu, kurasa aku bisa melupakannya.” Kata Tuan Shin. Ho Rang mengeluarkan cincin diatas meja.
“Ini adalah cincin pemberian mantan pacarku  saat dia melamarku. Aku menyimpan cincin ini di sakuku  setiap hari. Aku juga sudah berusaha keras untuk membuka hatiku padamu. Tapi... aku menyadari hatiku tak bisa berubah meski sekeras apa usahaku dan Itu terjadi begitu saja.” Ungkap Ho Rang.
“Itu Sungguh perkataan yang bagus... Aku juga mengakuinya.” Kata Tuan Shin. Ho Rang tak percaya kala Tuan Shin yang menyetujuinya. Tuan Shin langsung Setuju.


Won Seok gugup melihat nama [Ho Rang] di ponselnya tapi binggung untuk menelpnya lebih dulu. Se Hee masuk pantry melihat Won Seok menyapanya karena sudah lama tak bertemu.  Won Seok pun mengaku senang akhirnya Se Hee datang ke kantor juga lalu bertanya Bagaimana tinggal di kamar itu. Se Hee dengan senyuman mengatakan kalau sangat nyaman.
“Tak kusangka rumah atap itu bisa jadi tempat tinggal ideal.” Ucap Se Hee. Won Seok pikir itu bagus.
“Se Hee... Ho Rang tidak datang, 'kan?” ucap Won Seok. Se Hee bingung karena Won Seok bisa mengetahuinya.
“Dia hari ini mau mampir... dia bilang akan  mampir ke kantor  daerah, mengumpulkan laporan dan datang mengangkut sisa barangnya.” Ucap Se Hee.
“Kau bilang Mampir ke kantor daerah?!! Mengumpulkan laporan apa? Apa surat pendaftaran pernikahan?” ucap Won Seok mulai panik. Se Hee pikir itu mungkin saja.
“Seorang wanita berusia awal 30-an mungkin punya urusan itu yang harus dikumpulkan ke kantor daerah... Maksudku, pendaftaran pernikahan. Aku lihat sebelumnya,  Ho Rang bersama pria itu di kafe terdekat.” Ucap Se Hee. Won Seok langsung mengambil jaket dan meminta izin untuk pulang cepat. Se Hee pun mempersilahkan. 


Won Seok berlari keluar gedung, tapi melihat Ho Rang sudah menaiki mobil. Ho Rang turun dari mobil dengan senyuman mengucapkan Terima kasih, meminta agar selalu sehat dan yakin kalau Tuan Shin  pasti akan bertemu wanita yang baik.
“Ya. Semoga kau juga berhasil harus menikahi orang yang kau cintai.” Ucap Tuan Shin. Ho Rang menganguk mengerti. Seperti keduanya memutuskan dengan cara yang baik.
Ho Rang menuliskan surat di atas meja, tiba-tiba Won Seok datang menarik tanganya. Ho Rang binggung melihat Won Seok yang datang. Won Seok dengan nafas terengah-engah mengaku tidak bisa. Ho Rang binggung apa maksudnya.
“Aku tidak bisa menyerah dan Takkan... “ ucap Won Seok 

“Ini Lagipula tidak ada gunanya dan sudah terlalu lama. Ada goresan di sana-sini,  jadi tidak bisa diperbaiki.” Kata Ho Rang yang membahas tentang sofa.
“Tidak, karena sudah lama.. Karena ada goresan itulah maka kita harus lebih menghargainya.” Kata Won Seok berpikir Ho Rang akan mendaftkan pernikahan. Ho Rang melongo bingung.
“Ho Rang, aku salah...  Aku berjanji nanti ke depannya akan berusaha lebih keras. Aku juga akan membuat semuanya seperti semula lagi.” Ucap Won Seok sambil menangis.
Ho Rang makin binggung melihat Won Seok yang menangis. Won Seok pun memohon agar Ho Rang memberi satu kesempatan lagi. Ho Rang langsung menyetujuinya dan menyuruh agar mengambilnya kalau sangat menginginkannya. Won Seok binggung membaca surat Laporan Pembuangan bukan pendaftaran penikahan. 

