PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Rabu, 15 November 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 12 Part 1

PS : All images credit and content copyright : TVN
Se Hee mencium Ji Ho karena ingin memberitahu yang namanya ciuman, lalu bertanya Apakah Sekarang sudah mengerti Atau Haruskah mereka melakukannya lagi. Ji Ho memilih untuk melakukan lagi dan mengalungkan tangan di leher Se Hee.
Keduanya berciuman dengan sinar matahari senja, Ji Ho larut dengan ciuman Se Hee, sampai tak sadar suara bunyi ponsel. Se Hee membuka mata memberitahu kalau ponsel Ji Ho berdering, tapi Ji Ho tetap terus menciumnya, sampai akhirnya Ji Ho tersadar dengan ucapan Se HEe dan buru-buru mengangkat telp dengan wajah malu.
“Ya, Bu. Ada apa?” ucap Ji Ho mengangkat telpnya. Ibu langsung bertanya kemana mereka berdua berpikir kalau tak akan kembali ke Seoul
“Ya dimana lagi? Kami lagi di pantai... Sedang melihat-lihat saja” ucap Ji Ho gugup karena ibunya menanyakan apa yang dilakukan disana.
Keduanya terlihat canggung setelah berciuman. Se Hee pikir mereka harus pulang. Ji Ho menganguk dan mengambil tasnya lalu bergegas pergi bersama suaminya. 

Se Hee mendengar Ji Ho berbicara ditelp, seperti terlalu marah sama ibunya.  Ji Ho binggung kapan Se Hee mendengarnya, lalu teringat tadi baru saja mengangkat telp ibunya setelah berciuman. Ji Ho menjelaskan Suaranya memang semakin nyaring  kalau bicara mengunakan logatnya.
“Waktu aku masih kuliah dulu, teman-temanku selalu bertanya, kenapa aku sangat marah saat  bicara sama ibuku lewat telepon.” Ucap Ji Ho. Se Hee pikir benar juga.
“Dari yang kuperhatikan hari ini,  orang-orang sini mengubah konsonan lemah menjadi  konsonan aspirasi atau konsonan keras. Misalnya, "baiklah" kedengarannya seperti "baiklah". Terus, "aku akan melakukannya" menjadi  "aku akan melakukannya".” Kata Se Hee dengan logat bicara yang berbeda.

“Apa kau sudah menganalisisnya?” tanya Ji Ho heran melihat Se Hee masih bisa memperhatikanya.
“Ya. Aku harus mengerti itu biar bisa buat kimchi. Dan  juga perhatikan kalau  kata "manis" jadinya seperti itu” kata Se Hee. Ji Ho bertanya kapan Se Hee bisa mengerti logat daerahnya.
“Apa para ibu-ibu itu menggodamu dan memanggilmu "manis"?” kata Ji Ho. Se Hee mengaku bukan seperti itu.
“Bukan aku. Tapi Ji Ho.. Mereka bertanya padaku, apa menurutku kau itu cantik.” Kata Se Hee dengan wajah datar lalu mengajak segera pergi karena nanti ibunya menelp. Ji Ho binggung melihat sikap Se Hee seperti tak punya perasaa dan Kalimatnya belum diselesaikan.


