PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Kamis, 09 November 2017

Sinopsis Because This My First Life Episode 10 Part 2

PS : All images credit and content copyright : TVN
Sang Goo duduk di ruangan sendirian, bajunya terlihat sangat cerah, tapi wajahnya gundah menatap ponselnya lalu teringat kembali dengan kejadian sebelumnya.
Flash Back
Di dalam mobil, Soo Ji dan Sang Goo berciuman. Setelah itu Sang Goo bertanya apakah Perusahaannya tak perlu dijual. Soo Ji menganguk. Sang Goo bertanya lagi apakah artinya mereka bisa pacaran sekarang. Soo Ji menjawab kalau itu bisa dilakukanya.
“Tapi ada syaratnya.” Kata Soo Ji. Sang Goo binggung syarat apa maksudnya. 

Sang Goo melihat surat kontrak yang pacaran ditanganya, lalu bertanya apa maksudnya. Soo Ji mengatakan kalau ini Aturan kerahasiaan.. Sang Goo pikir ini tak masuk akal seperti tak ingin melakukanya. Soo Ji menegaskan kalau itu adalah kontrak hubungan mereka.
“Kau bilang Kontrak apa? Apa ini untuk pacaran?” ucap Sang Goo tak percaya. Soo Ji membenarkan.
“Oke. Aku paham... Sepertinya kau kebanyakan nonton drama TV. Menjalin hubungan karena kontrak itu, hanya dilakukan sama orang kaya atau selebriti. Mereka biasa seperti itu. Kita ini orang biasa. Kenapa kita  butuh kontrak segala?” ucap Sang Goo.
“Maka dari itu, kita butuh itu. Kita ini orang biasa yang tidak  punya banyak waktu luang. Kita butuh kontrak ini untuk memperhatikan waktu dan hobi kita.” Jelas Soo Ji. Sang Goo bisa mengerti.
“tapi... kita 'kan tak berusaha mencari uang dan hanya ingin berkencan saja.” Ucap Sang Goo.
Soo Ji sengaja memperlihatkan gerakan yang mengoda bertanya apakah Sang Goo tak mau melakukanya. Sang Goo mengaku bukan tak mau.  Sang Goo dengan gugup mengatakan kalau bukan menolaknya,  Soo Ji pun meminta agar Sang Goo mulai membacanya.
“Pertama, kita hanya bisa  bertemu di luar, entah itu hari kerja atau bukan.” Ucap Soo Ji. Sang Goo pun setuju karena menyukainya.
“Kedua, dilarang saling bertanya tentang kehidupan pribadi.” Kata Soo Ji. Sang Goo mengeluh karena tak mungkin melakukanya.
“Pacaran itu 'kan bagian dari  kehidupan pribadi.”keluh Sang Goo. Soo Ji pikir tak seperti itu.
“Dengan Saling cerita semua hal, menurutku itu suatu tindak kekerasan. Bukankah begitu, CEO Ma?” kata Soo Ji dengan melipat tanganya.
“Jika kau tidak ingin pacaran denganku, tinggal bilang saja. Kenapa harus pakai kontrak segala?” ucap Sang Goo kesal.

“Bukan begitu. Aku menyukaimu dan ingin  pacaran denganmu. Makanya aku mengusahakan semua ini. Biasanya, aturanku itu tak boleh tidur sama rekan kerjaku. Tapi aku saja sekarang berencana ingin pacaran denganmu. Jadi ini penting bagiku.” Jelas Soo Ji dengan gaya mengoda yang membuat Sang Goo kembali gugup
“Tentu saja... Aku mengerti segalanya...Tapi tidak ada kasih sayang di antara kita.” Keluh Sang Goo.
“Kapan pun kita bertemu..., maka kita bisa melakukannya dua kali.” Kata Soo Ji
Sang Goo langsun berubah pikir kalau kontraknya penuh kasih sayang, karena bisa melakukan Dua, tiga, empat, lima kali. Soo Ji pun mengataka kalau Sang Goo akan menyetujui perpanjangan kontrak setiap 100 hari. Sang Goo heran Kenapa harus per 100 hari. Soo Ji dengan gaya mengoda pun bertanya apakah itu sulit. 