Won Seok duduk dengan wajah tertunduk malu, mengaku tidak tahu ini soal sofa. Ho Rang juga heran karena Won Seok yang berpikir kalau ia akan menerima cincin dari orang lain, menurutnya mana mungkin  menerima cincin yang berbeda dan menyingkirkan cincin pemberian dari Won Seok.
“Dalam hidup ini, cincin ini sudah cukup... Jadi Won Seok..., maukah kau... menikah denganku?” ucap Ji Ho duduk di samping Won Seok.
“Padahal aku mau bilang itu duluan.” Keluh Won Seok lalu mengejek Ji Ho yang menangis karena nanti makeup-nya bisa luntur.
“Kau yang jangan menangis.” Ejek Ho Rang, keduanya pun sama-sama menangis haru karena akhirnya kembali bersama.
“Dimana kita harus tinggal  saat menikah nanti? Mungkin kita seharusnya tidak pindah dari rumah atap” kata Won Seok.
“Kita tidak butuh itu. Kita bisa tinggal sama orangtuamu.” Kata Ho Rang.
“Menurutku itu bukan ide bagus. Aku tidak ingin orang tuaku menyuruh-nyuruhmu.  Aku tak suka melihatnya.” Ucap Won Seok menolaknya.
“Hei.. Sadarlah! Kita harus bersyukur, mereka melahirkan kita. Aku sudah bicara sama ibumu. Jadi jangan beraninya kau macam-macam.” Tegas Ho Rang
Won Seok kaget kalau Ho Rang sudah berbicara dengan ibunya,  Ho Rang pun dengan semangat mulai bahas rencana mereka  sekarang, dengan memperlihatkan tabel Rencana pernikahan lima tahun kedepan. Won Seok terlihat bahagia memberikan ciuman untuk Ho Rang.
“Menurut Gary Becker,  seorang pakar sosiolog..., orang menikah...”


Soo Ji berjalan dengan kacamata hitam berjalan sambil menelp dengan bahasa inggris, seperti seorang eksekutif muda.
“kalau mereka dapat keuntungan dibanding hidup sendirian.”
Sang Goo sudah menunggu di dalam mobil. Soo Ji dengan senang hati masuk ke dalam mobil. Sang Goo dengan wajah bahagia menyuruh Soo Ji untuk Pasang sabuk pengamannya dan memuji penampilan pacarnya. Soo Ji tersenyum memakai sabuk pengaman dan mengajak untuk segera berangkat. 

Soo Ji bertanya apakah Sang Goo akan ikut perjalanan bisnisnya. Sang Goo mengaku ingin memberikan  kejutan dan akan merahasiakannya. Soo Ji memberitahu kalau penerbangan ke Hong Kong jam tiga. Sang Goo berpura-pura kaget kalau Jam berangkatnya juga sama dengan dan ingin tahunomor tempat duduknya.
“Kita ganti tempat duduk saja dengan yang lain biar kita bisa duduk sampingan.” Ucap Sang Goo bersemangat.
“Tentu saja. Aku di depan.  Kursi 2A. Kalau Oppa nomor berapa?” kata Soo Ji
“Kalau kau 2A... Tempat dudukku, dekat dengan sayap pesawat.” Kata Sang Goo. Soo Ji mengartikan kalau Sang Goo tak beli tiket kelas bisnis”
“Tentu saja tidak... Kau itu kan CEO perusahaan yang berpenghasilan 5 M won setahun. Jadi Mana bisa aku bayar tiket kelas bisnis. Aku lagipula lebih suka duduk dekat sayap. Bahkan Aku saja makan sayap ayam kalau lagi makan ayam.” Ucap Sang Goo mencoba melucu.