Ji Ho dan Se Hee keluar rumah, Se Hee mengucapan terimakasi atas kimchi dan juga akan pamit pulang. Tuan Yoon terlihat setengah mambuk berpesan pada Se Hee untuk selalu berhati-hati akan lalu lintas, Orang dan perang.
“Jika terjadi sesuatu,  kalaian langsung saja kemari. Jika ada perang, Seoul-lah pasti tempat pertama perang terjadi. Jangan menunda waktumu disana..., kalian langsung saja kemari.” Ucap Tuan Yoon..
“Pulanglah.. Besok kalian 'kan harus kerja.” Kata Nyonya Yoon melihat suaminya mulai ngawur
“Hei.. Menantu mau kemana?” ucap si paman setengah mabuk. Se Hee menjawabharus pulang sekarang. Nyonya Yoon menyuruh adiknya untuk masuk karena anak-anaknya itu sibuk.
“Bukan kau saja yang sibuk, tapi Aku juga.Kalau mau pulang, kau harus minum arak beras ini. Jika tidak, kau tidak bisa pulang.” Kata si paman menangkan ke dalam mangkuk. Se Hee menolak kalau harus berhenti minum.
“Aigoo. Apa Kau barusan menolak minuman dari orang tua?” ucap si paman melotot. Ji Ho langsung mengambil mangkuk dan meminum habis, dengan nada mengejek kalau pamanya sudah puas.
“Tapi itu bukan untukmu.” Kata si paman. Se Hee pun kaget melihat Ji Ho sebagai kuda hitam untuknya.
“Paman.. Dengar, Jika Paman mengganggu suamiku lagi..., menantu Paman akan kumasukkan ke gentong miras.. Paham?” ancam Ji Ho. Paman mengelak kalau tak mengganggunya. Nyonya Yoon pun menyuruh si paman untuk segera masuk saja.
Ji Ho dan Se Hee akhirnya pamit pulang, Ji Seok dan istrinya pun meminta izin untuk mengantar mereka sampai ke terminal bus. 


Ji Seok tak percaya karean Sudah lama sejak Ji Ho terakhir melawan Paman itu. Eun Sol yang duduk disamping penasaran, apakah  dulu pernah terjadi sesuatu sebelumnya. Ji Seok menceritakan dulu ada anjing liar yang biasa  dirawat sama Ji Ho.
“Tapi Paman itu malah mengambil  anjing itu untuk dipelihara” cerita Ji Seok. Ji Ho hanya bisa diam saja.
“Apa?!!! Jangan bilang anjingnyamau dimakan sama dia.” Kata Eun Sol. Ji Seok pikir Itulah alasannya di pelihara. Eun Sol ingin tahu kelanjutanya.
“Ya apa lagi? Ji Ho  langsung menyalakan mesin penyiang tanah punya Paman itu dan membawanya ke dermaga. Lalu dia memaksa Paman itu buat melepaskan anjing itu.” Cerita Ji Seok. Eun Sol tak percaya Ji Ho berani melakukanya.
Ji Ho pikir kalau itu kejadian masa lalu. Ji Seok pikir kalau kakaknya bertekad,  maka tekadnya itu pasti terwujud lalu mengejek kakak iparnya kalau, Se Hee akan terikat selamanya dengan kakaknya. Ji Ho  menyuruh adiknya menyetir saja, Se Hee terlihat tak ambil pusing memilih untuk menatap ke luar jendela mobil. 


Keduanya pun sampai di terminal, Se Hee kembali mengucapkan terimakasih lalu  berjalan pergi, tapi tiba-tiba menarik tangan Ji Ho dan berada dalam dekapanya. Ji Ho kaget tiba-tiba Se Hee menariknya, karena ada sepeda yang lewat.
Mereka pun pamit pergi dengan Eun Sol merasakan sesuatu pada keduanya. Ji Seok mengajak istrinya untuk pulang tapi Eun Sol masih terdiam, akhirnya kembali mendekatinya.
“Kurasa Ji Ho dengan Se Hee agak sedikit aneh.” Kata Eun Sol. Ji Seok binggung ada apa dengan kakaknya itu.
“Mereka kelihatan naif.” Ucap Eun Sol. Ji Seok pikir keduana  pengantin baru jadi Wajar seperti itu.
“Bukan seperti itu... Rasanya seperti saat kita  baru mulai berkencan.” Kata  Eun Sol. Ji Seok pikir tak mungkin karena Mereka itu sudah menikah lalu mengajak segera pergi karena  sudah kedinginan.
“Tapi pasangan yang sudah menikah takkan pernah memasang wajah seperti itu.” Pikir Eun Sol heran dan masuk ke dalam mobil. 