Sang Goo melihat surat [Kontrak Pacaran] lalu mengumpat Soo Ji yang jahat dan memang pandai  dalam hal ini, lalu berpikir kalau harus mengakhirinya dengan mencoba menghapus nomornya.
“Hei.. Ma Sang Goo, bagaimana  ajaran ibumu... Dia berpesan, jangan  bertemu wanita nakal. Aku harus berhenti di sini sebelum  semuanya makin parah.” Ucap Sang Goo pada dirinya sendiri.
Tapi kembali kenangan saat Soo Ji yang meminta izin untuk menciumnya lebih dulu. Ia lalu tersadar memukul wajahnya kalau otak kanannya sudah mati dan mencoba menghapusnya tapi tak bisa.

Sang Goo mengingat ucapan Soo Ji “Kapan pun kita bertemu...,Maka kita bisa melakukannya dua kali”. Ia memarahi dirinya yang  pikiran dan jiwanya dikendalikan oleh Soo Ji. 
Di depan ruangan, Semua rekan kerja Sang Goo melihat bos mereka yang menampar wajahnya dan bicara sendiri seperti orang gila. Won Seok baru datang heran karena berkumpul di depan ruangan Sang Goo, lalu bertanya ada apa dengan temanya itu. Se Hee yang berdiri disampingnya menjawab tak tahu.
“Apa Kau tak apa kerja di sini?” ucap Se Hee. Won Seok terdiam seperti Se Hee bisa mengetahui hatinya. 

Se Hee akhirnya memberitahu ruangan rapat,  ruang CEO, ruang untuk karyawan pada Won Seok dan juga tempat kerjanya. Won Seok pikir Se Hee itu atasan langsung dengan memanggilnya “Hyung”. Se Hee mengatakan bukan dan eminta agar Jangan panggil  Hyungnim tapi harus Tuan Se Hee. Won Seok mengerti.

“Dan, atasan langsungmu... wanita itu.” Ucap Se Hee menunjuk ke belakang. Won Seok kaget melihat Bo Mi sudah berdiri dibelakang tanpa kacamat dan juga dengan make up yang membuatnya terlihat cantik. 
Won Seok akhirnya duduk di meja kerjanya, Bo Mi melihat Meja kerja Won Seok sudah beres Tapi ada yang belum tersedia dan bertanya apakah Won Seok punya ponsel yang dipakai buat uji coba. Won Seok mengaku sudah memilikinya.
“Berarti apa kau punya...keyboard mekanis?” ucap Bo Mi. Won Seok mengaku punya.
“Lalu Kalau pacar?” tanya Bo Mi blak-blakan. Won Seok bingung tapi akhirnya mengatakan kalau sudah punya pacar.

“Ohhh. Begitu,... Kapan kau mulai  memakai Slack?” tanya Bo Mi dengan sikap datarnya. Won Seok  mengatakn sudah memakainya  sejak dirilis Jadi sekitar empat tahun.
“Lalu berapa lama kau berkencan dengan pacarmu?” tanya Bo Mi seperti tertarik dengan Won Seok
“Kami sudah pacaran  kurang lebih tujuh tahun. Tapi kenapa kau terus  tanya tentang itu?” ucap Won Seok heran. Bo Mi mengaku kalau ini hanya untuk kerjaan saja dan menyuruh Won Seok bisa bertanya kalau masih binggung dan pamit.
Bo Mi duduk di kursi tepat ada dibelakang Won Seok, lalu menoleh seperti merencanakan sesuatu. 