Keduanya sampai diparkiran, Soo Ji dengan wajah serius mengajak mereka untuk berbagi akomodasi karena boleh pakai akomodasinya untuk perjalanan bisnisnya dan boleh meng-upgrade  tempat duduknya. Sang Goo pikir itu bagus.
“Tapi kau hanya bisa membaginya dengan anggota keluargamu.” Pikir Sang Goo.
“Oh, iya... Kenapa kita tidak menikah saja?” kata Soo Ji blak-blakan. Sang Goo kaget tiba-tiba Soo Ji mengajaknya menikah.
“Kenapa? Apa Tidak mau?” ucap Soo Ji dingin. Sang Goo pikir tak ada alasan menolak karena sangat menginginkanya.
“Tapi kau 'kan selalu menentang pernikahan. Apa agak konyol menikah, dengan berbagi sesuatu seperti misalnya tiket pesawat?” ucap Sang Goo binggung
“Apa kau bilang tiket pesawat?!! Selama bertahun-tahun, aku menabungnya .dengan tidur di bandara untuk  menghemat biaya akomodasi. Apa menurutmu keputusan mudah  membaginya denganmu? Aku memutuskannya karena aku sangat mencintaimu.” Kata Soo Ji meluapkan semuanya.
Sang Goo tak percaya kalau Soo Ji yang sudah berubah, Soo Ji kesal tak ingin membahasnya karena ia tak rugi jadi memutuskan  tidak akan menikah dengan Sang Goo padahal sudah membawa anak mereka. Sang Goo terdiam melihat Soo Ji pergi lalu melihat ada dua boneka dibelakang mobil, ternyata Soo Ji memberikan pasangan pada boneka.
“Sayang!... Mari bersama selamanya!” teriak Sang Goo akhirnya mengejar Soo Ji dan berjalan bersama.
“Di sisi lain, Goethe, seorang penulis, berkata..., "Tidak ada hal yang mendasar, berdasarkan kebahagiaan,  kecuali pernikahan." Dia juga berkata, "Pernikahan merupakan awal dari suatu hubungan."
Ji Ho duduk di meja sibuk mengetik naskahnya dengan serius, Se Hee datang memberikan vitamin dengan menyuapi Ji Ho lalu dengan santai menghabiskan sisa vitaminnya lalu keluar dari kamar. 

Ji Ho keluar dari kamar duduk dikursi pijat, Se Hee datang bertanya apakah sudah selesai. Ji Ho mengatkan belum selesai karena harus begadang lagi. Se Hee bertanya apakah ingin minum bir. Ji Ho setuju dan Se Hee tersenyum dengan mengusap kepala Ji Ho penuh cinta.
“Kami resmi mendaftarkan pernikahan tiga tahun lalu. Dengan pendaftaran..., kami menulis kontrak lagi.” 

Flash back
Ji Ho dan Se Hee duduk di meja makan dengan selembar surat kontrak. Se Hee mengatakan Karena mereka berdua membayar sewanya itu artinya apartemen ini milik mereka bersama lalu bertanya apakah keberatan. Ji Ho dengan penuh semangat mengatakan kalau itu tidak sama sekali.
“Pada hari libur, kami mengunjungi keluarga  masing-masing secara terpisah dan menghabiskan waktu sendiri. Aku tidak suka ini.” Ucap  Se Hee. Ji Ho heran kenapa apakah ada masalah.
“Bukankah menurutmu ini akan terasa sulit?” ucap Se Hee.
“Memang Susah menerapkan aturan ini di budaya Korea. Jadi kurasa orang tua kita pasti tak bisa menerima ini.” Kata Ji Ho
“Tapi Ini bukan hanya akan menghabiskan  waktu bersama mereka. Tahun lalu saja, kau sudah kerja secara tak adil di peringatan keluargaku Dan selama seminggu penuh itu, maka kita saling merasa bersalah. Aku tidak ingin mengalami situasi  canggung itu lagi denganmu. Dan juga, apa pentingnya budaya Korea ? Perasaan kitalah yang lebih penting.” Ucap Se Hee. Ji Ho setuju, menurutnya itu memang pasti bertentangan  dengan perasaan masing-masing dan mulai membahas kontrak yang lain.
“Kami merevisi kontrak setiap tahun. Tapi kondisi yang paling penting  tidak pernah berubah. Cinta kamilah prioritas utama kami.”
Keduanya pun menyepakati kontrak yang mereka buat dalam pernikahan. 