Ji Ho masuk lebih dulu ke dalam bus, memberitahu kalau kursinya dibagian depan dan Se Hee duduk dibelakang.  Se Hee menunjuk ke tempat duduknya. Ji Ho pikir akan bertanya ke orang di sebelah Se He untuk bisa tukar tempat duduk.
“Tidak usah... Kita tinggal duduk saja di tempat yang sudah ditetapkan. Kurasa minta tukar tempat duduk itu, tak baik menurut anggapan orang. Mungkin ini tak penting, tapi sulit untuk menolak.” Ucap Se Hee dengan wajah datar.
“Ya. Kalau dipikir-pikir, kau ada benarnya juga.” Ucap Ji Ho lalu akhirnya duduk terpisah dengan Se Hee dengan wajah kecewa. 

“Dalam drama dan film-film saat aku melewati masa kecilku, berciuman itu merupakan suatu bagian dari akhir yang bahagia. Namun..., kini aku mengerti kenapa ciuman itu harus menjadi inti dari akhir yang bahagia” gumam Ji Ho
Ji Ho mengeluarkan buku dengan masih melihat dibagian depanya [Teruntuk Se Hee, cintaku dan segalanya] lalu ada Note [Jaga diri dan hiduplah dengan baik,  tapi jangan pernah jatuh cinta lagi. Kau tak layak mencintai.]
Ia lalu menatap Se Hee yang duduk dibelakang, Se Hee pun menatap Ji Ho, Saat Ji Ho sudah menatap kearah depan. Keduanya saling bergantian menatap.
“Kisah sebenarnya dimulai  setelah ciuman. Dan orang-orang tidak ingin menonton kebenarannya. Karena kisah nyata bisa sangat menyakitkan dan kelam Ciuman maupun pernikahan bukan berarti itu akhir yang bahagia dalam kehidupan nyata Drama antara pria itu dan aku kini baru bermula. Dan...keinginanku pun kini baru bermula juga. Semua sel romantisku  di dalam diriku mulai memuncak.”


[Episode 12 -Karena ini Keinginan Pertamaku]
Ji Ho dan Se Hee berjalan pulang masuk apartemen, pertugas melihat keduanya baru pulang pagi hari. Ji Ho memberitahu kalau baru pulang dari rumah orang tuanya, lalu bersama masuk ke dalam rumah menyapa si kucing.
“Apa Kabarmu baik? Kami pulang cepat, 'kan?” Ucap Ji Ho pada si kucing
“’Kau harusnya tadi tak usah pulang.Kau 'kan jarang pulang kampung.” Kata Se Hee.
“Tidak, aku harus kerja... Bok Nam sudah menukar jam kerja denganku.” Kata Ji Ho
“Kalau begitu, kau harus tidur  dulu, walaupun cuma sebentar.” Ucap Se Hee. Ji Ho pun menganguk mengerti.
“Aku sudah bersenang-senang membuat kimchi, Pantainya juga.” Kata Se Hee. Ji Ho mengaku kalau ia juga merasakan hal yang sama.
Se Hee menyuruh Ji Ho masuk lebih dulu, tapi Ji Ho pikir Se Hee saja yang lebih dulu.  Se Hee mengatakan harus melihat Ji Ho masuk dulu. Ji Ho pun akhirnya akan masuk kamar lebih dulu dengan memberikan lambain tangan seperti masuk ke dalam rumah.
Di kamar, Ji Ho melihat foto-foto yang dikirimkan adiknya saat Se Hee membantu membuat kimchi dan terlihat foto pertama mereka untuk bukti pada orang tua Se Hee.
“ Kalau dipikir-pikir...,tak ada foto kami  yang pas.” ucap Ji Ho. Sementara Se Hee masih duduk di tempat tidur, ternyata mengambil foto JI Ho yang sedang duduk sendirian di pantai. Wajahnya terlihat bahagia.



Ji Ho akhirnya mengirim pesan untuk suaminya, “Apakah Sudah tidur?” Se He membalas kalau belum tidur. Ji Ho menuliskan kalau Ada yang ingin tanyakan, dan saat itu juga terlihat Ji Ho yang uring-uringan dikamar sambil menendang selimut dan menutupi wajahnya.
“Kenapa kau melakukannya? Kenapa kau bertanya padanya?” keluh Ji Ho kesal sendiri.
Se Hee membaca pesan Ji Ho “Saat para ibu-ibu bertanya apa menurutmu aku cantik..., Lalu kau bilang apa ke mereka?” Ji Ho masih terlihat malu, sampai akhirnya pesan masuk ke dalam ponselnya.
“Aku bilang ke mereka, kalau kau cantik.” Balas Se Hee. Ji Ho langsung tersenyum seperti melayang-layang karena di puji oleh Se Hee. 