Sang Goo duduk dikursi pijat terlihat masih tak bisa menghapus nomor Soo Ji, sampai akhirnya melihat Won Seok datang ke pantry untuk membuat kopi dan memanggilnya. Ia lalu berpura-pura lupa dengan teman Won Seok yang namanya “Woo Ji Soo, Woo Soo Soo”. Won Seok mengatakan namanya Soo Ji. 
“Apa Kau satu kuliah dengan dia?” tanya Sang Goo. Won Seok  membenarkan.
“Aku bertemu Ho Rang  karena Ji Ho dan Soo Ji. Ho Rang sering datang ke fakultasku daripada ke fakultasnya Soo Ji.” Cerita Won Seok. Sang Goo mengerti.
“Lalu Apa dia populer saat itu?” tanya Sang Woo. Won Seok mengatakan kalau banyak pria mendekati Soo Ji.
“Lalu Kalau kau? Apa Kau pernah mendekatinya?” tanya Sang Goo mengoda. Won Seok tertawa mendengar pertanyanya, menurutnya itu tak akan pernah terjadi di antara mereka.
“Tapi kenapa? Dia 'kan teman kuliahmu dan kau bertemu dia sebelum bertemu  dengan pacarmu yang sekarang. Dia cantik, kepribadiannya juga bagus.” Ucap Sang Goo
“Yah.. memang benar, tapi...aku mana mungkin bisa tahan sama cewek menakutkan seperti dia. Dan dia bukan tipe orang  yang bisa menerima kebodohanku. Soo Ji itu wanita yang  lain.” Jelas Won Seok.
“Lalu aku bagaimana? Apa aku tak mampu  bisa tahan sama dia?” ucap Sang Goo.
Won Seok memastikan apakah itu maksudnya Sang Goo dangen Soo Ji. Sang Goo membenarkan. Won Seok pikir  bisa membandingkannya dengan  ransomware<yang kena virus, kalau Sang Goo takkan pernah bisa memperbaikinya lagi, dan hidupnya akan hancur. Sang Goo mengucapkan terimakasih karena sudah memberitahu dan menyuruh agar bisa berkerja lagi. Setelah Won Seok pergi. Sang Goo pun bertanya-tanya apakah Hidupnya akan hancur.

Ho Rang merapihkan vas bunga dengan menatap jari tanganya, wajahnya terlihat sangat bahagia karena ingin menikah. Seorang pelanggan memanggil dengan wajah ketus mengeluh makanan rasanya hambar. Ho Rang dengan sopan meminta izin untuk mencicipinya.
“Rasanya tidak bermasalah.” Ucap Ho Rang. Si pelanggan terlihat makin marah karena Ho Rang yang tak mengerti ucapanya.
“Hei.. Mana bisa aku makan ini? Aku tidak suka makanan ini. Jadi buatlah yang baru atau kembalikan uangku.” Ucap si pelangan marah
“Ya, kami akan menyediakannya, Pelanggan..., tapi menurutku, Anda  kebanyakan makan makanan asin.” Kata Ho Rang melihat tubuh si wanita yang tambun. Si wanita makin marah dan kepala manager melihat dari kejauhan.

Kepala Manajer akhirnya berbiacar pada Ho Rang yang bisa bersikap seperti pelanggan, lalu berpikir kalau sedang datang bulan. Ho Rang dengan tegas kalau sudah lama ingin memberitahu sebelumnya, karena Kepala Manager terus menghina rahimnya dengan menanyakan apa sedang  datang bulan setiap kali membuat kesalahan. Kepala Manager binggung melihat sikap Ho Rang.
“Begini..... Yang salah itu aku, bukan rahimku... Itu juga berlaku buat organku yang lain.” Ucap Ho Rang
“Manajer Yang. Apa Kau lagi mabuk?” tanya Kepala Manager heran melihat sikap Ho Rang
“Tidak.. Dan datang bulanku sudah selesai. Karena waktu istirahatku sudah hampir  habis, aku mau istirahat sebentar.” Ucap Ho Rang lalu pamit pergi. 

Ho Rang pergi ke ruangan untuk karyawan, semua pegawai heran melihat sikap Ho Rang yang tak seperti biasanya, karena nanti akan dipecat. Ho Rang pikir tak masalah karena ia juga akan berhenti sebelum dipecat.
Temanya pikir kalau Ho Rang akan pindah pindah ke cabang lain. Ho Rang mengaku kalau akan segera pindah. Temanya penasaran kemana Ho Rang akan pindah. Ho Rang menjawab kalau akan menjadi istri yang baik. Temanya pikir kalau itu konsep baru restoran. 

Won Seok pulang kerja, Ho Rang langsung menyambutnya dengan wajah bahagia. Won Seok heran melihat sikap pacarnya yang mengambil tas dan juga jaketnya. Ho Rang pikir harus mulai latihan jadi istri. Won seok melihat kertas yang ada di lantai.
“Aku izin kerja setengah  hari dan pergi ke pameran pernikahan. Ada banyak yang perlu dipersiapkan,  misalnya hadiah, tempat, dan lain-lain.” Ucap Ho Rang mengajak Won Seok agar bisa menjelaskan.
“Oh. Kita juga harus bergabung untuk akomodasi. Kita harus buat itu, karena banyak uang yang akan dibutuhkan. Tapi kita boleh bergabung kalau sudah sewa gedung.” Ucap Ho Rang bersemangat. Won Seok binggung Ho Rang membahas gedung.
“Berarti kita harus pesan dulu tempat itu 'kan? Tempat yang bagus pasti sudah  dipesan sampai tahun depan, 'kan?” ucap Ho Rang. Won Seok binggung mendengar Ho Rang membahas akan menikah Tahun depan
“Yah, kalau bukan tahun depan, kita bisa menikah setahun setelahnya, tapi kita juga harus mempersiapkannya dari sekarang.” Jelas Ho Rang
“Ho Rang, apa maksudmu? Mana bisa kita menikah dua tahun kemudian?” kata Won Seok. Ho Rang terdiam seperti tak percaya mendengarnya. 