Ji Ho duduk dengan woori di sofa. Se Hee datang dengan membawakan bir dan minum bersama dengan jarak yang cukup jauh. Lalu Se Hee menaruh botol birnya dan langsun berbaring di pakuan Ji Ho.
“Tentu saja, itu bukan hal biasa. Selama liburan pertama kami yang kami habiskan secara terpisah, ibu mertuaku meneleponku sambil menangis Dan ayahku membanting meja.. Tapi yah begitulah.. Tidak ada hal parah yang terjadi.. Hanya saja, orang mengira  kami agak aneh.”
“Untungnya..., itulah yang membuat kami lebih fokus pada kehidupan kami. Entah menikah atau tidak..., Entah kau mendaftarkan pernikahan atau tidak..., Apapun keputusannya, semuanya takkan terjadi separah yang kita kira.” 

Se Hee kembali duduk karena pertandingan akan mulai, lalu keduanya menatap lurus ke TV. Se Hee tiba-tiba mengungkapkan perasaanya. \
“Ji Ho.... Aku mencintaimu.” Ucap Se Hee. Ji Ho terdiam mendengarnya karena akhirnya Se Hee mengeluarkan isi hatinya.
“Yang penting adalah menghabiskan waktu dengan orang  di sampingku tepat pada saat ini apapun yang terjadi.
Ji Ho akhirnya membalas kalau mencintai Se Hee juga lalu mencium lebih dulu pada suaminya.
“Itu sebabnya bahkan sampai hari ini,  kami hanya fokus saling mencintai.” Di TV terlihat drama [THIS LIFE IS OUR FIRST] 

Ji Ho dkk berjalan melihat bus yang datang dan mengejarnya, Won Seok terlihat mengendong seorang anak.
“Dan juga.. Bagi mereka yang hidup saat ini..., dari dalam lubuk hatiku..., aku mendoakan keberhasilanmu. Karena lagipula hidup ini hidup pertama bagi semua orang.”
Ji Ho dkk duduk dibagian kursi bus paling belakang, terlihat bahagia menjalani hidup yang pertama kali dijalaninya.
THE END

PS; yang udah baca blog/ tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Makasih. 

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 



10 komentar:

  1. Uhhhh ....so swite

    Manis bgt cerita akhir y

    BalasHapus
  2. akhirnya happy ending .
    mksh mba untuk sinopsisnya
    semangat trus ya di sinopsis selanjutnya

    BalasHapus
  3. hehehehe akhirnya bahagia ya,ngarepnya ada adegan keluarga kecil tp malah temennya yg dpt anak duluan.

    BalasHapus
  4. Kereeeeeennnn.... Daebak.. Bisa rangkum sebanyak ini... Thanks buat sinopsis nya... 👍

    BalasHapus
  5. Kereeeeeennnn.... Daebak.. Bisa rangkum sebanyak ini... Thanks buat sinopsis nya... 👍

    BalasHapus
  6. You're like MAC OS to me, and MAC OS is ideal for me, but somehow I'm used to and miss Windows

    BalasHapus
  7. Aiiishhh lumer deehh,,,ini baca dari kemarin lusa,,,dan finish petang ini,,gara" mati lampu bary nyala jm 11.23 yaudah tamatin drakor ini aja sambil nunggu sahur

    Semangat deh buat mbk dee,,,aku suka banget baca sinop.nya mbk dee
    Jadi suka ama ini couple,,,

    BalasHapus
  8. Penasaran sma ending'a jd msh melek baca ini synopsis'a, tanggung mo merem lanjut nyiapin buat sahur deh 😅😅😅 Thanks so much for this synopsis Mbak Deeee 😘

    BalasHapus
  9. Penasaran sma ending'a jd msh melek baca ini synopsis'a, tanggung mo merem lanjut nyiapin buat sahur deh 😅😅😅 Thanks so much for this synopsis Mbak Deeee 😘

    BalasHapus