Ji Ho berbaring di tempat tidur dengan gelisah, matanya pun terbuka dan berbicara sendiri kalau berandai-andai mereka  bisa tidur bersama di satu ranjang. Lalu ia kaget sendiri dengan ucapanya dan langsung duduk diatas tempat tidurnya.
“Wahhh... Kotor sekali pikiranku ini.” Ucap Ji Ho seperti shock dengan otaknya setelah berciuman. 

Won Seok terbangun, melihat sudah tak ada Ho Rang disampingnya. Ia menemukan sebuah note diatas tudung saji  “Aku sudah berangkat kerja.  Panaskan supnya sebelum dimakan.” Lalu melihatsarapan lengkap dengan telur gulung dan sup.
Ho Ran bersama dengan anak TK yang ditemani ibunya, tak sengaja si anak menjatuhkan bonekanya dan Ho Rang membantu mengambilnya lalu bertany mau kemana. Si anak dengan gaya lucunya, mengatakan akan pergi Ke kebun binatang. Sang Ibu menyuruh sang anak agar mengucapkan terimakasih. Si anak pun mengikutinya.
Mobil jemputan datang, semua ibu mengantar anaknya masuk ke dalam jemputan. Ho Rang hanya bisa menatap sedih karena keinginanya menjadi ibu rumah tangga belum juga tercapai. 

Ho Rang duduk dibus menahan rasa sedih menatap ke arah luar jendelan. Won Seok menelp bertanya apakah sudah berangkat. Ho Rang mengatakan  ada di bus. Won Seok tahu kalau Ho Rang ada shift pagi hari ini. Ho Rang membenarkan.
“Lalu Kita nanti bertemu dimana?” tanya Ho Rang. Won Seok mengatakan kalau Teaternya mulai jam 7 malam.
“Jadi aku akan menemuimu di Daehangno.” Ucap Won Seok. Ho Rang mengerti dan akan bertemu nanti.
“Ho Rang...Aku mencintaimu” kata Won Seok. Ho Rang seperti menahan rasa kecewa menjawah dengan lemas kalau ia juga sama lalu menutup telpnya. 

Soo Ji sibuk memakai Bra yang dibelikan Sang Goo, sambil mengeluh kalau tak ada yang nyaman dari sekian banyak bra yang dibelikan pacarnya, bahkan menurutnya modelnya Jelek semua. Akhirnya Soo Ji membuka laptop dan mencari Key word [Pakaian dalam sesuai permintaan]
“Bagaimana kau memakai bra selama ini?  Ini Pasti sangat tidak nyaman.” Ucap seorang wanita setelah mengukur Soo ji.
“Kebanyakan, aku jarang memakainya. Terasa Aneh kalau memakainya , ketiakku seperti tidak nyaman tiap kali memakainya.” Kata Soo Ji yang lebih suka tak mengunakan bra.
“Itu karena bentuk dadamu  beda dari yang lain. Semua wajah manusia beda-beda, begitu pula dengan payudara. Itua terlihat dari Ukuran dan posisinya pun berbeda. Entah lebar atau sempit,  tetap berbeda. Tapi kebanyakan orang tidak tahu  soal itu dan Mereka hanya memakai bra saja. Wajar rasa tak nyaman itu tak bisa dihindari.”jelas si pembuat bra.
“Sepertinya banyak orang datang kesini untuk pesan pakaian dalam sesuai permintaan.” Kata Soo Ji melihat ada buku design dan bahan serta ukuran.
“Setelah menikah, aku melakukan kerjaan ini, sebagai kerjaan sampingan. Entah kenapa banyak pelanggan yang datang.” Kata Si wanita.
“Kau juga punya banyak informasi. Bagaimana kalau kau membuat data saja dan membuat bra sesuai dengan bentuk  payudara yang berbeda?” kata Soo Ji. Si wanita terlihat binggung.
“Ya. Misalnya, bra untuk dada merpati,  dada rata, dan dada kendor. Golongkan produkmu dan rekomendasikan jenis bra yang  tepat pada pelanggan. Kemudian pelanggan bisa memilih tipe dan  melakukan pembelian secara online tanpa harus datang kesini.” Jelas Ji Ho.
Si wanita mengaku kurang tahu soal itu, karena hanya ingin memanfaatkan keterampilan  yang dipelajari sebelumnya, Ia juga lebih suka membuat bra sendiri  pada setiap pelanggan setelah berbicara dengan  secara langsung jadi melakukan seperti ini.
“Maaf, aku terlalu bersemangat menyarankan buka toko online.” Kata Soo Ji. Si wanita pikir tak masalah, karena Soo Ji memberikan saran untuk dirinya juga.
“Ini karena aku memang tak pandai berbisnis saja.” Pikir si wanita. Soo Ji akhirnya menanyakan harga bra dengan ngambil tasnya.
“Ya, 250 ribu won.” Ucap si wanita. Soo Ji melonggo kaget karena harga yang sesuai keinginan sangat mahal.