Sang Goo terlihat gugup lalu mengetuk pintu, terdengar suara kalau tak dikunci jadi bisa masuk. Soo Ji sudah menunggu dengan pakaian santainya, melihat Sang Goo dengan pakaiannya berpikir kalau menolaknya. Sang Goo mengeluarkan sebuah ponsel yang baru dibelinya
“Ini hadiah.” Kata Sang Goo. Soo Ji pikir kalau ponselnya masih bagus.
“Pakai ponselmu yang itu untuk bekerja. Dan pakai yang ini... untuk bicara denganku saja. Apa Paham?” tegas Sang Goo. Soo Ji hanya menatapnya.
“Baiklah, baiklah... Ayo mulai pacaran... Aku akan menyetujui semua syaratmu. Tapi, jangan pernah kasih nomor ini ke orang lain dan Pakai ponsel ini  hanya denganku. Itu syarat dariku.” Ucap Sang Goo
“Kau pintar juga bernegosiasi. Lalu Nomormu berapa? Apa Sudah kau simpan disini?” kata Soo Ji lalu melongo kaget melihat nama yang ada diponselnya [Sang Goo Oppa]
Sang Goo dengan bangga kalau itu namanya, lalu memperlihatkan nama Soo Ji di ponselnya [Sayangku]. Soo Ji hanya bisa tertawa melihatnya. Sang Goo heran karena Soo Ji malah tertawa,  Soo Ji dengan nda mengoda memanggil Sang Goo Oppa kalau tak mandi saja karena  Waktu mereka jadinya terbuang dan Banyak yang haruslakukan hari ini.
“Dasar perempuan.. Kau akan dipukuli malam ini. Aku akan kasih kau pelajaran sebagai seorang pria. Jadi Tunggu disini... 10 menit lagi aku datang” ucap Sang Goo dengan penuh semangat melepaskan jaketnya.


Ji Ho memberitahu pesanan pada Bok Nam Dua cangkir Yirgacheffe. Bok Nam lalu berkomentar kalau Cinta bertepuk sebelah tangan, itu pasti sulit, Ji Ho terlihat binggung. Bok Nam menjelaskan Menyukai suami Ji Ho  setelah pernikahan pasti sulit rasanya.
“Apa maksudmu? Siapa yang suka dia?” ucap Ji Ho berusah mengelak dan akhirnya bertanya apakah terlihat dengan jelas.
“Tentulah... Caramu memandangnya berbeda dari  cara dia memandangmu.” Ucap Bok Nam,
“Apa bedanya pandanganku dengan dia?” tanya Ji Ho ingin tahu.
“Kau memandangnya seolah berkata, "Aku bersedia melakukan apapun demi kau." Tapi suamimu memandangmu... hanya seperti ini saja.” Ucap Bok Nam menarik matanya seperti memperlihatkan wajah Se Hee yang datar.
“Jangan terlalu menyukai dia.. Nanti kau sedih dan capek sendiri. Cinta itu mengenai timbal balik dan Mana bisa kau terus yang usaha.” Pesan Bok Nam. Saat itu ponsel Ji Ho berdering, ternyata dari ibu mertuanya. 


Ji Ho masuk rumah Se Hee. Ibu mertuanya langsung menyambutnya kalau tahu Ji Ho pasti lelah, Ji Ho berusaha berbasa basi mengatakan tak seperti itu.  Ibu Se Hee pikir menelp karena berpikir kalau Ji Ho juga ada dirumahnya.
“Ini Tak enak kalau kalian berdua tidak datang... Karena ini peringatan leluhur  pertama setelah kau menikah.” Ucap Ibu Se Hee. Ji Ho pun bisa mengerti.
“Lalu Ayah dimana?” tanya Ji Ho. Ibu Se Hee mengatakan kalau sebentar lagi pulang dan mengajak masuk untuk segera ke dapur. 