Won Seok masuk ke kantor kaget melihat Se Hee dada di kursi pijat,  Se Hee terbangun melihat Won Seok merasa kalau sudah  ketiduran. Won Seok pikir hari ini akhir pekan jadi kenapa datang ke kantor.  Se Hee mengaku alasan datang agar bisa dipijat.
“Kau kemarin buat kimchi di kampungnya Ji Ho, kan?” ucap Won Seok. Se Hee membenarkan.
“Kurasa sakit ini juga tak bisa reda walau sudah pakai plester pereda nyeri. kau sendiri, kenapa kemari? Apa Mau pijat juga?” tanya Se Hee
“Tidak, aku mau berkencan... dan mampir sebentar untuk bekerja.” Kata Won Seok. Se Hee pun mempersilahkan Won Seok agar bisa menikmati kencannya. Won Seok akan pergi tapi kembali bertanya pada Se Hee
“Se Hee... Kau sangat mencintai Ji Ho, kan?” ucap Won Seok lalu berpikir kalau merasa tidak menanyaikan hal itu, lalu segera pamit pergi.
“Apa Kau mau minum kopi bersamaku?” ucap Se Hee menatap Won Seok seperti mengerti masalahnya. 


Won Seok sudah duduk diatap dan Se Hee datang membawakan kopi. Se Hee bertanya Apa rencana pernikahan Won Seok tidak berjalan lancar. Won Seok juga tak tahu karena merasa tak yakin apa rencana pernikahan atau hubungannya dengan Ho Rang yang tak lancar Atau cintanya.
“Kurasa kalian pasti sering bertengkar.” Komentar Se Hee.
“Kami memang sering bertengkar, bahkan pernah saling  marah-marah di jalanan. Kami juga pernah melempar tulang iga di restoran. Selama tujuh tahun terakhir, kami  selalu bertengkar seperti atlet bela diri. Tapi sekarang...” ucap Won Seok sempat terdiam.
“Apa kau tahu bagaimana  hubungan kami belakangan ini? Kami jarang bertengkar. Kami sadar berbeda pendapat...,tapi kami tidak bertengkar. Karena jika kami bertengkar...” ucap Won Seok di sela oleh Se Hee.
“Mungkin tidak bisa seperti semula lagi.” Kata Se Hee. Won Seok membenarkan.
“Sebenarnya, Ji Ho dan aku tidak menikah karena cinta... Hanya saja, semuanya sesuai dengan kepentingan kami. Makanya kami memutuskan menikah Karena kami saling merasa nyaman. Tapi setelah itu...” ucap Se Hee terhenti.
“Apa Kau mulai menyukai dia?” tanya Won Seok. Se Hee mengakuinya kalau sudah menyukai Ji Ho.
“Aku menyadari lewat pernikahan ini, hatiku... memungkinkan ada ruang dimana saat aku merasa damai.” Ungkap Se Hee
“Berarti memang benar cinta dan pernikahan itu dua hal berbeda.” Pikir Won Seok
Se Hee menegaskan bukan seperti itu maksudnya,  menurutnya keduanya itu harus saling jujur. Ia tahu kalau pada dasarnya manusia itu makhluk egois Dan perkawinan merupakan salah satu sistem di mana keinginan egois  muncul dengan sangat jelas. Won Seok binggung apa maksudnya itu Keinginan
“Se Hee, aku tak seperti itu... Aku hanya suka melihat senyum Ho Rang... Aku ingin membuatnya bahagia. Dan yang paling penting,  tanpa Ho Rang. Maka aku tak bisa hidup. Kami sadar itu, jadi tidak bisa saling jujur lagi.” Kata Won Seok.
"Aku senang melihatmu tersenyum. Aku ingin membuatmu bahagia. Aku tidak bisa hidup tanpamu." Yang kau katakan itu semuanya bermula, darimu sebagai subjek. Kalimatmu tidak dimulai  dengan lawan bicaramu.” Ucap Se Hee lalu pamit untuk Won Seok menikmati kencanya.
Won Seok terlihat masih terdiam, Se Hee berhenti berjalan bertanya pada Won Seok ingin tahu bagamana orang-orang berkencan. 

Ji Ho membersihkan meja tapi pikiran malah membayangkan saat berciuman dengan Se Hee, pikiran terus terulang sampai akhirnya Ia kesal sendiri karena pikiran kotor, berusaha membersihkan meja seperti membayangkan otaknya yang sudah kotor.
“Kau kenapa?” ucap Soo Ji melihat Ji Ho yang terlihat membersihkan meja dengan berlebihan.
“Ini jorok sekali.. Maksudku.. Meja ini jorok sekali... Kau habis darimana?” ucap Ji Ho mengalihkan pembicaraan.
“Dari toko pakaian dalam.” Ucap Soo Ji. Ji tahu tahu itu karena kejadian yang sebelumnya.
“Wah.. Keren juga. Haruskah aku mencoba juga? Pasti mahal, kan?” ucap Ji Ho. Soo Ji dengan wajah sedih mengakui harganya sangat mahal lalu ingin melihat payudara Ji Ho. Ji Ho binggung apa yang harus dilihat. 

Keduanya pergi ke tempat penyimpanan bahan, Soo Ji mengukur payudari Ji Ho agar bisa menemukan bra yang cocok. Ji Ho binggung dengan Soo Ji yang akan memulai Bisnis online. Soo Ji pikir Jika ada cara orang bisa mengetahui jenis bentuk payudaranya, pakaian dalam “custom” bisa sangat populer. Ji Ho pikir tak ada salahnya dicoba.
“Jadi Apa kau mau mencobanya?” ucap Ji Ho. Soo Ji pikir tak mungkin karena sudah punya pekerjaan.
“Ini karena menarik. Jadi aku bisa  melakukannya untuk senang-senang saja. Dan bisa kasih materinya ke desainer.” Ucap Soo Ji
“Kenapa kau tidak melakukannya saja? Kau 'kan selalu ingin buka usaha sendiri. Kenapa kau tidak melakukannya saat punya ide sekarang?” kata Ji Ho. Soo Ji pikir tak mungkin bisa berhenti  dari kerjaannya.
“Memang kerjaanku membuatku frustrasi, tapi gajiku cukup banyak. Dan. kau tahu sendiri hidupku bukan untuk hidupku sendiri. Aku... Hidupku sangat berbeda dari hidupmu.” Kata Soo Ji
“Maaf. Hanya saja, aku tadi melihat matamu berkilau  saat kau membicarakannya.. Makanya aku bilang begitu.”kata Ji Ho. Soo Ji seperti tak percaya kalau matanya seperti berkilau
“Apa mirip seperti matamu saat kau membicarakan majikan rumahmu?” ejek Soo Ji. Ji Ho mengeluh kalau  tak ada hubungannya dengan itu
“Aku sangat penasaran. Apa Kau tak mau melakukan "itu" bersamanya?” ucap Soo Ji. Ji Ho heran melakukan apa maksudnya.
“Kenapa, kau 'kan suka dia. Kalian itu tinggal bersama. Apa tubuhmu baik-baik saja? Dia di kamar sebelah.  Bukankah kau menginginkannya?” goda Soo Ji.
“Aku tidak menginginkannya. Apa maksudmu? Kenapa aku merasa seperti itu?” kata Ji Ho berusaha mengelak.
“Oh.. Ini Menarik juga... Apa karena kau belum pernah pacaran Atau apa karena kau tidak tahu apa-apa?” ejek Soo Ji lalu keluar dari ruangan. 