Ji Ho melonggo melihat ada banyak bahan makanan diatas meja, seperti tak percaya kala Ibu Se Hee membuatnya sendiri. Ibu Se Hee dengan bangga mengaku kalau ia sangat ahli dan sebagai menantu pertama  selama lebih dari 40 tahun. Ji Ho pun memuji ibu mertuanya sangat hebat.
“Mana bisa aku buat menantuku  kerja terus, padahal dia sangat berharga? Ini impianku...memakai celemek yang sama dengan putriku?” ucap Ibu Se Hee memakaikan celemek. Ji Ho binggung karena di anggap sebagai anak ibu Se Hee.
“Kau sudah seperti putriku sendiri. Aku sangat senang  kau menjadi anggota keluarga kami, apalagi kalau cuma ada  pria di keluarga kami.” Ucap Ibu Se Hee.
“Aku harus kerjakan yang mana, Ibu?” tanya Ji Ho. Ibu Se Hee dengan santai menjawab kalau itu semuanya. 


Se Hee pulang dari kantor tak melihat Ji Ho ada di halte bus, lalu akhirnya turun dan mengirimkan pada Ji Ho bertanya “Apa kau masih kerja?” Lalu Ji Ho menjawab “Oh, aku di rumah orang tuamu.” Se Hee pun bergegas pergi ke rumahnya
Ji Ho sibuk memasak di dapur sementara adik dari Tuan Nam hanya duduk di ruang tengah. Tuan Nam pun meminta mereka untuk datang lagi di tahun depan. Adik ipar Tuan Nam pun ke dapur, Ibu Se Hee bertanya apakah ingin apel lagi. Adik ipar menganguk dengan memberikan kode agar Ji Ho yang mengupas apel. Ji Ho pun tak menolaknya. 


“Sung Mi, kemarilah... perhatikan itu baik-baik... Bibi ini lulusan  Universitas Nasional Seoul... Kau juga harus pintar dan berbakti seperti Bibi ini” ucap Adik Tuan Nam. Sung Mi pun menganguk mengerti. Soo Ji terlihat bangga mendengarnya.
“Akhirnya aku merasa seperti  di rumah sekarang. Kau selalu membuatku bekerja.” Ucap adik ipar. Ibu Se Hee menyangkal kalau tak mungkin melakukan itu. Adik iparnya mengaku kalau hanya Bercanda.
“Kalau aku punya anak laki-laki, pasti menyenangkan punya menantu perempuan sepertimu... Aku iri sekali.” Kata adik ipar. Ji Ho tak percaya kalau itu Menyenangkan.
“Aku malah selalu iri  karena kau punya anak perempuan. Tapi sekarang tidak lagi... Aku sekarang juga punya menantu perempuan  yang seperti putriku sendiri.” Kata Ibu Se Hee.
“Ibu mertuamu kedengarannya bahagia sekali.” Ejek adik ipar. Ibu Se Hee pikir senang karena dapat anak  perempuan lalu meminta Ji Ho agar menyelesaikan makanan yang ada didepanya.
Ji Ho pun tak bisa menolak walaupun sedang mengupas apel, Adik ipar pun meminta agar mencuci perlengkapan makan anaknya. Saat it Se Hee datang, semua menyambut Se Hee tak percaya karena bisa datang. Ji Ho kaget mendengar nama Se Hee akhirnya hanya bisa saling menatap.


Semua pun akhirnya melakukan ritual dengan bersujud beberapa kali, setelah itu adik iparnya berbicara pada ayahnya kalau pasti merasakan makanannya  lebih enak hari ini, karena Mertua cicit Ayah jago masak sekali. Tuan Nam pun meminta Ji Ho untuk ikut membungkuk bersama dengan ibu Se Hee. 

Ji Ho pergi ke dapur melihat sudah ada cucian kotor yang menumpuk, wajahnya terlihat sangat lelah. Se Hee datang ingin membantu, Ji Ho pun terlihat senang tapi saat itu ibu Se Hee datang bertanya apa yang sedang dilakukaan anak laki-lakinya itu.
“Berhenti menyusahkan dan Keluar saja kau dari dapur.” Ucap Ibu Se Hee. Se Hee mengatakan kalau bisa bersih-bersih.
“Ibu tahu... Semua orang di sini tahu kau sangat mengagumi istrimu dan tahu kau mau  mencoba membantu... Tapi nanti kau malah merepotkan, bahkan Ji Ho juga nanti tidak nyaman.” Ucap Ibu Se Hee. Ji Ho pun menyuruh Se Hee untuk keluar saja. 


Akhirnya Se Hee keluar dan melihat ada kucing jalan terlihat sedang makan, tapi ketika akan mendekat ayahnya sedang memberikan makan. Tapi saat akan pergi, Tuan Nam bertanya apakah Se Heesudah bayar semua  cicilan rumahnya. Se He menjawab sedag mencicilnya sekarang. Tuan Nam mengatakan akan bayar sisanya seperti janjinya.
“Buat apa? Ini 'kan cicilanku.” Ucap Se Hee. Tuan Nam tahu Ji Ho yang  kerja sambilan.
“Itu juga tidak terlihat membanggakan bagi orang tua mereka. Aku juga sudah berjanji. Aku pernah bilang akan membelikanmu rumah jika kau menikah.” Ucap Tuan Nam.
“Kau bilang Janji... Janji itu mana bisa hanya dibuat oleh satu orang. Yang Ayah bilang itu malah  seperti pemberitahuan atau khayalan.” Ucap Se HEe dengan nada tinggi.
“Ayah hanya ingin membeli rumah untuk anakku yang sudah menikah. Mana bisa itu namanya pemberitahuan atau khayalan?” kata Tuan Nam.
“Memangnya kita pernah punya hubungan ayah-anak? Bukannya hubungan kita Cuma pemilik dan penyewa... 12 tahun silam, Ayah yang bilang "Keluar dari rumahku. Jangan pernah injak kaki ke rumah ini lagi." Lalu menurut Ayah, Kenapa aku beli rumah itu?” ucap Se Hee dengan nada sedikit tinggi
“Itu karena... Aku ini ayahmu. Kau juga nanti tahu saat menjadi ayah. Waktu itu, hanya itu yang bisa kukatakan sebagai orang tuamu.” Ucap Tuan Nam memberikan alasan
Se Hee pikir bukan seperti itu menurutnya Tuan Nam itu bukan ayahnya tapi hanyalah pemilik rumah, karena mengatakan kalau ini rumahnya. Tuan Nam pun bertanya apakah sekarang ia bukan lagi ayahnya. Se Hee pikir Meskipun Tuan Nam sebagai ayahnya, tapi jika hanya berperilaku seperti pemilik rumah maka ia hanya bisa menganggapnya seperti itu.



Saat itu adik ipar keluar rumah akan pulang, ibu Se Hee memberikan bekal makanan untuk mereka bawa pulang. Ji Ho melihat Se Hee yang terlihat ada ketegangan dengan ayahnya. Akhirnya keduanya pulang dengan menaiki bus. Se Hee pun bertanya kenapa Ji Ho datang ke rumahnya.
“Memangnya Kenapa lagi? Ibumu meneleponku.” Ucap Ji Ho. Se Hee pikir harusnya mengabarinya lebih dulu.
“Dia bilang paling tidak, aku harus datang, karena kau lagi sibuk. Jadi mana bisa aku mengabarimu dulu?” ucap Ji Ho
“Kau harusnya cari alasan untuk tidak bisa datang. Bilang saja kalau kau sibuk. Bukannya kau itu back yang hebat?” kata Se Hee.
“Kukira aku tidak kena sindrom menantu yang baik dan aku bukan orang-orang seperti itu. Tapi... kenapa hari ini... aku seperti itu?” gumam Ji Ho juga merasa heran. 


Se Hee sampai dirumah langsung memeluk kucingya lalu menyalakan lampu. Ji  Ho memberitahu pada Se Jee kalau  itu karena sindrom menantu yang baik dan bertanya apakah Se Hee pernah dengar istilah itu. Se Hee binggung dan bertanya balik sindrom apa maksudnya.
“Wanita yang sudah menikah cenderung berpikir mereka harus bersikap baik dan  berbakti ke mertuanya. Kata orang, seperti itu yaitu Sindrom menantu yang baik.” Jelas Ji Ho
“Tapi menurutku itu lebih mengarah ingin dapat pengakuan. Jika kau memenuhi keinginan  tingkat rendahmu...,itu berarti kau pasti menginginkan lebih banyak hal. Kau kini memiliki rasa memiliki  karena pernikahan Dan sekarang, kau ingin dikenali.Itu memang wajar. Diakui orang lain itu salah satu keinginan dasar bersifat hewani sebagai manusia.” Ucap Se Hee yang selama ini membandingkan manusia dengan hewan
“Kenapa kau berpikirnya hanya sampai seperti itu? Tidak mungkin itu cuma keinginan  hewani sebagai manusia, tapi Itu juga bisa diartikan  sebagai rasa peduli. Ini keluarga orang yang kusukai Jadi aku ingin bersikap baik. Aku ingin membuat orang yang kusukai bahagia dan merasa nyaman. Itulah yang kupedulikan Apa kau tidak berpikir kalau itu bisa jadi alasannya?.” Jelas Ji Ho lalu pamit akan pergi mandi lebih dulu. 
“Ji Ho... Ini memang tak ada dalam kontrak kita..., tapi ini ganti rugi karena kau jadi  tenaga kerja tambahan karena orangtuaku. Dan Karena kau harus kerja di rumah orangtuakum maka aku sungguh minta maaf.” Ucap Se Hee memberikan amplop sebagai bayaran. 

“Aku sadar seharusnya tidak berpikir seperti ini. Aku sadar tak ada diriku di hatinya. Aku hanyalah. penyewa andalan yang menjamin... biaya sewa bulanan. Aku hanyalah... back yang sangat hebat...yang membantunya menjalani  kehidupan tanpa pernikahan.” Gumam Ji Ho melihat isi lembaran 50ribu won dalam amplop.
Flash Back
Ibu Se Hee dengan bangga menganggap kalau Ji H sebagai Putrinya sangat cantik. Adik iparnya pun bisa membayangka betapa cantiknya Ji Ho bersama Se Hee, menurutnya Se Hee pintar juga cari istri dan tahu kalau Ibu Se Hee pasti senang sekali.
“Tapi yang kumaksud dengan  kerjaan...bukan ini. Pertahananku... bukan maksudku seperti ini.” Gumam Ji Ho akhirnya menelp Se Hee. 


Ji Ho bertanya Bagaimana cara Se Hee menghitung upahnya. Se Hee pikir tak cukup karena menurutnya Cukup banyak yang diberikan untuk  menutupi upah per jam dan jam lembur. Ji Ho tahu,  tapi menurutnya Tidak cukup banyak. Se Hee mengerti dan ingin tahu berapa banyak lagi.
“Aku tidak ingin uang, tapi Aku ingin kau membayarku  dengan hal yang lain.” Kata Ji Ho. Se Hee binggung Hal yang lain apa.
“Ganti tenaga kerjaanku denganmu... Kau bisa Ganti tenaga kerjaku. dengan tenagamu kerja di  rumah orang tuaku. Keluargaku minggu ini...akan membuat kimchi untuk musim dingin.” Ucap Ji Ho. Se Hee terlihat kaget.

Akhirnya Ji Ho dan Se Hee keluar dari kamar, keduanya saling menatap tak percaya. Ji Ho hanya bisa bergumam menatap suaminya seperti hatinya sudah sekeras batu.
“Tidak ada lagi pertahanan (back-pemain belakang) dalam hidupku.</i> Mulai sekarang, aku  akan bermain sebagai pemain depan...untuk melindungi hatiku.” Gumam Ji Ho.
Bersambung ke episode 11

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

 FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 


5 komentar:

  1. Tuh kan,,, drsmanya bikin suka, suka lagiii...

    BalasHapus
  2. Tambah penasaran... seru seru seru

    BalasHapus
  3. Walo kurang suka sma cwo y ,cwo y kurang ganteng menurut nur....tpi nur ga bisa tahan uuntuk ga lihat unni jung so min....suka bgt klo yg main y unni jung so min natural bgt.....semangat nulis y ya kaka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku jg bgtu, krg ska sm yg jadi se hee. Tp krna yg maen jung so min, jadi harus pantengin dan crita nya jg makin menarik, knp gak jadian ajh ma bok nam khakhakha😄😄😆😆

      Hapus
  4. Seru banget...d tunggu kelanjutn y..

    BalasHapus