Ji Ho duduk di halte, mengingat kembali pembicaraanya dengan Soo Ji.
Flash Back
“Walau begitu, kau tetap harus hati-hati, Ji Ho... Jangan kontak fisik sama dia, jika kau tidak mau tidur dengannya.” Ucap Soo Ji. Ji Ho bingung kenapa harus seperti itu.
“Kau pikir kenapa lagi? Apa Kau tak ingat pacar pertamaku  waktu kita kuliah dulu?” ucap Soo Ji.
Ji Ho pikir yang dimaksud  hanya memegang tangan selama enam bulan. Soo Ji membenarkan kalau saat itu membuatnya  sangat depresi karena pria itu lakukan tak lebih dari itu. Jadi ia menyarankan Ji Ho jika tidak ingin ke hubungan yang lebih jauh maka jangan pernah memulai apapun.
“Keinginan pertama itu biasanya adalah keinginan yang terbesar. Apalagi kau belum pernah pacaran. Rasanya seperti  membuka kotak Pandora. Kau mengerti?” ucap Soo Ji. 

“Benar... Ada hal yang tidak kupertimbangkan untuk pernikahan kontraktual ini. Aku dulu sekolah di SMA khusus wanita dan semasa kuliah, aku tak pernah pacaran. Dari sejak lahir, aku memang lajang. Itulah diriku. Dan aku sekarang tinggal sama pria yang kusukai Dan dialah...yang membuka kotak Pandora milikku..” Gumam Ji Ho merasa merana.
Tiga orang pelajar sibuk dengan ponselnya, memujinya hebat karena baru pertama kali melakukannya.  Temanay pikir Biasanya para pemula memang  tak kenal takut karena tidak tahu apa-apa. Ji Ho tiba-tiba ikut berkomentar kalau memang benar. Tiga orang pelajar dibuat binggung memilih untuk menyingkir.
Ji Ho kembali memikirkan ciumanya dengan Se Hee lalu mengumpat kesal pada dirinya punya pikiran yang kosong sambil membungkukan badan dan memegang kepalanya. 

See Hee tiba-tiba datang duduk disamping Ji Ho berpikir kalau kepalanya sakit. Ji Ho kaget melihat See Hee datang, sambil mengelengkan kepala bertanya kenapa datang ke halte. Se Hee memberitahu adti mampir ke ke kantor dan datang untuk berjaga-jaga.
“Karena kukira kau sudah selesai bekerja. Ini akhir pekan. Apa ada yang ingin kaulakukan?” ucap Se Hee. Ji Ho memikirkanya, tiba-tiba menatap bibir Se Hee seperti ingin menciumnya.
“Tidak. Aku tidak ingin apapun... Tidak ada yang kuinginkan.” Ucap Ji Ho menyadarkan dirinya.
“Kalau begitu..., Apa kau mau melakukan apa yang  ingin kulakukan?” kata Se Hee mengulurkan tanganya. Ji Ho terlihat bahagia mengapai tangan Se Hee. 


Ji Ho terlihat senang karena Se Hee berjalan terus mengandengan tanganya, Se Hee melihat kerumunan mengajak untuk menonton bersama.Ji Ho menganguk setuju, mereka menonton seorang pria yang menyanyikan sebuah lagu, dan Se Hee sempat melepaskan tanganya karena memberikan tepuk tangan. Ji Ho terlihat sedikit kecewa.
Bersambung ke part 2

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar